25.

85.3K 6.5K 326
                                    

"Jihan..."

"...what is love?"

___

Jihan terpaku sejenak mendengar itu. Mulutnya membuka perlahan, tapi tak lama kemudian kembali menutup.

"Alex.. you must be in love."
"Aren't you?"

Alex terdiam tak menjawab ucapan Jihan. Namun matanya malah menyelami pupil mata Jihan yang juga kini ikut balas menatap Alex.

Beberapa menit mereka terdiam, Alex tersenyum. Cowok itu lalu mencium Jihan sekilas sebelum bangkit dari atas tubuh Jihan dan mengubah posisi tubuhnya menjadi duduk.

Tangan Alex kemudian menjulur ke depan, untuk membantu Jihan bangkit dari sofa.

Namun Jihan hanya menatap tangan Alex sebentar, lalu menatap cowok itu dengan pandangan yang tak terbaca. Lalu kembali melirik tangan Alex yang terulur di hadapam Jihan.

Hanya melirik, tak menerima uluran tangan itu.

Alex menaikkan alisnya, menatap tak suka ke arah Jihan saat Jihan malah menolak uluran tangannya dan bangkit dengan sendirinya.

"Alex.. Lo begitu kuat, gue juga harus jadi kuat kayak lo."
Ucap Jihan pelan sambil menunduk.

Ucapan itu, membuat Alex melirik Jihan lama. Cowok itu memalingkan wajahnya lalu mendengus dengan geli.

Baru beberapa hari bersama dirinya, siapa sangka cewek ini malah menjadi semandiri ini.

Bagaimana nanti?

Apakah cewek dihadapannya ini kelak sudah tak membutuhkannya lagi?

Terdiam, Jihan kini hanya bisa menunduk sambil menutup mulutnya yang tadi di kecup oleh Alex.

Dihadapannya, Jihan melirik Alex yang tengah menatap botol alkohol yang berada diujung meja, baru saja tangan Alex ingin meraih botol itu, Jihan dengan cepat menariknya dan menyembunyikannya di belakang tubuhnya sambil menatap Alex dengan raut wajah tak percaya.

"Alex-- lo belum makan sama sekali. Masih mau minum?!"

"Gue haus."

"Kalo haus minum air mineral, bukan malah minum-minuman kayak gini.'

"Yaudah lo tolong ambilin, gue pusing."

Alex menyenderkan tubuhnya di sofa setelah mengatakan itu, kepalanya ikut merebah mendongak ke atas dengan mata terpejam sambil mengurut pelipisnya pelan.

Melihat Alex yang seperti itu, dengan cepat Jihan bangkit dari posisi duduknya menuju ke arah dapur untuk mengambil air putih dan memberikannya kepada Alex.

"Habisin, nanti abis ini makan bubur. Kayaknya aku beli di toko bawah aja biar cepet."

Jihan mengatakan itu sambil berlalu.

Namun baru saja dirinya ingin mengambil dompet di dalam tas sekolahnya, tubuh cewek itu mendadak terdiam saat mengingat jika tas sekolahnya tadi sengaja Jihan tinggalkan di dalam gudang sekolah.

Mata Jihan mengerjap sebentar sebelum melirik ke arah Alex yang juga tengah menatap dirinya dengan pandangan aneh.

"Alex maaf-- itu dompet gue di dalem tas sekolah, terus tasnya ketinggalan di sekolah."
"Boleh minjem uang lo dulu?"

Alex menahan kedutan dibibirnya melihat kegugupan Jihan saat meminta uang kepadanya.

Tak lama, Alex menggerakkan tangannya, merogoh celana jeansnya untuk mengambil dompet di dalam sana, lalu memberi dompet itu kepada Jihan dengan santai.

"Pegang aja." ucap Alex saat melihat Jihan kembali menyerahkan dompet itu kepada Alex, bermaksud agar Alex membukanya sendiri dan mengambil selembar uang disana untuk diberikan kepada Jihan.

"Butuh 20 ribu aja." Jihan masih tetap menyodorkan dompet itu ke hadapan Alex.

"Ga ada 20rb, lo pegang aja. Gue sekalian nitip martabak manis di samping toko bubur."

