Aku mempercayakan hidupku saat ini pada Iona sebagaimana ia mempercayaiku untuk menyimpan rahasia-rahasianya.
Sementara Jenar memulai permainan kematiannya, aku diam memperhatikan keadaan sekitar. Berusaha menemukan celah untuk kabur jikalau situasi bertambah buruk. Sayangnya tidak satu pun ada celah yang bisa aku lihat saat ini. Tidak ada 'lampu sorot' yang menunjukkanku celah seperti acap kali aku hendak mencetak skor melalui serve-ku. Semuanya terlihat buntu.
Jenar mengocok kartu, lalu meletakkan tiga buah kartu di atas meja secara terbalik. Ia menyuruh Iona mengambil salah satu kartu itu.
Dua penjaga itu tidak lagi mengapit Iona. Iona berjalan, memandangi ketiga kartu itu. Ia menekuk dagunya. Bom yang terpasang di tubuhnya sisa 20 menit lagi. Iona tampak berpikir keras. Ini merupakan taruhan. Salah pilih, tiga nyawa kami bayarannya.
Bibirku berkomat-kamit, memanjatkan doa supaya Iona memilih pilihan yang paling tepat.
Iona menunjuk kartu yang ada di tengah.
Keringat mengalir dari pelipisku.
Jenar mengambil kartu yang Iona tunjuk. Ia membacanya, raut wajahnya berubah masam. Wajah Iona berbinar. Itu berarti Iona memilih kartu yang tepat.
"Renggangin ikatan rantainya," suruh Jenar pada seorang penjaga yang berada di dekatku.
Ah, jadi itu yang Iona pilih.
Iona menoleh ke arahku. Ia tersenyum lebar. Aku mengangguk padanya. Ini merupakan awal yang bagus. Kulirik Roos, ia juga tampak lega. Di antara kami bertiga, pasti Roos yang paling merasa tertekan dengan ini semua. Bisa kapan saja ia menerima suntikan itu. Aku tidak tahu apakah yang dikatakan Jenar itu sungguhan? Memang ada serum kejujuran yang digunakan tentara Nazi pada zaman Perang Dunia 2 dulu, tetapi serum yang katanya bisa membuat seseorang lupa jati diri serta mengikuti perkataan orang yang memberikannya? Aku baru mendengarnya. Jika itu sungguhan ada, itu merupakan sesuatu yang sangat gila. Apalagi bila dijadikan bisnis yang bisa bebas beredar.
Usai ikatan rantai itu direnggangkan, aku merasa sedikit lebih baik. Aku bisa bernapas lebih bebas. Tangan dan kakiku bisa digerakkan walaupun tidak banyak. Aku harap seterusnya Iona memilih pilihan yang benar.
"Hoki pemula," cibir Jenar sambil meletakkan tiga kartu baru di atas meja.
"Asal lo tau aja, tangan gue selalu wangi tiap main gacha¹," ucap Iona. Ia termenung sejenak sambil menatap tiga kartu itu.
Waktu di bom tersisa 15 menit lagi.
Iona menunjuk kartu yang berada di kanan. Jenar membaca kartu yang Iona pilih. Wajahnya lebih masam dari sebelumnya. Ini pertanda baik artinya. Jenar melempar kartu itu seraya memerintahkan penjaga yang berada di dekat Iona untuk menambah waktu di bom yang terpasang di tubuh Iona.
Waktu di bom bertambah, menjadi sisa 20 menit lagi.
Aku tidak kuasa menahan senyumanku. Ini memberikan kami sedikit harapan, setidaknya.
Jenar mengocok kartu lagi, kali ini sedikit lebih lama. Ia meletakkan tiga kartu di atas meja secara terbalik.
Iona termenung sebentar. Menatap dengan serius tiga kartu itu. Ketika pilihannya sudah mantap, ia menunjuk pada kartu yang ada di tengah.
Jenar mengambil kartu yang ditunjuk Iona. Wajahnya bukan berubah masam lagi, ia tampak sangat marah. Kartu itu dilemparnya begitu saja. "Tangkap dia! Ubah waktunya jadi sisa tiga menit!" suruhnya pada dua penjaga yang ada di dekat Iona.
Aku terkesiap. Aku yakin apa yang diperintahkan Jenar berkebalikan dengan yang tertulis di kartu itu. Iona memilih pilihan yang tepat lagi dan itu membuat Jenar murka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever Silver ✔️
Ficção Adolescente[ semesta pertama ] Hidup telah menakdirkanku berada di posisi kedua sejak aku dilahirkan di dunia ini. Aku berpikir bahwa sekeras apapun aku berjuang, tempatku adalah di posisi kedua. Setinggi apapun langit, masih ada langit di atasnya yang jauh l...