"Soal foto itu ...."
Roos menggantung sebentar.
Aku dan Iona sama-sama paham foto mana yang dimaksud Roos. Itu foto Roos dan Jenar yang ciuman.
"Itu beneran, tapi udah lama."
Iona tidak bereaksi.
"Gue sama Jenar gak ada apa-apa tapi. Gue gak ada perasaan sama dia, dia cuma mengada-ada aja. Gue gak pernah menganggap dia spesial. Dia bukan siapa-siapa gue. Dia ..."
"Roos." Iona memotong ucapan Roos.
"Ya?"
Terlihat jelas bila Roos menyesal dan jujur dengan ucapannya.
"Lo gak perlu jelasin ini semua ke gue, Roos. Gue bukan siapa-siapa lo dan lo bukan siapa-siapa gue. Gue ... cuma suka sama lo. Dengan lo begini, lo bikin gue berharap sedikit lagi. Seolah gue orang yang penting di hidup lo sampai lo jelasin ini, padahal kenyatannya enggak." Aku menyadari Iona menggenggam erat ujung bukunya. "Lo gak suka, 'kan, sama gue, Roos? Gak apa-apa, gue lagi belajar menerima itu. Itu hak lo buat punya hubungan sama cewek mana pun. Stop, Roos. Berhenti bersikap baik dan jahat di saat bersamaan. Gue bingung."
"Hahahaha!" Tawa Roos pecah.
Apa yang ia tertawakan?
Aku dan Iona heran.
"Iya, juga, ya! Ngapain gue repot-repot jelasin itu semua ke lo? Buat apa?" Roos beranjak berdiri. Ia pergi meninggalkan kami berdua tanpa berkata lagi.
Rasanya seperti deja vu dengan kejadian ini. Saat aku datang ke perpus untuk memberikan Iona komik yang ia mau pinjam dariku. Waktu itu Roos yang duduk di dekat Iona dan aku yang pergi meninggalkan mereka dengan perasaan sadar diri. Kini posisinya bertukar, aku yang duduk di dekat Iona dan Roos yang pergi dengan wajah masam.
Iona mengembuskan napas lega begitu Roos benar-benar pergi. Sepanjang Roos ada, tubuhnya tegang, wajahnya tak berekspresi karena ia menahan segala emosi yang bercampur aduk sejak kedatangan Roos. Aku turut menyadari, binar di mata Iona saat memandang Roos tadi, sudah meredup. Ada namun tidak bercahaya seperti dulu.
"Gue percaya sama lo soal ini." Iona berkata.
Aku mengangguk, paham maksudnya. Ia percaya padaku tentang rahasianya yang lain: Iona menyukai Roos. Sebelum Iona menyatakan cinta pada Roos, sebelum Jafar dan Laura memberitahuku, jauh sebelum itu aku telah menyadari rasa suka Iona pada Roos.
》《
Pertandingan berakhir seri antara tim klub voliku dan tim klub voli Michael Kasep. Hasilnya imbang. Kami semua bersalaman seusai pertandingan. Pak Matthew yang mengundang klub voli Michael untuk bertanding dengan klub voli kami. Selain untuk mempelajari kelebihan dan strategi dari tim lain, Pak Matthew ingin menilai kelebihan dan kekuranganku dibandingkan Michael, anaknya sendiri. Walaupun Michael adalah anaknya, Pak Matthew tidak pernah menjadi pelatih atau memihak di tim Michael. Belakangan aku ketahui alasannya adalah supaya ia bisa mengalahkan Michael. Ia tidak mengalahkannya secara langsung, melainkan menggunakan "pion". Aku salah satu pionnya. Pion terkuatnya. Aku yang paling berpotensi mengalahkan Michael karena peringkatku berada satu tingkat di bawahnya.
Aku mengetahuinya dari Pak Matthew langsung. Aku tidak merasa keberatan. Sebab ambisi Pak Matthew pun sejalan dengan ambisiku. Meskipun begitu, hubungan Pak Matthew dan Michael di luar lapangan tetap berjalan normal sebagaimana ayah dan anak pada biasanya. Aku dan Michael juga lumayan berhubungan baik. Selepas pertandingan terakhir kami di babak penyisihan menuju nasional itu, kami semakin sering berinteraksi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever Silver ✔️
Teen Fiction[ semesta pertama ] Hidup telah menakdirkanku berada di posisi kedua sejak aku dilahirkan di dunia ini. Aku berpikir bahwa sekeras apapun aku berjuang, tempatku adalah di posisi kedua. Setinggi apapun langit, masih ada langit di atasnya yang jauh l...