16.Aku Salah

3 3 0
                                    

Zyra menggigit bibirnya hingga terluka. Ah pemikiran seperti itu saat ini tidak penting. Yang paling penting adalah bagaimana Zyra mencari alasan yang tepat untuk hari ini.

Kenapa?

Karena ayahnya kini tengah berada dirumah. Sungguh hal yang tak terduga, bagimana ini?

Kenapa tiba-tiba ayahnya pulang dan tidak mengabarinya. Pasalnya ayahnya jarang pulang, Yuda itu selalu sibuk dengan pekerjaannya.

Ponselnya menunjukkan pukul sembilan lewat sepuluh menit, dan sialnya saat Zyra membuka pintu rumah Yuda sudah menunggu di ruang tamu. Jadi mengendap-endap menuju ke kamarnya sudah pasti gagal.

"Jadi ini yang kamu lakukan saat aku tidak dirumah?"

Hati Zyra berdegup kencang, rasanya menghirup udara pun tak sanggup. Saking takutnya, Zyra tak mampu membalas ayahnya.

Yuda melangkah menuju ke arah Zyra yang membatu di depan pintu.

Plak seketika pipi kiri Zyra memanas, rasa sakit pun menjalar. Merasa tak puas Yuda lanjut menampar pipi kanan Zyra lebih keras dari pada yang sebelumnya. Tubuh Zyra tersungkur mendapat tamparan itu.

"Kamu memang tidak tau diri Azyra!" ucap Yuda dengan penuh penekanan. "Kamu keluar tiap malam saat aku tidak dirumah?"

"KAMU MAU JADI PELACUR HAAHHH?" bentak Yuda sambil menendang-nendang betis Zyra.

"Sungguh, aku hanya keluar rumah satu kali ini, dan i-itu aku, aku hanya—" bela Zyra kepada dirinya sendiri.

Seakan-akan tuli, Yuda tak menggubris perkataan Zyra. "Berkali-kali pun aku tak akan tau kalau kamu berbohong!"

"TIDAK AYAH, AKU TIDAK BERBOHONG!"

Sepertinya Zyra kelepasan saat membela dirinya sendiri. Hah kenapa? kenapa dia bodoh sekali. Zyra merangkak ke arah kaki Yuda.

"Kamu berani membentaku Fersylia Azyra?" mata Yuda melotot dan memerah.

Dia murka, murka dengan Zyra.

"Maaf ayah aku tidak bermaksud sep—aakkhhh..."

Tanpa aba-aba Yuda menjambak rambut dan menyeret Zyra.

Pembelaan kepada dirinya sia-sia, kini Zyra hanya bisa mengatakan hal biasanya dia katakan.

"M-maaf ayah, maaf, aku salah, aku salah, aku salah...kumohon ayah ampuni aku." mohon Zyra.

"DIAM KAMU! AKU TIDAK MENYURUH KAMU BERBICARA."

Brak!

Pintu kamar mandi terbuka, dengan kasar Yuda melemparkan Zyra kedalamnya.

"Hiks.. hiks.. sakit ayah..."

"AKU TIDAK SUKA KAMU MENANGIS!" bentak Yuda.

Buru-buru Zyra menyeka air matanya. "Iya ayah aku tidak akan menangis, aku berjanji, ampuni aku, maaf kan aku, aku salah, aku salah."

Yuda terdiam sebentar, memandang wajah anak gadisnya yang sudah memar-memar wajahnya.

"Memang itu semua salahmu, jadi jangan salahkan aku hari ini!" kata Yuda dengan muka datar yang menyeramkan.

Mendengar itu, tenggorokannya tercekat. Zyra sudah tau, dia sudah tau. Kalau ayahnya tidak mungkin akan memaafkan semudah itu.

Ya, benar. Mana mungkin itu terjadi haha. Kini yang Zyra rasakan hanya rasa takut yang menjadi-jadi. Zyra harap dia masih bisa terbangun esok hari dengan alarm yang membangunkannya.

***

Matanya terus memperhatikan ponselnya, satu detikpun tak terlewat. Gevan memerhatikan foto di ponsel dengan lamat-lamat.

Cewek yang tersenyum bahagia, menghiasi wajahnya.

Senyumannya tak pudar-pudar, bahkan nanti saat tidur senyuman itu juga tak kunjung hilang.

Kriettt pintu terbuka lebar. "Abang~"

Gevan kaget saat pintu terbuka, "Loh belum tidur Na?"

Nana menggelengkan kepalanya, lalu menyodongkan kedua tangannya. "Mana janjinya?"

Gevan pura-pura tidak tau, "Janji apa?"

"Katanya mau beliin permen kapas kalau Nana nggak ikutin Bang Gevan." jelas Nana dengan kesal.

"Jadi mana?" tagihnya kembali.

"Waduh lupa, nggak beli." jahil Gevan.

Mata Nana berkaca-kaca, sudah dipastikan banjir bandang akan terjadi!

"Hueee jahat! bohong!" Nana menangis sambil memukul-mukul lengan Gevan.

"Aduh, aduh, sakit. Berhenti Na..."

Nana menggelengkan kepalanya. "Nggak, abang nakal hueee..."

"Iya-iya abang udah beli kok, jadi berhenti nangis ya?"

Gevan beranjak dari tempat tidurnya, lalu mengambil permen kapas yang sudah dia sembunyikan. "Nih, udah ya? tidur sana!"

Tangan Nana hendak mengambil itu, namun Gevan memberi persyaratan. "Tapi jangan makan malam ini, oke?"

"Yah...kok gitu!" kecewa Nana.

"Nanti gigi kamu sakit, makan besok aja—atau...."

Dengan berat hati Nana menyetujuinya. "Iya deh iya, janji makan besok."

Gevan tersenyum, lalu mengecup kening Nana sebentar. "Bagus, sekarang tidur ya. Selamat malam adik gendutku."

Nana sudah pergi dari hadapannya, Gevan merebahkan tubuhnya kembali. Kalau di ingat-ingat hari ini benar-benar euforia.

Setelah sekian lamanya, hati Gevan berdegup kencang kembali. Yah walaupun sebelumnya berdegup kencang bukan karena rasa senang.

'Apa Zyra sudah tidur?' pikir Gevan didalam otaknya.

'Tanya aja deh.' lanjut pikirnya.

Ceklis satu, Zyra dalam mode offline mungkin saat ini dia sudah tertidur pulas.

Mereka berdua benar-benar bersenang-senang. Wajar saja kalau Zyra tidur nyenyak, pasti dia kecapekan setelah mengelilingi semua area di pasar malam tadi.

Namun, semua itu hanya pikiran Gevan. Tak tau saja kini Zyra sedang menahan sakit di sekujur tubuhnya.

"Aku salah, aku salah." gumam Zyra saat ini.

Hingga kini pandangan matanya mulai mengabur. Dep! semuanya gelap. Akhirnya! Akhirnya dia tinggal menunggu pagi hari.

***

Not Alone Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang