23. Maybe Its Better If I Gone

50 7 0
                                    

Sudah dua minggu Reihan berbaring dirumah sakit. Setiap hari juga setelah pulang sekolah Bagas akan datang ke rumah sakit untuk melihat keadaan Reihan. Reihan sudah sadar, namun tubuhnya masih sulit untuk bergerak dan harus menginap untuk menjalankan pengobatan. Bagas selalu ada untuk Reihan, setelah dua minggu Reihan dirawat, orangtuanya bahkan tidak pernah datang untuk melihat keadaan anaknya.

"Lo kenapa masih disini?"

"Numpang mandi. Menurut lo aja coba, ngapain gue kesini?"

"Jaga gue?"

Bagas berdehem sebagai tanda jawaban untuk pertanyaan Reihan. Seorang perawat masuk, memberi makan siang untuk Reihan. Perawat itu meletakan makananya dimeja. Seperti biasa, Bagas akan membukanya dan menyuapkan ke Reihan. Badan Reihan sangat rapuh untuk saat ini, bahkan untuk duduk, Reihan harus berusaha sekuat tenaga untuk duduk. Bagas menyuapkan Reihan hingga lauk dipiring akan habis. Saat Bagas sibuk menyuap dan mengelap mulut Reihan menggunakan tisu. Sesorang langsung masuk tanpa mengetuk pintu, bahkan bunyi pintu yang terbanting terdengar jelas dalam ruangan yang tidak terlalu besar itu.

"Bagas! Astaga!"

Marcel. Marcel menyaksikan dengan matanya sendiri. Bagas sedang mengelap mulut Reihan menggunakan tisu dan tangan kanan yang memegang piring yang terisi sedikit lauk.

"Gue tau lo sakit hati tapi gak gini juga.."

"Maksud lo apa?"

"Lo.. belok?"

What the-

"Lo kok bisa tau gue disini!?"

"Kenapa lo? Takut kegep?"

"Mulut lo lama-lama gue lakban juga."

"Terus? Jelasin sekarang."

Marcel tau Bagas disini karena sopirnya, jelas Marcel akan curiga. Bagas setiap pulang sekolah selalu menghilang. Bahkan sudah dua minggu Marcel tidak pulang bersama Bagas. Marcel tidak tau tentang Vania dan Bagas, Marcel hanya tau bahwa keduanya sedang bertengkar. Wajar saja bertengkar dalam sebuah hubungan, yang membuat Marcel terkejut. Marcel tidak menyangka Bagas akan selingkuh, dengan Reihan. Reihan. Seseorang yang seharusnya sangat Bagas benci.

"Tunggu. Gue abisin dulu nih makanan, abis itu kita keluar."

"Kenapa lo jadi peduli sama dia? Lo suka sama dia?"

Bagas segera menyuap sesendok nasi ke mulut Reihan dengan cepat sampai kepala Reihan mundur karena sodokan sendok yang diberi oleh Bagas. Bagas meletakan piring kosong ke meja dekat kasur Reihan.

"Ayok kita keluar."

Bagas berjalan keluar dari kamar inap Reihan, disusul oleh Marcel. Bagas menjelaskan semuanya yang terjadi dengan Reihan. Tentang Reihan yang dijadika samsak oleh orang tuanya sendiri. Marcel terdiam, tentu Marcel terkejut. Marcel sendiri tau bahwa Reihan mendekati kata sempurna. Reihan selalu menjadi juara dalam bidang apapun, teruta sikapnya yang ramah dan sopan membuat orang tergila-gila denganya, sama seperti Marcel dulu. Sekarang, setelah Marcel tau sifat asli Reihan semenjak di Yogya, Marcel sangat kecewa dengan Reihan.

"Terus? Kok lo dateng ke rumah ortu Reihan?"

Shi-

"Gue mau anter kue ke rumahnya."

"Hah? Bukanya keluarga lo gak ada yang akrab."

Dude..

"Gatau deh, intinya gitu."

Bagas tidak menceritakan kenapa dirinya menghindari Vania ke Marcel, Marcel sendiri juga tidak berniat untuk bertanya. Vania sendiri seperti tidak mengalami kesulitan dalam hidupnya akhir-akhir ini. Vania masih tertawa, tersenyum, dan hampir setiap hari dirinya turun ke kantin dan makan bersama Marcel dan Chelsi, kecuali Bagas. Bagas makan di rooftop sekolah untuk menghindari Vania.

My FaultTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang