32. Home Sweet Home

43 5 0
                                    

"Ma..? mama?"

Anak laki-laki berusia satu tahun lebih ini berjalan, mendekat ke arah ibunya. Vania tersenyum, anaknya sangat aktif, bisa berjalan kemana saja jika tidak diawas. Vania mengendong anaknya, lalu memangkunya. Saat ini mereka sedang di studio foto. Vania sudah menggunakan dres berwarna biru langit, sedangkan Bagas dan buah hati menggunakan kemeja putih.

"Situ, liat kamera dulu ya."

Vania mengarahkan kepala sang anak agar fokus ke kamera hingga 30 menit mereka selesai mengambil foto. Bagas dan Vania mendekat ke monitor untuk memilih foto mana yang mau di cetak.

"Mau yang ini aja?"

"Tapi disini mata aku gede sebelah."

"Hm? Enggak kok, cantik."

"Hmm, iya deh yang ini aja."

Akhirnya mereka selesai mengambil foto. Bagas mengambil alih sang buah hati, Bagas tau, Vania pasti lelah jika harus mengendong sang anak terus menerus. Tangan kiri Bagas mengendong anaknya, lalu tangan kananya menggenggam tangan Vania. Vania berjalan mengikuti Bagas, sebelum mereka pulang, mereka menghampiri rumah makan, untuk makan siang.

"Gas, kamu tau kan kemarin chelsi berencana buka cafe?"

"Iya, kenapa?"

"Dan sekarang belum jalan karena dia mau kuliah di luar negri."

"Iya, terus?"

"Dia tawarin aku.. dia bilang gimana kalau aku yang jalanin kafenya, soalnya kafenya udah jadi dan tinggal mikirin menu."

"Kamu mau?"

"Mungkin..? Aku juga bosen di apart terus."

"Alvin gimana?"

"Tenang kok! Aku bawa dia hehehe, soalnya di kafe chelsi ada ruang khusus aku, bisa deh aku letakin pagar bayi terus ada cctv."

"Hm, kafenya dimana?"

"Deket sama apart kita."

"Kamu yakin? Gak bakal kelelahan?"

"Gak kok! Dari dulu juga impian aku sama Chelsi buat buka usaha bareng.."

Bagas menghela nafas, bukanya apa, bagaimana pun mengerus keperluan ini dan itu sangat sulit. Vania juga sudah memiliki satu anak, Bagas takut, saat Vania sibuk tidak memperhatikan anaknya dan kelepasan, akhirnya terjadi hal yang tidak diinginkan. Bagas mengangguk menyetujui Vania, bagaimanapun Vania pasti bosan jika harus berdiam diri di apartemen terus, dengan syarat Bagas akan menyiapkan satu babysitter untuk mengurus anaknya.

"Oke, thanks ya Bagass. Love you."

Bagas tersenyum lalu mengelus tangan Vania, Vania mendekat lalu mengecup pipi Bagas. Saat mereka saling bertatapan, Alvin berteriak. Vania dan Bagas menoleh ke Alvin, dan Alvin tersenyum dengan lebar. Vania dan Bagas juga ikut tersenyum. Vania berpikir, bukankah keluarganya begitu bahagia?

📕🏀📕

"Gimana di sana?"

"Dingin!"

"Hahaha, disini panas banget. Oh ya, Bagas bolehin gue buat jalanin kafe lo."

"Really?"

"Asik, udah bisa aja lo bahasa inggris."

"Gitu doang siapa yang gak bisa."

"Hahaha, yaudah kita bahas ya planya gimana-gimana."

Vania mengambil sebuah note book dan pena lalu berdiskusi tentang kafe dan keuanganya. Sebenarnya Chelsi ingin tetap di Indonesia, tapi ibunya memaksanya untuk kuliah di luar negri, ikut bersama ayahnya yang sedang ada proyek di luar negri. Marcel juga kuliah di tempat yang sama dengan Chelsi, Ayah Marcel orang amerika, sedangkan ibunya orang Indonesia, Marcel tinggal bersama nenek dan kakeknya disana. Setelah Vania dan Chelsi selesai membahas, Vania memutuskan untuk tidur karena sudah sangat larut, bahkan Bagas lebih dulu berjalan ke dunia mimpi.

"Gue tidur dulu ya, udah jam 12 lewat."

"Iya, disini masih siang."

