Alex, pria itu kembali bersikap dingin kepada Jihan. Entah apa yang terjadi, namun sepertinya Jihan tak berucap satupun kata yang menyinggung Alex.
Sudah seminggu Jihan resmi pindah ke kantor pusat.
Saat ini Jihan sedang berada di ruangan atasannya, bu Clara.Lagi-lagi wanita ini memarahinya karena kesalahan yang bukan Jihan lakukan.
"Itu bukan bagian yang saya kerjakan bu, saya hanya mengerjakan banner aplikasi."
Gaji bekerja di kantor pusat memang besar, namun Jihan tak bisa bohong jika tekanan kerja disini jauh lebih besar.
Rasanya kepala ingin pecah saja sedari tadi bekerja dengan kode-kode ini.
Ditambah bu Clara yang selalu memanggil dan menyuruh Jihan ini itu yang bukan termasuk dari pekerjaan Jihan."Yasudah ini bannernya diperbaiki lagi, warna semua harus sesuai dengan kode warna yang kita pakai."
"Baik bu saya mengerti."
"Yaudah sana kerjakan."
Jihan mengangguk sebelum mengucapkan kata permisi.
"Saya permisi."Tak ada yang harus di perbaiki. Jihan sudah mengerjakan semua dengan maksimal tanpa ada kesalahan.
Namun tetap saja dirinya harus mengatakan 'iya' , 'baik bu' dan kalimat setuju lainnya, menghindari wanita ini mengamuk seperti dua hari lalu, saat Jihan akhirnya memiliki keberanian untuk membantah wanita ini, yang ujung-ujungnya Jihan malah di marahi habis-habisan didepan semua karyawan.
Sakit hati, sudah pasti. Namun dirinya bisa apa?
Karyawan sepertinya hanya bisa mengucapkan dua kalimat sakral itu.Baru saja Jihan ingin melangkah keluar, dirinya mendengar ucapan pelan bu Clara yang membuatnya kali ini benar-benar sakit hati.
"Kerja ga becus, pasti masuk sini karena jadi simpenan atasan."
Wanita itu berbicara pelan, namun agak keras. Jihan yakin bu Clara sengaja agar Jihan mendengar itu.Memang apa salah Jihan kepada wanita itu sampai dirinya harus diperlakukan seperti ini?
Ingin rasanya Jihan menampar mulut bu Clara, namun lagi-lagi Jihan hanya bisa meredam emosinya dengan cara meremas kedua sisi rok nya.
Jihan akhirnya pergi dari sana dengan menahan tangis. Tangannya bergetar, perasaan lelah, marah, sedih, direndahkan, membuat Jihan benar-benar sakit hati dengan ucapan wanita itu.
"Dimarahin lagi Ji?"
Fina menghampiri meja kerja Jihan yang berada dua kubik dari meja nya. Dirinya tadi melihat Jihan keluar dari ruangan bu Clara dengan ekspresi menahan tangis, membuat Fina yakin pasti Jihan kembali di damprat oleh bu Clara.Jihan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, lalu mengangguk.
Dirinya benar-benar tak bisa berbicara untuk saat ini, atau tangis Jihan akan benar-benar pecah.
"Sialan banget emang nenek lampir itu, padahal bukan salah lo jir."
Fina berkata dengan berapi-api sambil tangannya mengelus-elus punggung Jihan, mencoba menenangkan temannya.Setau yang Fina tau, Jihan adalah pribadi yang lembut dan kalem. Dirinya bahkan terkejut Jihan bisa bertahan sampai sejauh ini, ditengah tuntutan pekerjaan dan tuntutan menyenangkan hati bu Clara yang tak pernah senang itu. Mana setiap hari bu Clara selalu ada saja cara untuk memarahi Jihan.
Anehnya, atasannya itu hanya akan menjadi nenek lampir kepada Jihan saja. Kepada karyawan lain wanita itu memang sering marah, namun perlakuannya tak sekejam saat bu Clara memperlakukan Jihan.
Jika itu Fina, dia benar-benar akan keluar dari perusahaan ini dan melemparkan surat resign ke wajah nenek lampir sialan itu.
"Gue gapapa Fin, lo balik kerja aja."
Lirih Jihan yang masih menutup wajahnya dengan telapak tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Alex, Count Me In [END]
Ficción General[Maaf, cerita ini tidak untuk diterbitkan🙏🏻] Jihan mengetuk pintu unit apartment Alex, cowok yang tinggal berhadapan dengan unit apartment Jihan. Pipi cewek itu terlihat lebam dengan air mata mengalir, namun herannya wajah cewek itu terlihat datar...