EPILOG

6 1 0
                                    

Suara angin berhembus lembut di telinganya, cahaya matahari kian meredup. Berjam-jam hanya duduk di kursi rodanya. Kakinya kini tak terasa apapun, bahkan di sakiti beberapa kali, kakinya tidak akan sakit! ah... dan tidak bisa berjalan.

Zyra menatap sambil tersenyum, mengelus kedua kakinya. Kemudian dengan penuh berani dia memaksa dirinya turun ke kursi rodanya. Dirinya tidak naif, dia tau dia masih tidak bisa berjalan, dan dia akan terjatuh.

Zyra terdiam, menatapi rumput di bawah. Mengusap rumput sambil meneteskan air matanya, menundukan kepalanya.

Hingga kelembutan dan kehangatan menyetrum tangannya. Seseorang datang tiba-tiba memegangi tangannya. Perlahan Zyra mendongakkan wajahnya.

"Ssshh...." desisnya, sambil menempelkan jarinya ke arah Zyra.

Seketika mulut Zyra tertutup kembali dan menarik ucapan yang dia ingin lontar kan.

Dengan hati-hati, Zyra di angkat dengan lembut ke pangkuannya. Zyra tersentak. "E-eh!!"

"Udah diam aja," katanya berbisik lembut di telinganya.

Keduanya kini terdiam, hingga Zyra merasakan hangat dan nyaman di pangkuannya.

"Aku rindu sama kamu..." ucapnya lagi, kemudian melanjutkan. "Kenapa kamu menghindari aku Azyra?"

Tubuh Zyra merinding dan menegang. Tak tahu harus merespon apa. "2 tahun aku terus mencoba untuk menemui mu, dan kamu selalu menyembunyikan diri."

"Kenapa Zyra? Kamu nggak kangen sama aku huh?"

Setelah lamanya Zyra mengatupkan bibirnya dia akhirnya membuka suara. "Apaan sih! geli tau, 'aku-kamu'? lo mau di tonjok Gev?"

Akhirnya Gevan tertawa dan tersenyum, mengeratkan pelukan kepada Zyra yang ada di pangkuannya. "Loh kenapa?"

Zyra berdesis. "Ya banget kayak... orang pacaran...."

Gevan mengangkat alis dan berbisik. "Oh jadi... lo mau pakai 'aku-kamu' kalau kita pacaran?"

"G-gak ya!" Zyra melengos dan hendak pergi dari pangkuannya, namun kakinya terlalu lemah. Dan tangan Gevan terlalu kuat memeluknya.

"Jangan kabur lagi... jangan menghindar dari gue..." kata-kata itu membuat Zyra berhenti bergerak.

"Ra... apa lo masih inget ucapan gue? kalau gue bakalan serius mau jalanin hidup gue sama lo ketika udah lulus-"

"Gev... gue nggak bisa," potong Zyra.

Raut wajah Gevan mengendor, bertanya amat lirih. "Kenapa?"

"Lihat... gue udah cacat, gue nggak bisa jalan, gue lumpuh..." jawab Zyra dengan menahan diri. "Gue nggak pantes sama lo, lo berhak mempunyai seseorang yang layak mendampingi lo."

Gevan tertegun. "Lo layak."

"Nggak, kata siapa? apa lo nggak denger? gue lum-"

"Gue nggak peduli Zyra, gue... gue cuma pingin lo, pingin lo yang ada di sisi gue, dan gue di sisi lo, gue nggak akan biarin lo sendiri lagi, jadi..." Gevan menjeda kata-katanya. Kemudian meletakkan sebuah cincin pada telapak tangan Zyra.

"Seharusnya lo udah jawab ini dari 2 tahun lalu, namun sepertinya itu harus di tunda dulu, jadi... gue mau meminta jawaban itu sekarang."

"Azyra, will you be my wife? will you be my only life partner?"

Kata-kata itu berhasil membuat Zyra menangis, kedua kalinya dia mendengar itu.

Gevan terdiam dan masih menunggu jawaban itu. Dirinya tak sanggup jika Zyra menolak ini, dia berharap sekali padanya.

" A. Mau, "
" B. Mau banget, "
" C. Nggak mau, nolak,"

Zyra mengucapkan kalimat pilihan itu sambil tersenyum. "Jawabannya... adalah  (D. Yes, ily)"

Mata Gevan melebar, mendengar itu. Senyumannya mengambang, sambil memasang cincin itu pada jari manis nya, dia mencium pucuk kepala Zyra. "I love you too."

Kini Zyra tidak perlu takut sendirian lagi, semua orang kembali satu persatu. Memeluknya dengan hangat. Kebahagiaan dalam kejutan tidak ada batasnya, jika kamu sedikit lebih kuat dan sabar.

***

Not Alone Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang