24. I Will Tell The Truth

47 6 0
                                    

P.s : jangan lupa sambil dengar lagu yaa ~

...

"Lo masih disini?"

"Kenapa? Kalau gak mau ya gue tinggal pergi."

"Marah mulu lo, cepet tua entar."

Bagas hanya duduk di kursi sebelah kasur Reihan dan Reihan sedang terduduk dikasurnya menatap televisi yang dinyalakan Bagas.

"Lo kok mau ngurus gue? Padahal gue udah jahat."

"Terus? Gue emng benci lo, bahkan sampe sekarang. Gue kalau liat muka lo mau gue tonjok mulu."

Reihan tertawa.

"Gue benci sama lo, tapi bukan berarti perasaan gue ilang. Gue benci tapi gue masih punya hati."

"Iya deh si paling punya hati."

Saat ruangan kembali hening, seorang perawat masuk, mengantar makan malam Reihan. Bagas sudah tidak menyuap Reihan lagi semenjak tiga hari terakhir. Reihan sudah jauh membaik dari sebelumnya. Bagas melihat Reihan yang fokus dengan hidanganya. Bagas sudah mengurus semua keuangan rumah sakit, bagaimanapun Reihan tidak boleh lagi pulang ke rumahnya. Bagas akan membawa Reihan ke rumahnya.

"Kata dokter, lo besok udah boleh pulang."

"Oke."

"Lo masih mau pulang ke rumah lo?"

"Gue mau pulang kemana lagi?"

"Rumah gue."

"Mulut lo santai banget, terus mama lo gimana?"

"Gue gak peduli, masih ada papa gue yang pasti ngebolehin lo nginep."

"Selamanya?"

"Ya kagak lah goblok, pas lo udah dirumah gue lo cari kerja."

Reihan tertawa. Bagas melanjutkan bermain dengan ponselnya. Bagas melihat pesan yang masuk, dan terlihat pesan Vania dari tiga bulan yang lalu. Bagas melihat kembali pesan Vania. Pesan yang berisi pengakuan Vania kalau dirinya positif. Dirinya hamil anak Bagas. Bagas akui dirinya pengecut, sangat pengecut. Bagas hanya bisa bermulut manis tanpa bertanggung jawab.

"Vania gimana?"

"Gaktau."

"Lo.. gak mau tanggung jawab?"

"Gue takut."

Reihan yang awalnya sibuk menghabiskan makan malamnya, meletakan sendoknya lalu meminum beberapa teguk air.

"Lo jangan jadi kayak gue."

"Maksud?"

"Lo mau pentingin keluarga lo atau diri lo sendiri?"

"Kalau bisa dua-duanya kenapa harus satu?"

"Gini, bukanya kita kurang ajar sama orang tua kita. Lo liat sendiri kita nyaris sempurna dibuat oleh orang tua kita. Gak boleh ini gak boleh itu, harus ini dan harus itu. Pertanyaan gue, apakah kita sudah dapet hak? Setelah kita melakukan kewajiban kita? Enggak, kita gak pernah dapet apa yang kita mau walaupun kita sudah jalanin kewajiban kita sebagai anak, nilai kita bagus, nama kita bagus tapi kita gak dapet apa-apa dari itu, itu buat mereka, bukan kita."

"Iya.."

"Kejer Vania, jangan sampe lo kehilangan dia. Lo berjuang berdua, saat lo berdua berjuang, percaya aja enggak semelelahkan saat lo berjuang sendiri. Perjuangin Vania kalau emang dia yang lo mau."

Bagas diam, menatap ponselnya. Bagas berdiri lalu memeluk Reihan.

"Akh, sakit anjing, badan gue masih lemes."

My FaultTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang