11. I Always Be Winner

54 9 0
                                    

Setiap tanggal 17 Agustus, Sekolah Mutiara Bangsa pasti akan terus melakukan perlombaan. Semua orang sudah tau, pemenang lomba basket, pasti akan selalu dimenangkan oleh 11 ips 3. Bagas. Bagas adalah kunci utama kelas itu. Seperti tahun ini, sekolah mengadakan perlombaan yang bisa diikuti oleh semua peserta didik. Semua orang berbahagia hari ini. Mereka tidak belajar dan bersenang-senang. Semua orang sibuk berlatih untuk menang di perlombaan hari ini. Vania sebagai panitia, sibuk kesana-kesini untuk melihat perlombaan.

"Gas! Lomba basket kapan?"

"Jam akhir, masih lama. Anak-anak pada latihan, gue mau jajan dulu."

Biasanya saat 17-an seperti ini, ada beberapa siswa atau anggota osis yang membuka stan. Mereka jualan seperti sosis bakar, bakso bakar, atau minuman instan yang cara buatnya tinggal dikasih air dan es batu. Setelah Vania memastikan semuanya aman, Vania kembali ke kelasnya untuk melihat temanya yang berpatisipasi dalam lomba.

📕🏀📕

Saat ini jam sudah menunjukan pukul tiga belas lewat lima menit. Pertandingan basket akan segera dimulai. Semua siswa-siswi berkumpul melingkari lapangan, bahkan balkon terpenuhi oleh siswa-siswi yang ingin menonton pertandingan basket. Vania dan Chelsi berjalan membawa beberapa botol air putih untuk pemain basket.

"Semangat ya!"

Vania berteriak, semuanya menyaut.

"11 ips 2, pasti menang!"

Sekelas terkekeh, dan para pemain basket kelas 11 ips 2 berjalan ketengah lapangan. Pertandingan akan dimulai. Babak pertama kelas 11 ips 2 melawan kelas 10 ipa 1, tentu kelas Vania yang menang. Hingga babak keempat, kelas Vania kalah, tidak bisa lanjut kebabak berikutnya.

"Gakpapa, kalian hebat udah bisa sampai disini."

"Ya.. maaf ya guys cuman bisa sampe sini."

Para pemain basket menghabiskan botol air yang tadi Vania dan Chelsi bawa. Hingga babak terakhir. Kelas 11 ips 3 melawan kelas 12 ips 1. Kelas Bagas dan kelas Reihan. Jika ditanya apakah Reihan bisa bermain basket atau tidak, jawabanya bisa, tapi tidak selihai Bagas. Bagas sudah berpikir, Bagas harus bersiap apapun yang terjadi kedepanya. Selama Bagas berkompetisi bersama Reihan, Reihan selalu melakukan kecurangan. Hari ini, Bagas ingin melihat, kecurangan apa yang bisa Reihan lakukan.

"Ayok dua orang maju."

Wasit sudah berdiri ditengah lapangan. Bagas dan Reihan maju, mewakilkan kelas masing-masing. Bagas berada disisi kanan dan Reihan di kiri. Wasit melempar bola ke atas, Reihan dan Bagas melompat merebut bola. Menit demi menit berlalu, skor saat ini 11 ips 3 adalah lima dan 12 ips 1 adalah tiga. Waktu istirahat, pemain kembali ke tempat duduk kelas masing-masing untuk minum. Bagas minum dengan mata yang terus melihat Reihan, Bagas masih bingung, belum ada kecurangan sedikitpun yang terlihat, apa Reihan ingin bermain jujur?

"Ayok, ini ada yang mau ganti pemain gak?"

"Gak ada, masih sama kayak tadi."

Bagas mengangguk.

Disisi lain, tempat Reihan, mereka berdiskusi Bagaimana mereka harus menang dari adik tingkat.

"Han, lo ada taktik gak? Udah dua nih bobol, gak mungkin kita kalah lawan adik kelas."

"Hm, kita semua tau pionya cuman Bagas. Lo tau kan maksud gue?"

"Kita main tekel?"

"Sampe Bagas jatuh?" Lanjut temanya yang lain.

"Waw, gue gak kepikiran sampe situ loh ya, kalau kalian mau ya silakan. Ingat bukan gue yang kasih ide." Jawab Reihan. Pada dasarnya inilah maksud sebenarnya dari ucapan Reihan. Reihan ingin pemain lain mencelakakan Bagas dan dirinya yang mencetak skor, agar nama Reihan tetap bersih.

"Jadi?"

"Serah lo pada, gue ikut aja."

"Gue bakal tekel si Bagas, lo pada mesti siap rebut bola."

