18: Langkah Mundur

18 10 0
                                    

Suasana kelas menjadi ribut seusai Pak Fatah, guru agama, meninggalkan ruangan usai bel pergantian jam pelajaran berdering. Asa, wakil ketua kelas, berusaha menyuruh anak-anak k, kelas untuk diam namun tetap saja kelas masih berisik. Beberapa anak bahkan ada yang keluar kelas dan Asa mencegah mereka, namun tetap saja dihiraukan. Mereka terus berjalan keluar kelas tanpa mempedulikan Asa yang nampak lelah mengatur kelas. Sudah tiga hari Jafar masih belum masuk karena masih banyak yang harus diurusnya seusai kepergian ibunya. Jadilah Asa, perempuan yang lembut tetapi berprinsip, yang menggantikan Jafar untuk mengurus kelas. Aku berusaha membantunya dengan tetap diam di bangku, sibuk memperhatikan orang-orang dalam sepi.

Anak-anak yang tadi keluar kelas tiba-tiba berlarian masuk ke dalam kelas. Wajah mereka panik membuat anak-anak di dalam kelas kebingungan. Kemudian, alasan mereka panik pun ikut masuk ke dalam kelas tidak lama setelahnya.

Itu dia Pak Jarwo, guru olahraga kami. Ia berbadan gempal dengan otot tangan yang tercetak jelas di kaus olahraga yang ia pakai. Wajahnya terlihat garang dengan alis yang selalu mengkerut dan matanya yang tajam membuat ia ditakuti banyak murid di sekolah. Bahkan ia lebih seram dibanding guru BK yang sering melakukan razia di sekolah.

Pak Jarwo duduk di kursi guru. Seisi kelas langsung senyap seketika.

"Ini harusnya jam Bu Meli, tapi beliau minta tukar karena ada urusan. Sekarang kalian ganti baju," perintahnya sembari beranjak berdiri. "Sepuluh menit saya tunggu di lapangan." Ia berjalan keluar kelas.

Kelas langsung ricuh kembali beberapa detik usai Pak Jarwo meninggalkan ruangan.

"Hari ini yang cewek ganti baju di kelas!" seru Zahra, mengundang perhatian semua anak.

"LAH, GAK MAU!" balas Taiga dengan suara yang lantang. "Lo cewek-cewek lama ganti bajunya!"

"Dih, kek lo pada gak lama aja!?" balas Zahra tidak mau kalah.

Aku terkekeh sedikit menyaksikan mereka berdua.

Zahra dan Taiga, laki-laki dan perempuan di kelas yang sering bertengkar serta adu mulut. Zahra itu gampang marah, sementara Taiga jahil. Seringkali Taiga menjahili Zahra atau dengan sengaja menyanggah pendapat Zahra hanya untuk membuatnya kesal. Sudah menjadi rahasia umum di antara anak laki-laki kelasku bahwa Taiga menyukai Zahra. Sebenarnya Taiga cuma jahil dan iseng pada Zahra, tidak kepada anak perempuan lain di kelas. Ia melakukan itu semua untuk cari perhatian pada Zahra. Tetapi Zahra tidak kunjung peka, atau memilih untuk tidak peka dengan perasaan Taiga. Karena sudah menjadi rahasia umum(juga) di antara anak laki-laki kelasku bila Zahra menyukaiku.

Menurutku Taiga dan Zahra itu cocok. Walaupun sering marah karena dijahili Taiga, Zahra tidak pernah benar-benar marah pada Taiga. Terkadang mereka pun suka bercanda berdua. Zahra mau mengajari Taiga bagian matematika yang sulit. Sebagai gantinya, Taiga akan membelikan Zahra jajanan di kantin. Mereka tidak menyadarinya, tetapi sebenarnya mereka berdua sangat dekat.

Pernah aku melihat Taiga menonton video klip boyband Korea favorit Zahra, EXO. Ia serius sekali menontonnya, mungkin sambil menghafal nama dan wajah membernya. Cinta memang bisa membuat kita melakukan apa saja. Semoga saja Zahra cepat menyadari bahwa Taiga lebih pantas untuknya, bukan aku.

"Udah, kita ngalah aja," ucap Roy, menengahi mereka berdua.

"Iya, iya," ucap Taiga ogah-ogahan.

Anak perempuan bersorak kegirangan.

Jam olahraga kelasku berada pada pukul dua siang, masa saat matahari sedang terik-teriknya. Kegiatan kali ini adalah pengambilan nilai silat. Delapan gerakan yang sudah diajarkan minggu kemarin, dipraktikan hari ini perorangan. Seusai melakukan pemanasan, satu persatu nama dipanggil sesuai urutan absen. Yang lain menunggu di pinggir lapangan. Aku bisa bersantai karena urutan abjad namaku berada di menuju akhir.

Forever Silver ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang