36. Beautiful to Worst.

27 3 0
                                    

Bagas bersandar pada dinding rumah sakit, berjalan dengan arah yang tidak jelas. Hati Bagas resah, Bagas selalu memikirkan hal yang tidak baik. Vania duduk di kursi besi, Vania selalu berdoa tentang keselamatan Alvin. Vania belum selesai menangis, dari dalam mobil hingga saat ini. Bagas berjalan, duduk di samping Vania. Bagas memeluk tubuh Vania yang sudah tidak bertenaga.

"Maaf, aku minta maaf."

"Pecuma kamu minta maaf, apa dengan kamu minta maaf kondisi Alvin bisa membaik!?"

"Maaf."

"Kamu tuh, kenapa si!? Kenapa bisa gini? Aku gak minta banyak Gas. Aku cuman minta tolong jaga Alvin."

"Maaf."

"Dia itu anak kita! Sembilan bulan dia di perut aku! Aku jaga dia dengan bertaruh sama nyawa aku."

"Maaf."

"Kamu gak tau Gas! Ngandung sembilan bulan, ditinggal kamu, bohong sama orang tua demi perjuangin Alvin!"

"Maaf.."

"Sekarang apa!? Liat gas! Dia terbaring gitu di kasur, ibu mana yang kuat liat anaknya kayak gitu!!?"

"Maaf."

Vania terus berteriak, Vania melampiaskan semua kesedihan, amarahnya ke Bagas. Vania sudah tidak bisa berpikir jernih, dan Bagas hanya bisa meminta maaf sebagai balasan. Bagas tau bahwa dirinya salah dan Bagas tidak akan membela diri, maka dari itu Bagas hanya bisa meminta maaf atas kesalahan yang diperbuat. Vania melepas pelukan Bagas saat dokter muncul dari balik pintu.

"Dok, gimana kabar anak saya?"

"Semuanya berjalan dengan baik, ada beberapa luka yang cukup dalam di bagian tanganya yang mengharuskan dijahit dan kepalanya terluka karena terbentur aspal, tapi untungnya tidak dalam. Anak anda pingsan karena syok yang mendalam di akibatkan sakit terhadap benturan dan darah yang keluar banyak."

"Ya.. baik, terima kasih dok."

Vania segera masuk ke dalam ruangan, hal pertama yang Vania lihat, anaknya sedang tertidur, dengan tangan yang ada jahitan, kepala yang di perban. Vania segera mendekat dan memeluk tubuh anaknya. Bagas masih beridiri di depan pintu tidak berani masuk, penyesalan yang besar masih tersimpan di hati Bagas, membuat dirinya tidak berani bertemu Alvin. Bagas mem balik badan, dan memutuskan berjalan keluar dari rumah sakit.

"Arya.. lo sibuk gak?"

"Gak, kenapa?"

"Temenin gue yok?"

"Kemana?"

"Minum."

Arya segera menutup panggilanya. Setelah selang lima detik, beribu-ribu pesan masuk ke ponsel Bagas.

Heh! Kalau ngomong pake akal!
Arya
19.21

Sadar anjir! Lo udah nikah punya anak!
Arya
19.21

Kalau ada masalah bilang aja, gak gini caranya.
Arya
19.21

Lo dimana? Gue otw!
Arya
19.22

Heh! Bales!
Arya
19.22

Jadi lo gak mau temenin gue?
Bagas
19.22

Gak! Gue temenin asal jangan minum! Lo gila ya!?
Arya
19.23

Yaudah deh, bye
Bagas
19.23

Bagas segera mengendarai mobilnya menuju bar terdekat. Bagas sudah hancur, jika istri dan anaknya tidak memaafkanya bagaimana? Perkataan yang diberi Vania membuat Bagas sangat merasa bersalah dan tidak pantas dimaafkan. Bagas sudah tidak bisa berpikir lagi untuk saat ini. Bagas hanya membawa mobilnya menuju sebuah bar terdekat.

My FaultTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang