20. Perasaan Aneh

3 2 0
                                    

Mau tak mau hari ini, Zyra harus sekolah. Lagi pula kondisinya berangsur membaik. Walupun tidak sepenuhnya pulih.

Terpaksa Zyra akan memakai sweater hingga pelajaran berakhir untuk menutupi lengannya. Tak lupa menggunakan kaus kaki panjang.

"Huft.. ini ditutupi apa ya?" bingungnya saat melihat pipi yang agak memar.

Plaster? sepertinya itu hal buruk. Masker? hmm...boleh di coba deh.

"Oke, saatnya pergi ke sekolah." gumamnya setelah dirinya sudah siap.

Zyra melangkah agak terpincang sedikit. Kakinya benar-benar masih sakit. Tapi sedikit kok.

Sampai disekolah pun dia hanya duduk, seperti biasanya. Masih pagi. Sendiri. Sepi. Tak ada orang lain selain dirinya yang ada di kelas.

Tunggu? seperti ada yang aneh. Tapi apa?

Drrttzzzz ♪♫♪~  Zyra mengambil ponselnya, siapa sih yang mengagetkan dirinya?

"Halo?"

"H-halo, ini Zyra kan?"  suara di dalam ponsel. Zyra mengenali suara ini.

"Begini, ini tante mau minta bantuan sama kamu."

"Iya, ada apa Tante Lin?" balas Zyra dengan sopan.

"Gevan demam, jadi tidak masuk sekolah. Bisa kah kamu mengizinkan kepada gurunya?"

Zyra berpikir dan terdiam sebentar. Lalu melirik ke arah buku yang didepannya. Ya, buku Gevan. Buku yang baru saja dia salin kemarin.

"Emh baiklah, nanti Zyra sampaikan." jawab Zyra.

"Terimakasih ya Zyra,"

"Sama-sama tante."

"Kalau begitu, tante tutup telponnya ya. Maaf sudah ganggu waktu kamu."

"Iya tante..."

Pip Tante Linda sudah menutup telponnya. Sepertinya hari ini dia akan mengurungkan niatnya untuk mengembalikan buku milik Gevan.

***

"Ughh... mama....mama...."

Nafasnya terasa panas, kepalanya pusing seperti tertimpa benda yang amat besar. Matanya pun enggan membuka.

"Ma-mama...mama... jangan tinggalin... papa..... jangan....jangan...."

Kriettt...pintu terbuka, menampilkan wanita yang tergopoh-gopoh menghampiri orang yang terbaring.

"Iya-iya mama disini, ini mama Linda sayang..." ucapnya sambil mengompres kembali. Suhu badannya sungguh panas.

"Mama dimana? Papa dimana?" Gevan terus mengigau tak jelas.

Padahal—Linda sudah di dekatnya.

"Mama disini sayang, cup.. cup.. cup.. sekarang kamu tidur lagi ya. Papa belum pulang." kata Linda menenangkan Gevan.

Setelah Gevan sudah tenang kembali, sejenak Linda mentap lamat-lamat wajah anak laki-lakinya itu. Rasa nyeri didada membuat Linda tak sanggup untuk menatapnya kembali.

"Cepat sembuh, mama disini. Mama akan selalu menjagamu." ucapnya sebelum benar-benar keluar dari kamar Gevan.

***

Saat jam pelajaran dimulai, nama Gevan dilewati, begitu guru sedang mengecek murid yang hadir. Tentu saja Zyra sudah mengatakan kalau cowok itu sedang sakit. Dia sudah melakukan apa yang Tante Linda mau.

'Kira-kira kenapa dia sakit?' terlintas pikiran yang tak biasanya.

'Nggak, nggak, ngapain sih gue mikirin?'

Zyra buru-buru mengusir pikiran itu. Gila, bagaimana bisa dia memikirkan hal yang tak ada sangkut pautnya dengan kehidupannya.

Tangannya mengambil air di depannya, lalu segera membilas mukanya. Setelah itu dia segera memakai maskernya kembali.

Saat dirinya hendak berbalik, di cermin memperlihatkan seseorang yang tengah mendekatinya. Lantas Zyra mengurungkan niatnya untuk keluar dari toilet.

"Heh!" sapanya yang terkesan acuh.

Zyra hanya mengangkat alisnya. Ya Tuhan, lagi-lagi dia! Kenapa sih manusia satu ini selalu mengganggunya?

"Katanya Gevan sakit?" tanya Maudy penasaran.

Pasalnya saat Maudy mendengar kabar dari Emy bahwa cowok itu sakit, dia langsung mencari kebenaran dari Zyra.

Ingat, Emy juga sekelas dengan Zyra. Telinga Emy tidak dungu, jadi dia dengar apa yang Zyra sampaikan kepada gurunya mengenai Gevan tidak masuk sekolah.

"Iya, udah ya gue mau pergi." balas Zyra, dia buru-buru pergi dari nenek lampir itu.

"Bentar!" cegah Maudy.

Zyra memutar bola matanya dengan malas. Demi apapun, Zyra benar-benar ingin pergi!

"Ck apa lagi sih?" ujar Zyra dengan nada yang meninggi.

Muka Maudy memerah, sepertinya dia marah. Tapi dia harus menahannya demi tujuan yang harus ia dapatkan.

"Lo barusan berani sama gue?"

Zyra menggaruk lehernya yang tak gatal, lantaran mendengar Maudy berucap seperti itu.

"It's okey, kali ini gue nggak akan marah, dengan syarat—" Maudy menggantungkan kalimatnya.

Sebenarnya Zyra juga tak peduli, jika Maudy marah. Dia memang nenek sihir pemarah.

"—nanti pulang tungguin gue." lanjut Maudy.

Zyra membulatkan matanya, apakah baru saja ada meteor yang jatuh lalu menggemparkan dia?

"Hah?" kata Zyra tak paham.

"Katanya rumah lo deket Gevan, jadi anterin gue kesana!" ucap Maudy memaksa.

"Terserah lo!" lalu Zyra pergi meninggalkan Maudy yang hampir meladak bersama amarahnya.

"Dasar cewek culun songonggg!!!" sambil menghentak kakinya, Maudy kesal.

***

Not Alone Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang