Part 14

1.3K 180 18
                                    

Sekarang Pras dan Diana sudah duduk berhadapan di sebuah cafe. Mereka memilih duduk di meja pojok di luar café sambil menikmati pemandangan danau yang ada di sana.

"Mengapa mas Pras tidak keberatan?"

"Menurutmu apakah mereka mau mendengarkan, lihat saja begitu bersemangatnya mereka."

"Tapi apakah bisa hanya dalam waktu dua bulan mempersiapkan semuanya?"

"Aku tidak pernah meragukan kemampuan mereka, terutama mami yang kelihatannya memang sudah tidak sabar untuk menjadikan kamu menantunya. Katakan, apa yang membuat kamu ragu?"

"Apakah setelah menikah aku akan hamil? Bagaimana aku bisa melanjutkan sekolahku jika aku hamil?"

Pras tertawa, "Kita memang akan menikah dan setelahnya yang berbeda dari hubungan kita adalah status bertunangan menjadi status suami istri. Soal hamil itu bisa diatur dan aku janji tidak akan mengambil hakku jika kamu tidak mengijinkannya."

Melihat tatapan malu Diana, Pras tertawa, "Aku sudah resmi menjadi calon suamimu dan kamu sudah 18 tahun, sudah dewasa jadi tidak perlu malu untuk membicarakan tentang hal itu."

"Lalu jika bukan untuk itu, mengapa mas Pras mau saja menyetujui pernikahan kita dipercepat?"

"Selama 18 tahun mereka menunggu untuk bisa memenuhi wasiat kedua eyang kita, sekarang disaat kita berdua menyatakan tidak keberatan, menurutmu apakah mereka ingin menunda lebih lama lagi?"

Diana menggeleng, "Tapi tetap saja aku merasa tidak nyaman."

"Katakan, apa yang membuat kamu tidak nyaman?"

"Apakah pernikahan kita nanti hanya status seperti pertunangan kita selama 18 tahun?"

Pras tersenyum, dia tidak menyangka jika keraguan Diana soal pernikahan mereka lebih pada masalah status.

"Aku katakan padamu jika pernikahan ini bukan hanya status yang disahkan dalam selembar kertas karena untuk memenuhi wasiat kedua eyang kita, tapi aku menyetujui pernikahan ini karena memang aku menginginkannya, aku hanya ingin menikah satu kali dalam hidupku dan kamu adalah wanita yang kupilih untuk menemaniku di sisa usiaku. Jadi aku ingin jangan pernah berpikir jika pernikahan ini hanya status atau hanya perjanjian di atas kertas, kita menikah secara agama dan itu adalah pernikahan sakral dan sah."

Diana diam, dia hanya memandang pria di hadapannya, janji yang diucapkan Pras membuat hatinya bergetar, dia memang tidak keberatan menikah karena harus memenuhi wasiat eyang mereka, tetapi melihat kesungguhan pria di hadapannya, Diana rasanya tidak akan sanggup lagi untuk menentang.

"Tapi setelah menikah kita akan kembali tinggal terpisah."

"Kamu ingin kita tinggal bersama? Aku bisa mengaturnya." Diana mengangguk tapi kemudian menggeleng dengan wajah merona.

"Jadi mana yang benar? Ya atau tidak?" Tanya Pras yang tentu saja tahu apa yang ada di benak calon istrinya sampai membuat wajahnya merona.

Diana memilih tidak menjawab, dia menyedot minumannya untuk menenangkan pikirannya yang entah mengapa tahu-tahu berpikir tentang tidur bersama dengan saling berpelukan.

Pras tertawa, "Aku akan mengatur pekerjaanku supaya bisa kukerjakan dari sini, jika kamu memang ingin kita tinggal bersama setelah menikah. Kita bisa menyewa apartement atau kamu tetap tinggal di rumah orangtuamu, aku tidak akan melarangnya."

Diana menggeleng, "Itu akan merepotkan mas Pras. Kurasa walau terpisah jarak dan ada perbedaan waktu, kita akan bisa tetap saling berhubungan melalui pesan , panggilan telepon dan panggilan video. Walau aku tidak sepenuhnya mengerti pekerjaan mas Pras tapi aku yakin mas Pras juga tidak mungkin memindahkan kantor mas Pras kemari, itu akan menyulitkan bukan hanya karyawan mas Pras tapi juga keluarga mereka. Ditambah lagi ini hanya sementara, sampai aku lulus sekolah aku juga harus ikut dan tinggal di sana dengan mas Pras mengingat kewarganegaraan mas Pras."

Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang