Pertemuan pertamaku dengan Iona di SMA tidak seperti kisah-kisah romantis kebanyakan. Biasanya kisah romantis bermula dari pandangan pertama, saling tabrak, karena menolong, atau bahkan marahan yang berujung jatuh cinta satu sama lain. Pertemuan pertamaku dengan Iona bahkan tidak bisa disebut 'pertemuan' sebab kami tidak saling berhadapan dan bertatap. Sejak awal, aku selalu menjadi pengagumnya dari jauh dan ia yang selalu muncul bagaikan bintang di mana pun ia berada.
Kala itu, hari pertama MPLS di jam istirahat siang. Aku berada di sudut kantin menikmati makananku sembari memperhatikan orang-orang.
"Ah, gimana, sih, lo! Gak becus amat!" Suara gebrakan meja itu mengagetkan seisi kantin. Suara itu berasal dari meja yang tidak jauh dari sebelahku. Tampak di sana terdapat beberapa anak OSIS laki-laki yang duduk di meja itu. Mereka memakai almet OSIS berwarna biru.
Seorang gadis yang mengenakan seragam putih biru serta pita di kunciran rambutnya berdiri penuh gemetar. Kepalanya tertunduk. Ia yang barusan dibentak oleh salah seorang anak OSIS itu.
"Lo cuma dikasih satu tugas aja gak bisa. Gimana nanti lo ngerjain tugas sekolah!" timpal anak OSIS lainnya.
"Cepet ganti soto ini sesuai permintaan gue. Sekarang. Gak pake lama," perintah laki-laki yang membentak gadis itu tadi.
Gadis itu membawa kembali mangkuk soto yang baru saja ia berikan. Ia kembali mengantre di depan penjual soto.
Orang-orang yang berada di kantin tanpa sadar memperhatikan mereka; anggota OSIS itu dan gadis malang tadi. Menyadari orang-orang masih memperhatikan mereka, salah seorang laki-laki itu melotot ke arah mereka seraya berkata ketus, "apa liat-liat!? Lo mau kita suruh juga kayak si cupu itu!?"
Ketika situasi kembali menjadi tenang, aku melanjutkan menikmati makananku yang tinggal sedikit. Suasana tampak normal sampai tidak lama kemudian, gadis malang itu kembali bersama seorang gadis lainnya. Mangkuk soto berada di tangan gadis lainnya. Mereka berdua kembali ke meja anak-anak OSIS itu.
"Cepet banget? Itu masih ngantre panjang, lho," sindir anak OSIS yang membentak tadi.
Memang benar, antrean di penjual soto masih panjang dan cuma 2 menit gadis itu sudah kembali lagi ke meja.
"Oh, iya, Kak. Soalnya ..." Soto itu tumpah ke pakaian anak OSIS yang membentak itu. Almet dan seragam yang dipakai anak OSIS itu semuanya berubah menjadi warna kuning khas soto. "Ah, aduh ... maaf, Kak, saya sengaja," ucap teman gadis malang itu yang secara sengaja menyiramkan kuah soto ke pakaian anak OSIS yang membentak gadis malang itu.
Semua orang yang ada di kantin terkesiap atas tindakan tidak terduga gadis itu. Termasuk diriku. Aku terperangah menyaksikannya.
Anak OSIS itu berdiri. Mukanya merah padam menahan amarah. "Lo! Maksud lo apa kayak gini, Tolol!?" bentak anak OSIS itu. Ia murka.
"Maksud kakak juga apa nyuruh-nyuruh temen saya gitu? OSIS harusnya punya anggota yang mengayomi, bukan menghakimi kayak kakak-kakak semua," kilah gadis itu sembari menunjuk satu persatu anak OSIS yang ada di meja itu.
"Tsk, cewek bajingan. Kalo lo bukan cewek, udah gue hajar lo!" ancam anak OSIS itu.
"Gak perlu nahan diri, Kak. Silakan." Gadis itu menunjuk pipinya sendiri. Memprovokasi anak OSIS yang emosinya sudah semakin dipuncak.
"Udah, udah. Ayo ganti baju lo," ajak anak OSIS yang lainnya. Gerombolan OSIS itu pun pergi meninggalkan kantin.
Usai istirahat, berita itu dengan cepat menyebar ke semua orang. Gadis itu langsung menjadi pembicaraan orang-orang. Di hari itu aku melihat gadis pemberani itu untuk kali pertama. Keberaniannya membekas di ingatanku hingga tanpa aku sadari, aku turut mengingat namanya: Iona Najmi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever Silver ✔️
Novela Juvenil[ semesta pertama ] Hidup telah menakdirkanku berada di posisi kedua sejak aku dilahirkan di dunia ini. Aku berpikir bahwa sekeras apapun aku berjuang, tempatku adalah di posisi kedua. Setinggi apapun langit, masih ada langit di atasnya yang jauh l...