Semua mengangguk, terutama Reihan. Reihan pintar dalam memanaskan suasana. Seperti saat ini, Reihan tau jika temanya sangat mudah untuk dipancing, apalagi kelasnya ini memiliki perinsip tidak mau kalah melawan adik kelas. Hal ini mempermudah Reihan memperalat mereka, hanya diberi bumbu sedikit, masakanya akan jadi sempurna.

Mereka kembali ke tengah lapangan. Reihan dan Bagas menjadi perwakilan, lagi. Mereka bermain seperti layaknya orang normal, hingga teman Reihan, David, meletakan kakinya yang panjang tepat saat Bagas berlari membawa bola. Bagas yang hanya fokus pada bola dan lawan, tidak melihat jalan, Bagas tidak melihat ada seseorang yang dengan dermawanya meletakan kakinya yang indah tepat didepan Bagas, alhasil, Bagas terjatuh, dirinya terjungkal. Bagas meringis kesakitan, bahu kananya nyeri, dan lutus serta telapak tanganya terluka akibat tergores semen.

"Akh! Tolong! Bahu gue sakit banget."

Bagas meringis, wasit dan para guru segera membawa Bagas ke UKS. Bahu kananya membiru, lutut dan telapak tangan hingga jidatnya terluka. Penjaga UKS itu segera membersihkan luka Bagas dan segera memberikan obat agar tidak terinfeksi, jidat bagian kanan Bagas ditempel hansaplast, telapak tangan kiri dan lutut kanan Bagas dililit dengan perban. Hingga bahu kanan Bagas dikompres dengan air dingin.

"Sial banget gue hari ini."

"Sabar ya, musibah ada dimana-mana."

"Inimah bukan musibah, tapi direncanakan."

"HAHAHAHA KASIAN BANGET LO."

lihat, mereka sangat akrabkan? Bahkan saat temanya terluka, Marcel sempat meluangkan waktu untuk tertawa.

"Siapalagi kalau bukan Reihan, gak nyangka gue kalau cara curang dia kayak gini."

"Tapi kan, yang sleding lo tadi bukan dia?"

"Yee, lo kurang-kurangin deh main sama dia. Entar jiwa iblisnya ketuler."

Mereka bertiga ini sudah berteman sejak Sekolah Dasar. Bagas dan Marcel sudah bersama saat mereka belum sekolah, tentu Marcel dan Reihan berteman saat SMP, Bagas? Entahlah dari awal dirinya tau bahwa Reihan membenci dirinya.

"Gas? Udah baikan?"

Akhirnya malaikat datang, Bagas yang sedang menyebut nama Reihan dengan tambahan segala sumpah serapah yang dikeluarkanya terhenti saat mendengar suara manis dari pujaan hati. Bagas menyuruh Marcel untuk keluar, Marcel sudah mengerti tanpa Bagas memberikan kode.

"Jadinya kelas gue menang atau kalah?"

"Tetep menang kok! Kelas lo hebat ya, walau pentolanya gak ada, mereka tetep kompak."

Bagas bangga jika kelasnya bisa menang tanpa dirinya, tandanya dengan adanya Bagas atau tidak, mereka bisa tetap menang.

"Gue tinggal dulu ya, udah mau akhir acara, osis pasti disuruh kumpul."

Bagas melambaikan tangan, lalu Vania pergi menuju lapangan. Bagas menghela nafas, sepertinya dirinya akan rehat cukup lama dari basket. Bagas masih berpikir, bagaimana saat dirinya pulang dan Martha melihat kondisi anaknya seperti ini, ah, Bagas tidak bisa membayangkanya. Bagas hanya takut, ibunya akan datang ke sekolah, dan mencari anak yang melakukan tindakan kekerasan terhadap putranya.

"Hai."

"Ngapain lo disini?"

"Gue sepupu lo, gue kurang baik apa coba? Ngejenguk sepupu gue yang sedang sakit."

"Gue kek gini juga karena lo. Gimana? Udah susah-susah nyingkirin gue, ujung-ujungnya gue lagi yang menang."

"Suatu saat gue pasti menang dari lo, tunggu aja."

"Gue gak tau apa motivasi lo sampe lo segininya banget, yang pasti, gak ada kata kalah dalam hidup gue."

"Well, just see. Bakal banyak kejutan yang bakal dateng ke lo."

Reihan mendekat memeluk Bagas, lalu tersenyum dengan senyuman yang sulit diartikan. Bagas yang tidak bisa bergerak, dan membiarkan Reihan memeluknya, sungguh, badan Bagas merinding melihat Reihan.

"Gue tunggu kejutan dari lo." Ucap Bagas dengan senyum yang sangat manis.

🏀📕🏫🥇

Kejutan ape nih??

My FaultTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang