04. Keluarga Cemara

9 5 0
                                    

Zyra diundang oleh Tante Linda yang mengadakan makan-makan bersama dengan keluarga kecilnya. Yah sebagai tetangga dekatnya Zyra berkunjung dikediaman keluarga baru ini, sebagai tata krama yang baik sih.

Keluarga utuh, bercanda tawa, serta senyuman-senyuman juga melengkapi makan malam di hari ini. Zyra melihat keluarga kecil Gevan hanya tersenyum kecut. Apakah itu yang di namakan keluarga cemara?

"Kak Zyra, aaa..." suara anak kecil itu membuat Zyra tersadar dari lamunannya.

"Eh?" bingung Zyra melihat anak itu menyodorkan kue untuknya.

"Kok eh? Ayo buka mulutnya, biar Nana suapin." terus mengajukan kuenya.

"Udah makan aja, kalau nggak tu bocil bakalan ngereog." ledek Gevan.

Zyra menatap sekelilingnya, mereka hanya terkekeh geli ketika Gevan melontarkan kata-kata yang membuat jengkel bocah berumur enam tahun itu. Zyra yang tak tau harus apa, akhirnya membuka mulut dan menerima suapan dari Nana—adik Gevan.

"Kak Zyra itu harus makan banyak, biar cepet besar kayak Nana." ucapnya sambil memamerkan otot lengannya.

Zyra menanggapi dengan senyum. Kenyataannya memang tubuh Zyra kurus dibandingkan dengan tubuh Nana yang agak gendut. Zyra itu di ibaratkan tulang dan kulit saja.

Dengan tiba-tiba, Gevan mencubit pipi gembul milik Nana. "Aw aw aw sakit bodoh!" rintih Nana kesakitan.

"Anna... siapa yang ngajarin kamu bilang begitu?" tegur Linda selaku mamanya.

Nana menunjuk Gevan dan berkata, "Abang Ma." Linda melotot ke arah Gevan.

"Loh.. loh.. bukan aku kok Ma. Heh bocil jangan nuduh sembarangan ya!"

"Tapi waktu itu, abang bilang begitu!" balas Nana tak mau kalah.

"Kapan? Nggak pernah tuh." bantah Gevan.

"Baru kemarin, masa lupa sih." peringat Nana.

"Udah jangan bertengkar, nggak baik. Kalian juga nggak malu ada Zyra tuh." lerai Fariz selaku papa mereka berdua.

"Iya Pa, maaf." serentak Gevan dan Nana.

Zyra menatap kosong, di dalam hati kecilnya, dia iri dengan keluarga Gevan. Keluarga itu amat harmonis dengan dibumbu-bumbui pertengkaran kecil antara abang dan adik.

"Jadi kamu ternyata sekelas sama Gevan?" tanya Linda kepada Zyra.

"Iya lah Ma, kita emang seharusnya sekelas kan jo—"

Linda langsung memotong dengan sinis ke arah Gevan. "Mama tanya Zyra bukan kamu Van."

"Iya tante, kita...satu kelas." jawab Zyra dengan sopan.

"Ah iya-iya, dia disekolah nggak macem-macem kan?" lanjut Linda sambil menunjuk Gevan.

Zyra melirik Gevan sekilas, cowok itu sudah senyum-senyum sendiri. "Nggak kok." balas Zyra.

Sebenarnya di hati dia ingin mengatakan. "Dia selalu ganggu saya tante!"

Tapi kebetulan Fariz menimpali inti kalimat tersebut. "Kalau dia ganggu kamu, jewer aja telinganya saja."

"Hahaha iya om." Zyra menanggapi dengan tertawa garing.

"Papa mah gitu. Asal Papa tau ya, Gevan selalu baik. Mana ada gangguin Zyra kan?" lalu menatap Zyra agar cewek itu menjawab.

"Nggak." jujur Zyra yang mengingat seharian ini dia merasa terganggu.

Ketiga orang itu—Fariz, Linda, Nana tertawa saat melihat muka Gevan yang ternistakan.

***

Pintu putih terbuka lebar. "Aku pulang..." gumamnya yang tentunya tak ada sahutan dari dalam rumah.

Kakinya menuju ke dalam bangunan yang cukup besar jika hanya ditinggali dua orang. Sepi, seperti tak ada kehidupan.

Zyra membuka pintu kamarnya. Merebahkan diri dengan hati-hati, mengingat punggungnya yang penuh memar. Dirinya mulai memejamkan matanya, berharap malam ini bisa tidur nyenyak.

"Kamu merepotkan!" kata orang itu lalu menghilang begitu saja.

"Tidak. Kumohon, jangan, jangan tinggalkan akuuuu..." isaknya yang kini diruangan gelap. Amat dingin, dan sendirian.

"Kumohon, aku berjanji tidak nakal lagi, aku akan belajar lebih giat lagi, aku berjanji hiks... hiks... kumohon kembali, aku tak mau sendiri... jangan buang aku..." sambil memeluk dirinya sendiri.

Deg! lagi dan lagi. Kenapa selalu ini yang muncul sih? Berapa lama lagi mimpi ini terus terulang? Satu malam? Dua malam? Tiga malam?

Atau.. seumur hidupnya? Akh Zyra membenci dirinya sendiri yang tak bisa tidur nyenyak. Dia bangkit dari kasur, kemudian menyalakan lampu dan mulai membaca buku-buku yang ada di meja belajarnya. Sungguh malam hari yang rumit.

*

Flashback

"Ayah, kita mau kemana? kenapa bunda tidak ikut?" tanya bocah yang menginjak usia lima tahun.

Seseorang yang di panggil ‘ayah’ tak menghiraukan suara-suara kecil di sebelahnya, dia fokus ke depan dan mengendarai mobilnya.

"Ayah? apa ayah masih malahan sama bunda? kenapa ayah selalu malah sama bunda? kenapa kalian tidak belbaikan? ayah kenapa? kenapa?" celotehan Zyra membuat orang disampingnya naik pitam.

"Kamu bisa diam tidak hah!?"

Zyra yang di bentak langsung mengalirkan air matanya. "A-ku hanya beltanya. Hiks...kenapa ayah malah kepadaku. Aku mau belsama bunda saja! huaaaa... bunda..."

Yuda memberhentikan mobilnya. Dia tak fokus jika gadis kecil disampingnya terus merengek.

Dengan nada dingin Yuda berucap, "Sudahku bilang bisa diam tidak? bundamu itu tak becus menjaga kamu! dia tak pernah sayang kepadamu! dia membuangmu! jadi jika kamu tak mau diturunkan disini, lebih baik diam dan duduk saja!"

Zyra yang masih kecil itu ketakutan, pikirannya kemana-kemana. Apa lagi saat ayahnya mengucapkan di ‘buang’. Hey anak kecil mana yang tidak ketakutan akan hal itu?

Yuda menyuruhnya untuk berhenti menangis, tapi mana mungkin Zyra bisa. Tangan sedingin es itu membekap mulutnya rapat-rapat dengan bertujuan untuk meredam suara isakan kecilnya. Dia tak mau di buang kedua kalinya.

Bagiamana jika dia dibuang lalu sendirian dijalanan? Dia takut, takut sekali.

"Turun." Perintah Yuda—selaku ayahnya.

"Jangan ayah, aku sudah tidak menangis. tolong jangan buang aku, kumohon jangan..." mohon Zyra dengan berusaha menahan air matanya.

"Turun. Kalau kau menurut, aku tak akan membuangmu." ucap Yuda dengan penuh penekanan.

Zyra langsung menurut, dia keluar dari mobilnya, lalu seketika dirinya terkesima dengan bangunan yang didepannya, dan melupakan sejenak apa yang barusan terjadi. Dirinya berbinar-binar melihat rumah yang cukup besar dan mewah.

"Masuk. Sekarang kita tinggal disini. Rumah kita." Singkat Yuda.

" Uwahh lumahnya gede banget. Asyik punya lumah gede!!!" Girang Zyra sambil memasuki rumah itu.

Dia tidak tau saja, jika hari-harinya akan berubah dalam sekejap.

Flashback end

***

Not Alone Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang