Apakah kalian bisa menilai sesuatu mengenai diri sendiri? Terlebih, sesuatu yang sering di pertanyakan. Seperti, Zyra yang sering menanyakan tentang ‘kesempurnaan’.
Pikiran Zyra melayang-layang. Sempurna, sempurna dan sempurna, tiap malam dia memikirkan hal itu.
Seperti apa kesempurnaan itu?
Haruskah aku sempurna?
Bagaimana cara aku sempurna?
Mengapa hidupku harus sempurna?Ayahnya itu terobsesi dengan kesempurnaan, Zyra adalah anak satu-satunya yang dituntut menjadi sempurna mungkin. Sedangkan keluarganya saja tidak sempurna. Cih pikiran ini membuat Zyra pusing.
Pernah suatu hari, Zyra membantah perintah Yuda dengan mengatakan ‘keluarga tak sempurna’ sebagai tameng. Bukannya ayahnya sadar, justru semakin mengamuk. Sungguh, kini Zyra hanya bisa menurut dan menurut agar tak dibuang ayahnya. Dia tak mau di buang kedua kalinya. Pokoknya yang Zyra lakukan hanya harus sempurna kan? Mungkin tidak sulit, mungkin.
"Ayah, sudah pulang?" senyum Zyra mengambang, walupun dia agak takut.
"Hm." jawab Yuda lalu melengos pergi.
"Ayah sudah makan? Zyra sudah masakin kesukaan ayah loh, ayo makan bersama." ucap Zyra sambil membuntuti ayahnya.
"Kamu tau, aku lelah dan ingin beristirahat. Berhenti mengikuti ku."
Kaki Zyra berhenti, lalu mengangguk. "Baiklah, selamat malam ayah."
Kejadian seperti ini sudah biasa atau bisa disebut setiap kali menanyakan perihal itu selalu ditolak ayahnya. Walaupun seperti itu Zyra memaklumi, ayahnya lelah setelah pulang berkerja.
"Selamat makan." gumam Zyra di meja makan. Sendirian.
***
Tangan Zyra menyodorkan sesuatu ke arah Gevan yang kemudian diterima dengan senang hati.
"Makasih," kata Zyra dengan tulus.
"Sama-sama." balas Gevan dengan tersenyum manis. Dengan cepat, Gevan memakai hoodie yang baru saja dikembalikan Zyra.
"Ayo naik," ajak Gevan
Dengan malas dan terpaksa Zyra menaiki motor itu. Hari ini dia mengerjakan tugas kelompok. Kali ini Gevan berinisiatif untuk mengajak (memaksa) Zyra agar tidak mengerjakan sendiri.
"Udah?" Gevan memastikan Zyra di belakangnya.
"Ya." singkat Zyra.
"Ya udah turun," canda Gevan. Tapi dengan ancang-ancang Zyra ingin turun dari motor Gevan.
"Eh eh jangan turun, gue bercanda elah!" panik Gevan melihat Zyra yang hendak turun.
Tak ada respon dari Zyra, akhirnya Gevan melaju ke rumah temannya. Beberapa kemudian mereka sampai. Semuanya sudah menunggu kehadiran Gevan dan Zyra.
"Lama amat sih lo, kemana aja? mentang-mentang lo berdua ye," cibir Yohan.
"Keliling dunia," sahut Gevan dengan santai.
Mata Yohan melirik ke samping arah Gevan, seketika matanya melotot. "Eh Zyra, masuk-masuk." kata Yohan dengan raut naber (nahan berak).
Kelompok beranggotakan 6 orang. Gevan, Zyra, Yohan, Salma, Brayn, dan Emy.
Semuanya mematung, melihat Zyra datang. Pasalnya, saat ada tugas yang harus di lakukan bersama, Zyra tak pernah mau di ajak berkerja sama. Pasti dia akan mengerjakan sendiri, walupun dia memiliki kelompok.
Dia bisa kok melakukannya sendiri tanpa bantuan orang, dan dia juga harus mengerjakan sesempurna mungkin.
Emy yang memang sekomplotan dengan Maudy, dengan lincah dia memotret Zyra yang di sedang di samping Gevan, mengingat dirinya memang sekelas. Lalu mengirimkan ke pada Maudy, guna memanas-manasi.
Sungguh dunia sesempit itu, Zyra saja ogah dekat-dekat dengan Emy sang pengikut nenek sihir (Maudy).
"Biar gue yang mengerjakan, kalian nggak usah." Zyra berucap tiba-tiba.
"Dih sombong, mentang-mentang pinter situ?" sinis Emy yang tak di tanggapi oleh Zyra.
"Emang lo bisa? yaudah deh nggak papa." balas Yohan kesenangan, lalu di senggol Gevan.
Gevan menghela nafas panjang, "Ra, gue ngajak kesini biar bisa ngerjain sama-sama. Kalo lo ngerjain sendiri namanya bukan tugas kelompok. Ya?"
"Siapa suruh lo maksa gue kesini?" nada Zyra meninggi.
"Kan kita satu kelompok Ra,"
Zyra mendengus, "Gue bisa kok sendiri."
"Nggak, lo nggak bisa sendiri." jawab Gevan tak kalah.
"Bisa, gue bisa!" seru Zyra dengan percaya diri.
Dengan menggeleng, Gevan membantah. "Nggak bisa!"
"BISA!
"Nggak! Kalo lo ngerjain tugas sendiri yang ada nggak sempurna hasilnya!"
Zyra mendengar itu seketika jantungnya berdebar, "Lo bilang nggak sempurna?" ucap Zyra bergetar di selingi tertawa hambar.
"Nggak sempurna ya haha," gumam Zyra berkali-kali. Rasanya seperti deja vu.
"Udah jangan berantem," lerai Brayn dan Salma yang ada disitu.
Gevan menggeleng, "Gue nggak berantem, gue cuma—"
Emy memotong ucapan Gevan. "Kerjain tinggal kerjain ribet amat sih jadi orang, lo aja yang baperan kayak gitu aja dipermasalahkan." tujuk Emy ke arah Zyra.
"Kalo nggak suka tinggal pulang aja, gue juga males sama lo!" lanjut Emy dengan muka sinis.
"Emy udah jangan nambah keruh suasana," Yohan ikut menenangkan.
Hati Gevan berdenyut nyeri saat melihat raut muka Zyra sekarang, apakah perkataanya tadi menyinggung perasaan Zyra?
"Ra—" tangannya hendak menggapai Zyra, namun diurungkan. Sepertinya tidak baik kalau dibicarakan sekarang.
"A-anu jadi bisa mulai sekarang mengerjakan tugasnya?" kata Salma mencairkan suasana.
Sekarang, semuanya mengerjakan tugas dengan perasaan canggung.
***