Vania melambaikan tangan lalu menutup laptopnya. Vania meregangkan tubuhnya lalu berjalan masuk ke dalam kamar. Vania berjalan ke tempat tidur anaknya, malihatnya lalu tersenyum. Wajahnya sangat tampan, sangat mirip dengan ayahnya. Vania tidur di sebelah Bagas, Bagas tau Vania baru masuk segera merubah posisinya. Bagas memeluk Vania, kepala Vania bersandar di dada Bagas.

"Good night love."

"You too."

Bagas tersenyum, mengeratkan pelukanya.

📕🏀📕

3 month later..

"Bagas, bangun!"

"Hm, sebentar lagi.."

"Bangun! Is, buruan, nanti telat."

"Iya, udah bangun."

Bagas berjalan, keluar dari kamarnya. Terlihat Vania yang sedang masak untuk sarapanya dan Alvin yang duduk di kursi bayi sambil memainkan sendok. Bagas tersenyum lalu mengambil handuk dan berjalan menuju kamar mandi.

"Hari ini aku mau belanja ya, buat kebutuhan Alvin di kafe nanti."

"Oke, perlu aku bantu?"

"Gak! Gakpapa kok, aku bisa."

"Oke, telpon ya kalau ada apa-apa."

Vania mengangguk, Vania menggeser kursi Alvin mendekat ke arah dirinya lalu menyuapinya. Bagas makan dengan lahap, setelah selesai Bagas mengambil tasnya lalu mendekat ke Vania, mencium kening Vania lalu pergi. Vania mengambil piring yang tadi Bagas gunakan, makananya habis dan sangat bersih. Vania mengambil mangkok bayinya dan berjalan ke wastafel untuk mencuci piring kotor. Setelah itu, Vania mengendong Alvin memasukanya dalam box bayi, lalu Vania mengeluarkan vacum cleaner, Vania membersihkan rumah. Bayi sangat sensitif terhadap debu. Saat Bagas ingin memelihara anjing, Vania melarangnya, karena tubuh Alvin masih sensitif.

"Ma?"

"Iya, kenapa Va?"

"Mama sama papa siang ada kerjaan?"

"kenapa kak?"

"Mau temenin Vania belanja?"

"Waduh, coba dibikin janji lain kali, kalau tiba-tiba seperti ini mama gak bisa."

"Yaudah gakpapa ma, sudah dulu ya. Vania mau siap-siap."

"Iya, kamu hati-hati. Kalau ada apa-apa langsung telfon mama!"

"Iyaa."

Vania memutuskan panggilan lalu berjalan ke arah kamarnya. Vania berganti baju, lalu Vania mengganti baju Alvin. Vania mengambil kunci mobil, dan menggendong Alvin. Vania sudah bisa mengemudi, dijarkan oleh ayah Bagas. Awalnya Vania ditawarkan sopir dan pembantu, tapi Vania menolak karena takut merepotkan.

"Alvin, diem dulu ya, pake sabuk pengaman. Nih mainan, jangan di lempar."

Vania masuk di bangku kemudi, meletakan tasnya di kursi penumpang. Vania menyalakan mobilnya lalu berjalan ke mall terdekat. Setelah sampai Vania mengambil tasnya lalu mengendong Alvin.

"Jangan teriak-teriak ya, inget disini kita bukan mau main."

Alvin hanya diam. Vania berjalan memasuki mall. Toko pertama yang Vania datangi tentu saja toko bayi, Vania ingin memberi perlengkapan untuk Alvin. Vania dan Alvin melihat-lihat, setelah ketemu Vania membelinya dan meminta tolong agar barangnya langsung di antar ke apartemen saja. Setelah selesai, Vania berjalan-jalan, melihat baju untuk Alvin. Saat Vania sedang berjalan, seseorang memanggilnya dari jauh. Irene, teman SMAnya.

"Vania! Oh my, udah lama kita gak ketemu!"

"Iya, apakabar?"

"Gue baik, lo?"

"Baik juga."

"Ini siapa? Sepupu ya? Keponakan?"

Vania diam. Vania menarik nafas lalu menghembuskan.

"Anak gue. Namanya Alvin."

"Anak!? Nikah muda..? Atau lo hamil di luar nikah ya!? Soalnya setau gue kelas 12 katanya lo pindah, atau jangan-jalan lo bohong ya?"

🍼👶🏻🍼

My FaultTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang