Seperti dugaan Bagas, saat sampai dirumah dan Martha melihat kondisi tubuh Bagas, ibunya segera ingin menelpon kepala sekolah. Bagas segera menghentikan itu. Bagas hanya berkata dirinya ceroboh saat pertandingan, dan akhirnya terjatuh.
"Kamu lihat tubuhmu, aduh, pusing sekali kepala mama. Kamu tetap menangkan?"
"Iya dong! Bagas kok dilawan."
"Gitu dong anak mama. Besok ke dokter ya. Kita cek, takut ada apa-apa."
Bagas tersenyum lalu mengangguk. Bagas, berlari kekamarnya, membersihkan diri lalu turun untuk makan malam.
"Kamu udah mau lulus, mau kuliah dimana?"
Braka bertanya.
"Gaktau pa."
"Loh, bukanya kamu hobi main basket?"
"Itu cuman hobi." Sahut Martha, Martha mengambil nasi lalu diberikan ke suaminya.
"Milih jurusan kan berdasarkan hobi?"
"Beda dong, jurusan kuliah sama hobi jelas beda."
Saat ini Bagas hanya diam, kedua orang tuanya yang sibuk bercek-cok.
"Bagas masih gaktau, makan dulu aja, nanti lauknya dingin."
Braka dan Martha menoleh ke anak mereka, akhirnya mereka diam dan memutuskan melanjutkan acara makan malam mereka. Makan malam ini hening seperti biasanya, karena ibunya akan marah jika dua laki-laki itu berbicara saat makan. Selesai makan, Bagas pamit untuk ke kamar karena dirinya lelah ingin tidur. Saat sudah dikamar, Bagas hanya berbaring dan menatap atap kamarnya yang berhias bintang-bintang yang menyala karena lampu dimatikan.
Saat Bagas sedang sibuk melamun, memikirkan tentang hidupnya, Bagas mendenger ketokan pintu. Seseorang mengetuk pintu. Ayahnya, Braka. Braka masuk ke dalam kamar anaknya. Braka melihat Bagas yang masih belum tidur, padahal dirinya barusan izin dengan ibunya untuk tidur lebih cepat.
"Gas? Belom tidur? Gak usah pura-pura, papa tau."
"Aku kira mama, kenapa pa?"
Braka berjalan mendekati anaknya yang sudah tertutup selimut seleher. Braka duduk dipinggir kasur Bagas. Memegang lengan Bagas yang tertutup selimut, lalu mengusap rambutnya yang hampir menyentuh alis.
"Kamu mau kuliah jurusan apapun, silakan, papa gak masalah. Jangan dengar kata orang, ikutin apa yang diri kamu mau."
"Bagas mikir lagi ya pa, Bagas bakal bilang kalau Bagas udah bisa milih."
Braka mengangguk. Sebelum Braka berdiri, dirinya mencium kening sang anak, mengusp lembut pipi Bagas yang sedang tersenyum mengakibatkan lesung pipinya terlihat. Braka tau, Bagas pasti bimbang, ingin ikut kata ibunya atau kata dirinya sendiri. Braka tidak mau anak semata wayangnya hidup dengan tekanan, Braka hanya ingin anaknya hidup seperti apa yang dia mau. Braka keluar dari kamar Bagas, lalu kembali ke kamarnya.
📕🏀📕
Seperti rutintitas pada umumnya, Bagas bangun pagi hari, sarapan, menjemput Marcel, lalu pergi ke sekolah. Saat sampai di sekolah, Bagas belajar seperti biasa, hingga saat jam pulang, guru memberitahu pengumuman.
"Anak-anak, bapak mau bilang. Kita akan mengadakan studytour ke Yogya. Bagi yang mau tau harga dan jadwal, suratnya akan dikirim oleh kepala sekolah ke kontak orang tua masing-masing."
Semua siswa-siswi bersorak, akhirnya, ini yang mereka tunggu-tunggu. Mereka berlibur dengan teman mereka. Setelah pengumuman itu, mereka segera bergegas memberes-beres, lalu keluar dari kelas. Bagas keluar, lalu melihat Vania dan Chelsi keluar dari kelas mereka. Bagas menarik tangan Marcel, mendekat ke arah Vania.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Fault
Teen FictionBagas Baswara, lelaki tampan yang menyungkai olahraga basket. Hidupnya yang sebelumnya damai berubah menjadi suram. Bagas menghamili seorang gadis, Vania Jovanka. Bagas tentu akan bertanggung jawab atas perbuatanya. Tetapi pada akhirnya dirinya kehi...