"Hyung, bukankah seharusnya kau berkemas sekarang?" Tanya pemuda bertato yang tengah duduk dilantai. Mengemas barang yang akan dia bawa ke dalam koper miliknya.
Disisi lain sosok yang menjadi lawan bicara tampak asik merebahkan diri pada sofa panjang. Netranya tampak fokus pada ponsel yang dia mainkan. Tak teralihkan meski seseorang sedang mengajaknya berbicara.
"Nanti saja. Aku sedang membalas pesan Jennie." Balasnya singkat. Jemarinya sibuk merangkai huruf untuk menjadi sebuah kalimat.
"Kau kan bisa melakukannya nanti. Noona juga pasti bisa mengerti."
Tangan Taehyung seketika berhenti. Menjeda kegiatannya untuk membalas pesan pada sang kekasih. Makhluk yang sebelumnya tidak peduli pada sekitar, kini memalingkan kepala untuk menatap adik bungsunya dengan dahi berkerut.
"Bagaimana bisa kau berkata seperti itu, Jung. Kau kan tau kalau aku tidak bisa menunda sesuatu jika itu berhubungan dengan Jennie." Katanya dengan nada seperti seseorang yang tersakiti.
Ya, dia cukup sakit ketika orang-orang disekelilingnya selalu menganggap remeh cinta yang dimiliki. Padahal untuk mendapatkan itu, Taehyung harus berusaha sekuat tenaga. Mengalahkan banyak saingan lain yang siap kapan saja berperang merebut Jennie dari nya.
Jadi untuk mempertahankan apa yanng dia miliki, Taehyung tidak bisa memberi ruang bagi Jennie untuk lepas darinya sedikitpun.
"Besok kita ada penerbangan pagi, Hyung." Geram Jungkook kesal.
"Aku tau. Kau sudah mengatakannya 10 kali kalau aku tidak salah hitung."
"Kalau begitu kenapa Hyung tidak segera berkemas?" Ujar si bungsu seraya menahan diri untuk tidak meluapkan emosi. Jujur saja, dia ingin meledak sekarang melihat tingkah kakak nya itu.
"Aku kan sudah mengatakannya padamu. Aku sedang membalas pesan Jennie, Jung." Ulang Taehyung yang seketika membuat adik bungsunya meradang.
"Arhhh, terserahkah. Pokoknya awas saja kalau Hyung besok terlambat. Aku pasti akan meninggalkanmu."
"Jangan terlalu cemas. Lagian ada manager yang akan membantuku. Dia tidak akan membiarkanku terlambat."
Lelaki berotot itu mendesah kasar. Meski tubuhnya lebih besar, dia menahan diri untuk tidak memukul Taehyung sekarang.
"Dewasalah sedikit, Hyung. Bahkan kau lebih kekanakan dariku."
"Ya, memang susah kalau berbicara dengan orang yang tidak punya kekasih. Kau mana paham." Cibir Taehyung pada Jungkook.
"Hey, Hyung!! Ini tidak ada hubungannya dengan statusku ya!!"
Jungkook berteriak tak terima. Bagaimana bisa kedewasaan dihubungkan dengan memiliki kekasih? Bahkan meski tidak punya kekasihpun dia masih bisa berpikir jernih. Malah yang memiliki kekasih tampak seperti budak yang dikendalikan dengan perasaan cinta. Jungkook masih belum bisa memahami dengan konsep seperti itu.
"Kenyataannya kan memang begitu." Ujar Taehyung ringan. "Lebih baik kau urusi saja milikmu. Aku tidak akan terlambat besok, jika itu yang kau khawatirkan." Timpalnya lalu kembali fokus pada ponselnya yang kembali bergetar. Sepertinya Jennie sudah tidak sabar mendapatkan pesan darinya. Begitulah pemikiran lelaki itu.
***
Dua pemuda bernapas terengah. Keringat bercucuran membasahi wajah keduanya. Tubuh mereka menunduk dan tangan yang memegang lutut. Deru napas berusaha mereka stabilkan setelah berlari dari pintu masuk. Beruntung masih ada waktu beberapa menit hingga jadwal penerbangan berlangsung.
"Ini karena, Hyung. Kita sampai harus berlarian seperti orang gila." Ujar Jungkook dengan napas tersengal. Napas pendek menunjukkan bahwa dia baru saja melewati salah satu masa genting dalam hidup.