Persis seperti dugaanku, Iona dan Roos semakin dekat karena projek kelompok itu. Beberapa kali aku melihat mereka berdua berjalan bersama di sekolah, kembali mengobrol berdua. Roos benar-benar bertekad untuk membuat Iona tidak jatuh cinta padaku. Iona tidak lagi menghindar darinya, tidak lagi bersikap jutek pada Roos. Perlahan tapi pasti kehangatan Iona kembali ditunjukkannya pada Roos.
Aku melakukan apa yang aku bisa, walau akhir-akhir ini aku sadari bahwa semuanya sia-sia.
Aku bukanlah laki-laki yang Iona mau.
Aku bukanlah laki-laki yang ditakdirkan untuk menjadi pemenang di hati Iona.
Roos juga tampaknya sudah bisa berdamai dengan 'apa' dan 'siapa' serta kehidupan yang ia jalani hingga ia berani menunjukkan rasa suka juga kepada Iona.
Ah, tinggal menunggu waktu untuk mereka resmii berpacaran.
Dan saat itu terjadi, aku menjadi pecundang di tepian. Tepat sebagaimana aku mestinya berada.
Tapi sebelum itu terjadi, ada satu hal yang ingin aku lakukan.
Aku ingin-
"Pram, awas!"
BUK
Bola voli datang menghantam wajahku begitu cepat. Aku jatuh terhuyung.
Prittt ....
Pak Matthew meniup peluit panjang, menghentikan permainan sementara.
Teman-teman voliku mengerubungiku.
"Pram! Kamu gak apa-apa?" tanya Pak Matthew.
"Kak Pram, maafin aku!" seru Denis yang tadi melakukan servis ke arahku. Dia anggota klub voli yang paling muda di tim. Dia kelas delapan SMP. Ia menatapku dengan khawatir.
"Gak apa-apa," ucapku berusaha menangkannya yang terlihat panik. Aku bangkit. Kepalaku terasa pusing.
"Lo jangan ngelamun mulu," kata Bartha.
"Gue gak ngelamun," sangkalku.
"Kamu istirahat dulu di bangku," suruh Pak Matthew.
"Tapi pak-"
"Istirahat," tegas Pak Matthew.
Aku tidak bisa menolak.
Selama aku bermain voli tidak pernah aku mengalami hal begini. Aku selalu fokus. Saat di lapangan pikiran dan hatiku hanya tertuju pada satu objek: VOLI. Ah, aku memang harus cepat-cepat menyerah dari kompetisiku dengan Roos.
Satu petunjuk lagi dan aku akan menghentikan semuanya: perasaanku, ambisiku, rasa sukaku kepada Iona.
Aku berjanji.
》《
"Selamat ulang tahun, Pak Matthew!" sorak kami kompak begitu Pak Mathew usai meniup lilin.
Hari ini, aku dan teman-teman klub voliku ditraktir makan Pak Matthew di sebuah restoran barbekyu di mal tengah kota. Ulang tahun Pak Matthew selalu dirayakan dengan mentraktir kami semua. Ini sudah seperti agenda tahunannya. Acara ini juga pas untuk memperkuat hubungan rekan setim di luar lapangan. Juga untuk me-refreshing pikiran di sela-sela kesibukan kami yang biasanya terus latihan.
Pak Matthew memotong kue tar yang lilin berangka 50 tertancap di atasnya. Ia menyuapi sepotong kecil kue itu kepada Bu Nadin, istrinya, lantas kepada Michael. Pada tahun-tahun sebelumnya, Michael tidak pernah datang ke acara ulang tahun Pak Matthew. Tahun ini ia datang khusus karena mulai tahun depan ia sudah sibuk di pelatnas dan kemungkinan akan semakin jarang beremu ayahnya. Tidak, aku tidak bertanya padanya mengenai kedatangan Michael. Michael sendiri yang bercerita di awal acara sebagai sambutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever Silver ✔️
Fiksi Remaja[ semesta pertama ] Hidup telah menakdirkanku berada di posisi kedua sejak aku dilahirkan di dunia ini. Aku berpikir bahwa sekeras apapun aku berjuang, tempatku adalah di posisi kedua. Setinggi apapun langit, masih ada langit di atasnya yang jauh l...