Sepanjang perjalanan menuju ke tempat Jihan, Alex tak henti-hentinya mengumpat.
Wajah pria itu sudah dipenuhi dengan air mata, Alex benar-benar khawatir Sam akan melakukan hal gila kepada Jihan.
"Sial!" Umpat Alex lagi yang kesekian kali.
Alex menutup wajahnya dengan frustasi.
Perlahan terdengat isakan keluar dari mulut pria itu. Membuat Dion yang tengah menyetir, menatap kasihan ke arah Alex.
Dion yang paling mengetahui kisah hidup Alex.
Dirinya yang paling mengetahui se cemas apa Alex saat ini sampai Alex yang dikenalnya sebagai cowok paling kuat, menangis seperti ini.
Dirinya yang paling tau sebesar apa cinta Alex kepada Jihan, sampai-sampai Alex menangis dengan menyedihkan seperti ini.
Perlahan, mobil Dion berhenti di depan sebuah gang.
"Udah sampai, didepan sana masuk gang."
Ucap Dion cepat.
Alex mengusap wajahnya. Secepat kilat, dirinya membuka pintu mobil itu.
Dirinya langsung berlari ke arah titik yang ditunjukkan oleh gps diponselnya.
Sedangkan Dion, pria itu berjaga di dalam mobil jika sesuatu yang mendesak terjadi, dirinya bisa langusng menancap gas setelah Alex berhasil mengamankan Jihan untuk masuk kedalam mobil.
"Jihan jangan terluka."
Berkali-kali Alex merapalkan kalimat itu sambil air mata terus mengalir di pipinya.
Saat sudah berhadapan dengan sebuah pintu bangunan, dengan cepat Alex mendobrak pintu itu, tak ingin memakan waktu jika harus membuka kunci terlebuh dahulu dan menarik kenop pintu itu.
Saat pintu itu terbuka, Alex tiba-tiba membeku saat melihat tubuh Jihan tergeletak di atas lantai sana.
Dengan tubuh yang bergetar hebat, Alex mencoba mendekati Jihan.
Tangisnya kembali pecah saat melihat Jihan yang terlihat tak sadarkan diri di depannya, darah yang berasal dari dada Jihan mengucur keluar dari balik pakaian yang Jihan pakai.
Alex terduduk lemas di hadapan Jihan, dirinya tak bisa mengucapkan sepatah katapun.
Tubuhnya lemas, bibirnya kelu. Hanya air mata yang sedari tadi mengalir di wajahnya.
Mata Alex menatap kosong ke arah tubuh Jihan.
Perlahan tangannya bergerak untuk memeluk tubuh Jihan.
Baru saja tangannya ingjn menyentuh lengan Jihan. Tiba-tiba saja, Jihan bangkit. Perempuan itu langsung menjatuhkan tubuh Alex, lalu mengunci pergerakan tubuh Alex.
Kaki nya menekan tubuh Alex, sedangkan tangannya mencekik leher Alex yang saat ini berbaring dengan Jihan yang berada dia atas tubuh Alex.
Tatapan mata Jihan terlihat kosong. Air mata menggenang di pelupuk matanya.
Trauma Jihan kembali, dirinya sekarang terlihat seperti bukan Jihan. Pertahanan didalam tubuhnya membuat Jihan ingin melukai siapa saja yang ingin menyakitinya lagi.
Alex yang melihat Jihan seperti itu, menatap Jihan dengan getir. Begitu sesak dadanya melihat keadaan Jihan seperti ini.
"Jihan ini aku."
Ucap Alex lirih, mencoba menyadarkan Jihan.
"Ini aku, Alex."
Senyum pedih pria itu perlahan muncul.
Tangan Alex terangkat, untuk mengelus pipi Jihan sekalipun Jihan tengah berusaha membunuhnya sekarang.
Air mata kembali keluar dari pelupuk mata Alex, diusapnya rambut Jihan dengan sayang, berharap tatapan mata kosong itu segera hilang dari pandangan Alex.
Tak lama, tangan Jihan yang tengah mencekik lehernya terasa mengendur, perlahan matanya menatap wajah Alex. Kali ini benar-benar menatap Alex.
"Alex?"
Ucap Jihan dengan setengah tak sadar.
"Alex."
Jihan gelapan, nafasnya menburu saat tau orang yang ingin dibunuhnya adalah Alex.
"Sshh tenang, tenang."
Alex berbisik dengan lirih di telinga Jihan, lalu segera memeluk Jihan.
Isakan Jihan terdengar makin kuat setelah dirinya yakin jika orang dihadapannya ini benar Alex.
"Alex. Sam..."
"Sshhh. Aku tau, aku tau Jihan."
Ucap Alex dengan suara bergetar, mencoba menghentikan apa yang ingin Jihan katakan.
Alex mendongakkan kepalanya menahan isakannnya sendiri, tubuhnya seperti benar-benar merasa lega mengetahui Jihan ternyata masih hidup.
Pelukan tubuh Jihan makin erat memeluk Alex, dengan isakan yang terdengar semakin kencang.
"Alex. Kamu bilang untuk ga percaya sama siapapun."
"Jadi aku ambil rompi kamu dari lemari sebelum ketemu Sam."
Jelas Jihan panjang lebar dengan isakan yang masih terdengar kencang.
Sebelum bertemu dengan Sam tadi, Alex mendadak memberi tahu rahasia yang hanya Alex yang tau.
Pria itu memberi tahu kepada Jihan sebuah ruangan di apartment nya yang berisi peralatan senjata dan pertahanan diri.
Jika dulu Alex selalu menarih pistol itu di bawah bantalnya, kini Alex membuat ruangan khusus untuk itu.
Alex merasa trauma, setelah percobaan pembunuhan kepada oma nya itu.
Alex merasa dirinya harus terus merasa siaga jika ada seseorang yang ingin membunuhnya.
"Good girl. You're a good girl."
Alex akhinya tak bisa menyembunyikan tangisnya, dirinya mengelus rambut Jihan berkali-kali dengan tangan yang masih terlihat bergetar hebat.
"You're a good girl Jihan."
___
Dion memasang raut kaget saat melihat Alex tengah menggendong Jihan ala bridal style menuju ke arah mobil.
Yang membuat Dion kaget adalah noda darah yang tercetak pada sebagian dada Jihan, dan juga telapak tangan Alex.
Dengan cepat, Dion membuka pintu mobilnya untuk membantu Alex memasuki Jihan ke dalam mobil dengan aman.
"Jihan gapapa kan?"
Tanya Dion cemas, sambil membantu memasuki Jihan kekursi belakang penumpang.
Alex yang merasa sudah tak sanggup membuka mulutnya lagi hanya bisa mengangguk lemah.
"Hati-hati." Ucap Dion saat Alex ingin masuk dan menaiki mobil.
Tubuh Alex terlihat lemas, maka dari itu Dion menyuruhnya berhati-hati.
"Tahan sebentar, kita kerumah sakit terdekat."
Dion berkata sebelum melajukan mobil mereka dengan kecepatan penuh menuju ke rumah sakit terdekat.
___
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Alex, Count Me In [END]
General Fiction[Maaf, cerita ini tidak untuk diterbitkan🙏🏻] Jihan mengetuk pintu unit apartment Alex, cowok yang tinggal berhadapan dengan unit apartment Jihan. Pipi cewek itu terlihat lebam dengan air mata mengalir, namun herannya wajah cewek itu terlihat datar...
![Dear Alex, Count Me In [END]](https://img.wattpad.com/cover/329885529-64-k383491.jpg)