Jihan yang mendengar itu terdiam sebentar, sebelum akhirnya mengangguk. Dirinya kemudian menarik kembali uluran tangannya dan menyimpan dompet itu di dalam saku rok sekolahnya.

"Tunggu bentar ya." ucap Jihan, lalu menutup pintu apartment dan segera berlari menuju ke lantai bawah, tempat dimana para penjual biasanya berjualan disana.

Sesaat setelah Jihan pergi, wajah Alex seketika berubah menjadi datar.

Cowok itu menatap tak fokus ke arah depan saat mengingat kembali apa yang keluarganya ucapkan saat di pemakaman tadi.

"Setelah ini, kita berkumpul dan bawa pengacara mama untuk mengurus seluruh harta warisan. Jangan sampai sepeserpun jatuh ketangan orang yang salah." Saat mengatakan itu, dari samping Alex merasa kakak perempuan papa nya melirik ke arahnya dengan pandangan tak suka.

Lain hal dengan Alex, cowok itu terlihat tak menunjukkan ekspresi sediktpun, tak ingin peduli dan ikut campur dengan urusan orang-orang tolol itu.

Dirinya malah sibuk mengelusi papan nama oma nya.

Oma baru saja meninggal, kuburannya bahkan masih berada di depan hadapan mereka semua, tapi yang mereka sibukkan hanyalah tentang warisan.

"Udah saya telepon kak, mungkin 20 menit lagi pengacaranya sampai. Kabarin ke keluarga yang lain buat rapat di rumah mama."

Ibu tiri Alex, yang mana istri kedua papanya berbicara ke iparnya dengan lembut sambil matanya melirik-lirik Alex.

Terlihat wanita itu mengangguk puas, kakak dari ayah Alex lalu mengajak semua keluarga nya untuk menyudahi acara berduka dan segera berkumpul ke mansion utama untuk rapat harta warisan.

Alex yang masih duduk di samping makan oma nya terlihat tak berminta sedikitpun untuk berpartisipasi dalam urusan mereka.

Alex tak menbutuhkan mereka, dirinya bisa mencari uang sendiri dan menghidupi dirinya sendiri tanpa meminta bantuan orang lain terutama mereka.

Dirinya bisa dan mampu intuk hidup sendiri di dunia ini.

Saat Alex pikir semua keluarga-nya sudah pergi, tiba-tiba saja terdengar seorang wanita dari belakangnya.

"Alex, kamu ga ikut?"
Wanita itu, ibu tirinya berbicara sambil mengelus bahu Alex dari belakang.

Alex menengok kebelakang, lalu dengan kuat, dirinya menepis tangan itu.
"Udah gue bilang berapa kali jangan sentuh gue sialan."
Ucap Alex sambil menatap ibu tirinya dengan pandangan jijik dan tak suka.

"Alex... kamu masih marah sama yang kemarin?"

Alex tak menjawab ucapan wanita sinting itu.

"Maafin saya Alex, tapi saya bener-bener suka sama kamu. Saya berharap kamu bisa kembali ke rumah utama lagi."
Ucap ibu tirinya menatap sendu ke Alex.

Tak ada yang tau jika ibu tirinya menyimpan perasaan suka kepada Alex, hanya Alex yang mengetahui itu.

Ibu tirinya selalu bersikap baik jika hanya bedua bersama Alex, berbeda saat mereka tengah berkumpul bersama keluarga yang lain.

Hal inilah yang membuat Alex memutuskan untuk tinggal sendiri, cowok itu memutuskan untuk langsung keluar dari rumah utama tepat saat ibu tiri nya menyatakan perasaannya kepada dirinya dan hampir ingin melecehkannya.

Alex menghembuskan nafas berat. Di sandarkannya tubuhnya pada sofa.

Terlihat cowok itu mendongakkan kepalanya sambil menatap langit-langit ruangan. Tangan Alex lalu terangkat untuk memijit pelipisnya, sebelum memejamkan matanya lagi untuk kembali beristirahat sejenak.

___

2 Agustus 2023

Dear Alex, Count Me In [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang