~ 74 ~

352 65 6
                                    


drekkk... 

     pintu jeruji besi digeser, sang petugas berpakaian abu-abu menuntun gadis yang kini telah mengenakan pakaian tahanan berwarna hitam-putih. setelah itu sang gadis duduk di tempat tidur yang terbuat dari tumpukan batu bata yang dilapisi semen dan juga sebuah tikar tipis. 

" terima kasih pak ". ujar sang gadis menundukkan kepala. 

" ah, iya ". sahut penjaga itu tersentak. 

    ia kira gadis itu tengah menahan emosi atau dilanda syok karena masuk ke dalam sel penjara, namun nyatanya tidak begitu. 

' membingungkan, kenapa anak perempuan sepertinya bisa masuk rumah sakit? '. pikir penjaga itu. 

    sambil menggaruk kepalanya bagian belakang, ia keluar dan mengunci pintu jeruji besi tersebut lalu melangkah pergi untuk melakukan tugas nya yang lain. 

    [name] kini sendirian di dalan ruangan itu, ruangan yang terasa sunyi, senyap, dan menurutnya tentram. sangat cocok untuk dirinya yang sedang ingin mengurung diri dan berdiam menenangkan pikiran serta hatinya yang gundah. 

bruk!

" akh! ahh... dasar bodoh, gw lupa kalo ini bukan kasur ". gumamnya menahan nyeri sakit di punggung. 

    lantaran tubuhnya yang terasa sangat berat bagai mengangkat beban dengan berkilo-kilo, membuatnya jadi menjatuhkan tubuhnya tanpa pikir. bibirnya menghela nafas panjang guna merilekskan diri. 

    berbagai putaran kejadian di waktu lalu kini berulang di pikiran nya, memikirkan nya kembali malah membuatnya sakit kepala tapi jika tidak di pikirkan malah membuat pikirannya tak tenang dan hatinya merasa ada yang kurang juga terasa mengganjal. 

.

.

.

" tapi yang jadii korbannya disini tuh lo!!! "

" ... gw tetap gak terima [name] masuk penjara!! enak aja, udah di yang paling menderita, dia juga ikut masuk penjara?! ". 

" gw juga gak mau yuu, gw juga gak terima... tapi setidaknya lo harus dengerin dulu apa yang mau dibilang ama [name]... ". 

' yuu... hisashi... maafin gw, gw emang bodoh dan bego asal mau aja nerima apa yang terjadi tanpa melakukan perlawanan sedikitpun bahkan mencoba melawan. tapi meski pun gw ngelakuin perlawanan dan itu berhasil, perlawanan gw gak berhenti sampai disitu. pasti di luar sana, di media sosial, dan dikalangan orang banyak... mereka udah nganggap gw sebagai gadis yang bermasalah. gw bener udah capek, mental gw gak tahan lagi... maafin gw...'. batin [name] berucap saat kembali memikirkan hal itu. 

.

.

.

" dek, kami gak mikiri gimana perasaan kak daichi, kak keiji, apalagi tobio... ". 

" belum lagi papa dan bunda, kami pasti tau kan bunda sayang banget sama kamu... ".

' kak hajime, kak chikara... kalo gw nyelesaikan masalah gw pake perasaan, mental gw bakal makin rusak, gw gak mau perasaan, mental, bahkan cara berpikir gw jadi hancur gara-gara segala emosi yang gw luapin. gw takut jadi orang yang berbahaya... kayak dulu... '. 

      memori [name] kembali berputar di saat dirinya masih kecil, kejadian sewaktu ia di rumah sakit setelah mengalami penculikan terencana yang dilakukan oleh ayahnya sendiri. 

      saat itu [name] sangat ingat bagaimana dirinya. ia mengakui bahwa dirinya tidak seperti anak-anak pada umumnya yang mendapat trauma, yang membuat anak itu jadi penakut.

Five BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang