"Bagas mau pindah sekolah."
"Kenapa? Tanggung loh, sebentar lagi kelas 12?"
"Bagas ada cari sekolahan yang basketnya bagus."
Saat ini Bagas sedang duduk di ruang tamu bersama ayahnya. Membahas tentang Bagas ingin pindah sekolah. Tak lama kemudian, ibunya bergabung.
"Sudahlah Gas, main basket dimana aja bisa, sekolah kamu yang sekarang sudah bagus jangan pindah-pindah."
Bagas bisa apa jika ibunya sudah berkata seperti itu.
🏀📕🏀
Setelah dari rumah Vania, Bagas datang terlebih dulu ke rumah sakit, kamar inap Reihan. Sebenarnya Reihan sudah diperbolehkan untuk pulang dari kemarin, namun Reihan hanya mencari alasan dan berkata bahwa badanya masih sedikit sakit. Reihan masih memikirkan untuk ikut dengan Bagas atau pulang ke rumah orang tuanya. Hari ini Reihan memutuskan untuk ikut Bagas ke rumah keluarganya. Bagas membantu membereskan baju Reihan, hanya baju yang digunakan Reihan saat Bagas membawa Reihan ke rumah sakit.
"Ayok buruan, abis ini gue mau ke rumah Marcel bentar."
"Udah ngomong ke vania?"
"Sudah.. sebelum ke tempat lo gue ke tempat dia dulu. Makanya hari ini telat."
"Bagus deh, terus Marcel kenapa?"
"Gue mau bilang kalau gue udah minta maaf ke vania, Marcel marah sama gue kalau gue masih belum minta maaf ke Vania."
"Lo cuman minta maaf karena Marcel atau dari hati lo?"
"Hati. Gue yakin, gue mau perjuangin anak gue."
"Ciakelah, anak gue gak tuh."
Bagas membuang muka, jujur saja bagas sedikit malu. Setelah semuanya selesai. Bagas mengoleskan salep yang diberikan oleh dokter. Karena Bagas membawa motor, Bagas takut Reihan kesakitan, jadi Bagas menyuruh Reihan juga untuk minum obat pereda nyeri. Bagas membawa paper bag yang berisi pakaian Reihan dan Reihan menggunakan hodie dan joger milik bagas.
"Nih lapisin jaket gue, entar lo sakit ribet serumah."
Reihan hanya mengangguk. Reihan memakai jaket Bagas dengan perlahan sembari bagas menyalakan motornya.
"Nih pake, gue barusan beli."
Bagas memberi helm ke Reihan. Reihan memakainya, lalu naik ke atas motor Bagas. Bagas segera melajukan motor menuju rumah Marcel. Saat sampai bagas dan Reihan turun dari motor. Bagas masuk ke dalam rumahh Marcel, tapi tidak dengan Reihan, Reihan memilih menunggu di luar. Bagas megetuk pintu beberapa kali, lalu keluar Marcel dengan baju tidurnya.
"I told you, jangan ngobrol sama gue sampe lo minta maaf sama Va-"
Marcel belum selesai berbicara, tapi bagas lebih dulu memeluknya.
"Sudah, tapi dia marah sama gue. Katanya gue cowok paling berengsek.."
"Emang."
Bagas manyun. Saat mereka sedang asik ngobrol mata Marcel tertuju dengan seseorang yang berdiri dekat motor Bagas.
"Itu Reihan..?"
"Iya.."
"Mau lo bawa ke rumah?"
"Iya.."
"Lo.. yakin? Udah izin sama ortu? Gue bisa tebak gimana reaksi mama lo."
"Belom izin, pas pulag baru gue izin."
"Lo mau bikin ribut tengah malem gini?"
"Mau gimana lagi? Gue gak mungkin kasih dia pulang kerumah ortu dia. Baru sembuh gitu, bisa-bisa babak belur lagi."
"Nginep tempat gue aja. Ortu gue bakal ngerti dan bisa terima."
Bagas diam, ide bagus. Bagas juga sebenarnya takut membawa Reihan ke rumahnya jujur saja, bisa- bisa mereka akan diusir. Bagas tau bagaimana ibunya sangat tidak suka dengan dirinya jika akrab dengan sepupunya yang lain. Menurut ibunya, kasta Bagas sudah tinggi, dan harus bermain dengan orang yang kastanya sama dengan Bagas. Bagas memanggil Reihan.
"Han, lo disini aja ya? Gue gak yakin juga bawa lo ke rumah gue, yang ada kita berdua diusir."
"Gue gakpapa, yang penting ada tempat tidur aja."
Bagas memberikan paper bag berisi satu set pakaian milik Reihan ke Marcel, lalu Marcel membantu Reihan untuk masuk ke dalam rumahnya. Setelah itu Bagas pamit. Orang tua Marcel malam ini tidak ada karena urusan pekerjaan, orang tuanya pasti menerima Reihan dengan sangat terbuka. Bagas mebawa motornya menujur rumahnya, tepat disamping rumah Marcel.
"Bagas pulang."
"Malam lagi? Kamu habis dari mana aja?"
"Rumah Marcel."
Ibunya hanya mengangguk lalu lanjut memasak.
🏀📕🏀
"Kak, makan yuk. Kamu belom makan malam loh."
"Iya ma.. Vania ganti baju dulu."
Setelah beberapa menit Vania keluar dengan pakaian piamanya. Vania turun menuju meja makan. Sudah tidak ada Bagas lagi. Apa dia akan menyerah begitu saja?
"Nih, harus makan banyak sayur biar kandungan kamu sehat."
Indra tersenyum, meletakan berbagai sayur kepiting anaknya. Vania tersenyum lalu memakan lauk buatan ibunya dengn lahap. Sat Vania sudah kenyang dan puas, vania ingin membantu ibunya, namun ibunya melarangnya karena saat ini Vania sedang mengandung. Vania duduk di ruang tamu menonton berita di televisi dengan ayahnya di samping vania.
"Tadi kenapa kamu gak mau maafin bagas, Va??"
"Biar dia harus tau, gitulah posisi aku pas tau kalau aku postif dan dia ngilang gitu aja. Aku stres fisik dan batin karena dia. Sekarang dia harus merasakan apa yang aku rasakan pa.."
"Bales dendam nih ceritanya? Bukan berarti kamu gak akan maafin Bagas kan?"
"Bagaimanapun dia ayah anak ini pa.."
"Kenapa awalnya kamu gak jujur sama kami?"
"Kecewa, sedih, kesal. Ngebuat aku gak mau akuin kalau dia ayah anak ini."
Vania melipatkan tanganya tanda kesal. Ayahnya tertawa. Vanianya masih seperti anak kecil.
"Terserah kamu saja. Papa sama mama bakal terus perhatiin kalian."
"Kalau Vania gak maafin Bagas gimana? Vania sudah terlanjur kecewa.."
Indra menghela nafas. Jika ini keputusan anaknya apa boleh buat, Indra tidak bisa memaksa Vania untuk memaafkan tindakan Bagas yang seharusnya tindakan ini tidak bisa dimaafkan. Tak lama muncul ibunya, ikut duduk bergabung dengan Vania dan Indra.
"Bagas itu anak baik. Mama percaya, cuman.. Keliatanya Bagas masih takut lepas dari tangan keluarganya. Terutama Bagas belum kerja. Gimana dia mau ngehidupin kamu dengan anak kamu, kalau dia diusir dan gak ada kerjaan?"
"Iya.."
"Bagas itu dari keluarga berada, jika dia kasih tau kondisi yang sebenarnya bisa saja dia langsung keluar dari keluarganya. Bagas pasti takut."
"Mama tau dari mana keluarga Bagas?"
"Nama belakangnya saja Baswara, siapa toh yang gak kenal."
Vania dan Indra tertawa. Malam ini menjadi malam yang indah menurut vania. Bagas sudah kembali, dan tidak ada lagi rahasia antara dirinya dan orangtuanya, sudah tidak ada tembok lagi diantara mereka. Setelah semuanya selesai, vania memutuskan kembali ke kamarnya, sudah semakin larut dan besok vania harus sekolah. Jam sudah menunjukan pukul sembilan malam. Vania membuka ponselnya untuk menghidupkan alarm. Saat Vania membuka ponselnya, Vania membuka aplikasi berwarna hijau untuk mengirim pesan. Vania melihat kontak Bagas yang sudah Vania block tiga bulan lalu. Vania membuka blocknya, lalu menghidupkan alarm dan meletakan ponselnya dinakas. Vania memejamkan matanya berjalan menuju alam mimpi.
Vania
Vania has unblocked you
Now
KAMU SEDANG MEMBACA
My Fault
Teen FictionBagas Baswara, lelaki tampan yang menyungkai olahraga basket. Hidupnya yang sebelumnya damai berubah menjadi suram. Bagas menghamili seorang gadis, Vania Jovanka. Bagas tentu akan bertanggung jawab atas perbuatanya. Tetapi pada akhirnya dirinya kehi...