27. Were Back

35 8 0
                                    

Matahari terik berasal dari jendela kamar Bagas, membuat tidur Bagas terganggu. Bagas memutuskan untuk bengun, walau hari ini adalah hari sabtu, hari dimana Bagas bisa tidur sepuasnya. Bagas bangun, berjalan ke kamar mandi, mencuci muka, lalu minum secangkir air putih yang selalu diletakan setiap pagi oleh asisten rumahnya. Bagas duduk dimeja belajarnya, membuka aplikasi komunikasi menggunakan video melalui komputernya. Marcel bergabung dalam komunikasi ini. Bagas sering bertukar kabar dengan Marcel melalui aplikasi ini.

"Gimana Reihan?"

"Dih, pagi-pagi udah nanya dia aja lu. Besti baru lo? Gue dilupain?"

"Cemburu lo?"

"Gak, b aja."

Jujur saja, Marcel sedikit cemburu dengan pertemanan dadakan antara Reihan dan Bagas.

"Dia satu-satunya sepupu yang akrab sama gue, makanya gue jadi semangat.."

"i know.. sorry."

"Its oke, lo mesti tau gue gak akan ninggalin lo."

"I don't know why, tapi gue geli."

Bagas tertawa hingga matanya membentuk bulan sabit, tak lama setelah itu Reihan muncul di layar Bagas. Terlihat Reihan sedang mengeringkan kepalanya menggunakan handuk. Reihan untuk sementara ini akan tinggal di rumah Marcel. Minggu depan Reihan akan melamar kerja di cafeshop saudaranya Marcel, jika penghasilanya sudah cukup Reihan berpikir untuk ngekost.

"Lo bedua deket banget ya? Rada serem gue liatnya."

"Lo udah ditolong masih aja."

"Yaudah si, baperan banget."

Bagas membuang wajahnya. Bagas berdiri berjalan ke kasurnya untuk mengambil ponselnya. Banyak pemberitahuan yang memenuhi ponsel Bagas, namun mata Bagas tertuju pada satu pemberitahuan. Vania. Vania sudah membuka blokirnya yang dilakukan Vania tiga bulan lalu. Bagas sangat ingat, saat mereka bertatapan di depan UKS, hanya sorot mata kecewa yang Bagas lihat, tidak ada lagi aorot mata yang berbinar. Saat itulah Bagas segera ke rumah Vania, Bagas ingin minta maaf, sebelum sorot mata itu menjadi sorot mata kebencian.

"MARCEL! ANJINGG!"

"Gas.. gue salah apa?"

"Kontak gue udah gak diblokir, oh my.. gue mau nangis?"

"Apasi teriak-teriak? Dapet tanda tangan Lisa blacpink lo?"

"Han lo mending diem, sebelum gue dateng ke rumah Marcel."

Reihan diam, menatap layar komputer Marcel. Marcel tau maksud Bagas, pasti Vania. Vania pasti memblokir kontak Bagas karena rasa kecewa, sepertinya Vania sudah sedikit luluh. Marcel tau Vania tidak mungkin tidak memaafkan Bagas. Vania itu malaikat. Vania pasti memaafkan Bagas, hanya saja Vania membutuhkan waktu untuk memaafkan Bagas.

"Selamat deh buat lo, sudah dulu ya gue sama Reihan mau sarapan."

"Oke!"

Marcel mematikan telfon secara sepihak. Bagas maaih kagum dengan ponselnya.

Bagas
Terima kasih Va sudah kasih gue kesempatan..
09.04

Setelah itu Bagas turun menuju ruang makan yang sudah ada ibu dan ayahnya. Bagas berlari mencium ibunya lalu memeluk ayahnya, setelah itu Bagas duduk dengan terus tersenyum.

"Kamu tadi teriak apa di kamar?"

"Sorry ma kelepasan hehe."

"Kamu kenapa? Kayak senang banget hari ini."

"Iya dong, kan gak sekolah."

Ibunya menghiraukan anaknya, seperti itulah Bagas menurut ibunya. Marta membuat roti panggang isi pisang dan coklat, serta secangkir susu. Martha juga menyiapkan makan siang untuk suaminya di kantor, biasanya setelah istirahat Braka akan memanaskan lauk yang dibawa istrinya di microwave. Setelah Braka menghabiskan dua roti dan secangkir susu, Braka pamit lalu pergi ke kantor. Braka ialah direktur. Tugas Braka hanya mendesain dan memilih kain untuk digunakan ke dalam busananya. Braka selalu pulang tepat waktu, Braka tidak pernah pulang malam, Braka akan pulang sebelum jam makan malam, atau bisa lebih cepat.

My FaultTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang