16. In Yogyakarta (2)

55 6 0
                                    

Tidak terasa mereka sudah lima hari di Yogyakarta. Setelah Bagas memberi kabar, bahwa dirinya sudah jadian dengan Vania, entah kenapa Bagas merasa, dirinya selalu ditatap oleh Reihan. Bagas benar-benar tidak tau kenapa Reihan sebegitu inginya untuk mengalahkan Bagas. Sepertinya dia akan bertanya. Bagas akan minta maaf jika dirinya ada salah, tapi jika dengan alasan konyol tentu Bagas akan marah.

"Besok sabtu, kita free! Mau kemana gak?"

"Pantai yok! Liat sunset, pagi sampe siang kita ke mall aja shopping."

Bagas menjawab pertanyaan Chelsi. Vania dan Marcel hanya ikut saja. Mereka harus menjaga anak yang terlalu aktif ini, jika tidak Bagas dan Chelsi akan lepas kendali.

"Mama gue ada sewa sopir disini, jadi kalau mau kemana pake sopir gue aja."

Bagas dan Marcel kembali ke kamar mereka, karena ini sudah malam dan hari Jumat. Saat Bagas ingin masuk ke kamarnya, Bagas melihat Reihan yang sedang berpatroli mengelilingi lantai ini, untuk memastikan semua siswa siswi berada di kamarnya masing-masing. Bagas menyuruh Marcel untuk masuk terlebih dahulu, Marcel hanya mengangguk karena sudah mengantuk lalu menyerahkan kunci kamar ke Bagas.

"Han!"

"Sopan dikit gak bisa?"

Reihan mendekat ke Bagas, Reihan merasa sedikit takut, tumben sekali Bagas duluan yang memanggilnya.

"Gue mau bicara sama lo."

"Apa?"

"Gak disini."

Bagas berjalan melewati Reihan, pertanda Bagas menyuruh Reihan untuk mengikutinya. Reihan berjalan di belakang Bagas, terus mengikuti langkah kaki Bagas hingga ke rooftop hotel.

"Lo kalau ada masalah atau apa kita selesain sekarang."

"Maksud?"

"Lo kenapa si? Selalu mau bikin gue jatuh. Maksud gue, kalau gue ada salah, oke gue minta maaf, tapi kalau alasan lo konyol, gue gak akan segan ngelempar lo dari sini."

Bagas menunjuk perbatasan di rooftop, jika Bagas melempar Reihan dari atas sini, tentu nyawa Reihan tidak akan selamat. Jujur saja Reihan sedikit panik, bagaimanapun jika Bagas sedang marah, dirinya tidak akan sungkan untuk melakukan apapun hingga api amarahnya padam. Reihan mendekat ke Bagas.

"Lo ikut gue sekarang."

"Gue mau disini. Jadi gue bisa langsung lempar lo."

Oke. Reihan kalah. Bagas sedang marah.

"Gue serius, gue bukanya takut atau apa, gue gak bisa jelasinya disini."

"Kalau lo main kabur-kaburan, gue bakal nyeret lo ke atas sini."

Reihan dengan cepat mengangguk. Reihan berjalan turun menggunakan lift. Reihan berjalan, masuk ke dalam kamarnya. Bagas mengikuti Reihan, dan melihat tak ada siapapun.

"Tenang, gue sendirian, anggota osis yang satu lagi cewek, gak mungkin sekamar sama gue."

"Oh, gue kira sekamar, lumayan kan bisa have fun? Vania aja kemaren lo nyosor, apalagi sekarang yekan? Dikamar, hotel lagi."

Reihan mengangkat kedua tanganya, seperti sedang tertangkap. Reihan mengaku kalah. Bagas menyilangkan tanganya menunggu apa yang Reihan ingin katakan. Bagas yang awalnya menunggu Reihan berbicara, Reihan malah berbalik badan dan membuka jaket dan kaos yang digunakanya.

"What the!? Lo mau apa anjing! Gue normal!"

"Jangan teriak-teriak bangsat! Lo bilang mau denger penjelasan gue!"

My FaultTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang