"Cupu! bawain tas gue."
Cowok yang sangat Jihan kenali bernama Gerald itu berjalan ke arah Jihan, namun bukan meja Jihan yang cowok itu tuju, melainkan ke arah meja cowok yang berada di samping meja Jihan. Cowok itu baru saja hendak pulang, bahkan sudah memakai tas ranselnya di pundak, sebelum Gerald memanggilnya.
Gerald, Jihan yakin cowok gila itu akan kembali melakukan kegiatan sehari-hari nya, yaitu merundung Damar. Cowok berkacamata yang meja-nya berada terletak tepat di sebelah meja Jihan.
Jihan diam-diam menatap sinis Gerald yang kini tengah menduduki meja Damar. Dirinya yang tengah mencoba menyelesaikan soal-soal SBMPTN kimia tahun lalu, benar-benar sungguh merasa sangat terganggu dengan perilaku sinting cowok gila itu yang selalu merundung orang lain, terutama Damar.
Jihan saja merasa terganggu, bagaimana dengan cowok malang itu?
Setiap pulang sekolah tiba, Jihan yang seringkali masih harus berada di kelas untuk kembali belajar, malah selalu mendapat gangguan seperti ini. Bukan sekali dua kali dirinya melaporkan perundungan yang Gerald lakukan kepada Damar.
Jihan sudah melaporkan semua kelakuan cowok sinting itu kepada ketua kelas, guru sampai guru BK. Namun anehnya, Gerald selalu baik-baik saja keesokan harinya, seolah cowok itu tak mendapat hukuman atau sanksi atas perilakunya itu.
Jihan tak mungkin mau mengganti kehidupan damainya di sekolah dengan menegur Gerald langsung. Bukannya Jihan takut, dirinya hanya tak ingin mendapat masalah dan malah menghambat sekolahnya disini. Jihan sudah cukup kesulitan dengan kehidupannya sendiri, dirinya tak akan mampu jika harus menambah kesulitan lagi.
Bukankah seseorang harus menyelamatkan dirinya terlebih dahulu sebelum menyelamatkan orang lain?
Jihan yang sedari tadi menatap sinis Gerald, seketika memalingkan pandangannya saat cowok itu membalas tatapan Jihan.
Mencoba menghiraukan cowok itu, Jihan lalu mencoba kembali fokus pada soal kimia dihadapannya. Namun, baru beberapa detik Jihan fokus dengan dunianya sendiri. Tiba-tiba saja, dirinya tersentak saat sebuah botol minum tiba-tiba melayang dengan kuat mengenai tangannya.
Membuat cewek itu shock luar biasa sampai terdiam.
Beberapa detik keterdiaman nya, Jihan yang baru sadar akan apa yang terjadi, menundukkan kepalanya.
Bukan— bukan tubuhnya yang Jihan khawatirkan saat ini. Melainkan sebuah benda yang selalu terpakai di pergelangan tangannya. Yaitu jam tangan pemberian ibu nya—-
--yang kini telah pecah.
Jihan terdiam lama menatap pergelangan tangannya yang masih terpasang jam tangan pecah itu. Sedangkan para murid di kelasnya yang masih tersisa dan masih merapikan buku di dalam kelas,
ikut terdiam menatap Jihan saat mendengar suara keras tadi.Aura ketegangan sangat terasa di dalam kelas, ditambah senyapnya suara, membuat semua orang memfokuskan pandangannya kepada Jihan.
Sedangkan Gerald, sang pelaku yang tak sengaja melempar botol itu, turun dari meja Damar dan menghampiri meja Jihan, melirik kearah Jihan yang masih terdiam menatap pecahan kaca di jam tangannya.
"Sorry, gue ga sengaja." Ucap Gerald santai, sambil mengambil botol minum yang berada di samping meja Jihan. Cowok itu meminta maaf, namun tatapan mata yang Gerald berikan padanya benar-benar terlihat angkuh.
Jihan mengepalkan tangannya dengan kuat. Cewek itu lalu makin menunduk dan mencoba menahan air matanya agar tak keluar.
Beberapa detik mencoba meredamkan amarahnya, Jihan lalu mendongakkan kepalanya dan menatap Gerald dengan tatapan tajam dan mata merah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Alex, Count Me In [END]
General Fiction[Maaf, cerita ini tidak untuk diterbitkan🙏🏻] Jihan mengetuk pintu unit apartment Alex, cowok yang tinggal berhadapan dengan unit apartment Jihan. Pipi cewek itu terlihat lebam dengan air mata mengalir, namun herannya wajah cewek itu terlihat datar...