Pagi ini Gevan sudah siap pergi ke sekolah. Dengan semangat, cowok itu menuruni tangga dan menyambut hangat keluarga tercintanya.
"Pagi Papa, Mama, dan... bocah gendut." sapa Gevan yang disambut senyum hangat kedua orang tuanya, kecuali adiknya.
"Maaa... abang nakal!" adu Nana dengan kesal.
"Pagi-pagi jangan ribut oke?" perintah Linda.
"Tapi... abang nakal tuh!" cicit Nana yang melihat Gevan sedang menjulurkan lidah kearahnya.
Linda melihat ke arah Gevan. "Gevannn—eh kamu mau berangkat sekarang?" ucapnya yang tak jadi menegur.
"Iya dong Ma, kan anak teladan." jawab Gevan sambil membusungkan dadanya.
"Paling itu mau jemput Zyra." sindir Fariz yang sudah hafal dengan kelakuan anak laki-lakinya ini.
Gevan dengan malu-malu berucap, "Tau aja sih papa."
Setelahnya, Gevan berpamitan dengan sangat cepat. Dia dengan semangat membawa motornya kedepan rumah tetangganya. Siapa lagi kalau bukan Zyra.
"Hai," sambil tersenyum menyapa Zyra.
Kebetulan Zyra sudah berada di luar rumahnya. "Hai juga." jawab Zyra dengan menatap aneh Gevan.
"Kenapa?" tanya Gevan saat Zyra menatapnya dengan tatapan aneh. Cewek depannya hanya menggeleng.
'Style yang aneh.' batin Zyra saat melihat Gevan. Sedangkan Gevan sudah senyum-senyum ke geer-an saat di tatap Zyra tadi.
"Mau ke sekolah sekarang?" basa-basi Gevan.
"Menurut lo?"
Gevan terkekeh sebentar. "Ayo bareng," ajaknya.
Belum Zyra membuka mulutnya untuk menjawab,seseorang teriak dan menghampiri mereka.
"Van kamu salah ambil tas!" teriak Linda sambil menenteng sebuah tas.
Hah? Tas? Perasaan Gevan sudah menggendong tas?
"Eh?" Gevan bingung kemudian menoleh kearah punggungnya dan wow sejak kapan tasnya bergambar barbie dan bewarna merah muda?
Apakah ini alasan Zyra menatapnya dengan tatapan aneh (?) Uh dirinya sekarang malu. image yang sudah di bangun agar tetap menjadi cowok cool kini lenyap begitu saja!
Buru-buru Gevan melepaskan tas dari punggungnya. "Kenapa jadi tasnya Nana sih?"
Linda menyodorkan tas Gevan dan menerima tas yang bewarna pink itu. "Makannya kalo ambil barang tuh liat- liat, nggak malu tuh dilihatin Zyra hm?"
"Ish yaudah jangan di perjelas." bisik Gevan kearah Linda.
Zyra melihat itu ingin tertawa terbahak-bahak, tapi dia menahannya. "Pfftt..." sambil menutup mulutnya. Wajah Gevan sekarang terlihat konyol!
"Dasar ce.ro.boh! Nana nangis tasnya nggak ada." omel Linda sambil mecubit Gevan.
"Aww aww sakit Ma, lagian Nana-nya aja yang ceng—"
Linda langsung mendelik sebelum Gevan melengkapi kalimatnya. "Jawab lagi kamu?"
Gevan menggeleng, dia tak mau menerima cubitan maut dari sang mama tercinta. "I-iya deh maaf,"
Linda menghela nafas. "Ya udah, kamu berangkat sekarang sama Zyra juga."
***
"Turunin gue!" ujar Zyra.
"Apa?" sahut Gevan yang tak mendengar.
Zyra teriak lebih keras. "Turunin gue di halte bus!"
Bukan Gevan kalo menuruti permintaan Zyra yang barusan. Cowok itu malah menambahkan kecepatan motornya.
"Hei, kalo mau mati jangan ngajak-ngajak dong!" omelnya kepada Gevan.
'Ya tuhan, waktu itu bercanda kok. Sesungguhnya aku masih ingin melakukan banyak hal.' ucap Zyra didalam hati, mengingat dia pernah berdoa kalau ingin cepat mati.
Sebenarnya dia ogah-ogahan bareng dengan Gevan, tapi karena permintaan Tante Linda dan ditambah cowok gila ini memaksa tak ada ada pilihan lagi selain menurutinya. Tak apa, nanti Zyra bisa turun kok ke halte bus.
Tapi keinginannya untuk turun sirna begitu saja, karena motor Gevan masih melaju kencang, membelah jalanan. Hingga akhirnya sampai juga di sekolah.
"Lo beneran ngajak orang mati ya? Gue hampir jatuh, gara-gara lo!" semprot Zyra.
"Itu sih salah lo nggak pegangan gue," sambil menunjukkan kearah pinggangnya.
"Lagian lo kayak nenek-nenek tau, pegangan bagian belakang motor." lanjut Gevan sambil meledek Zyra.
"Gue bukan orang mesum, yang suka pegang-pegang badan orang lain." balasnya tak kalah sewot.
Gevan menaikan alisnya sebelah. "Oh ya?" Kemudian dirinya mendekat ke arah Zyra.
"Ngapain lo deket-deket, jauhan sana!" usir Zyra, sambil terus memundurkan langkahnya kebelakang.
"Gue kenapa emangnya?" ucap Gevan sambil tersenyum tengil.
Zyra semakin memundur, saat Gevan mendekat. "Kalo lo mundur terus dan nggak berhenti, gue juga akan mendekat terus!"
Kaki Zyra terhenti mendengar itu, mukanya kini mendongak kearah Gevan yang tinggi. Huh! Zyra kini juga kesal, mengapa dirinya tak setinggi Gevan.
Cowok itu tersenyum, lalu membungkuk menyetarakan tinggi badan Zyra. Dengan secepat mungkin, tangan Gevan langsung merapihkan rambut Zyra yang acak-acakan, lalu mengucir menggunakan gelang ditangannya.
"Lo kayak zombie tadi, oh iya gue lupa izin kalau mau sentuh rambut lo. Tapi gue bukan orang mesum yah~" bisik Gevan ditelinga Zyra.
Mata Zyra berkedut, sungguh cowok gila didepannya ini mengesalkan. Kesal. Kesal. Kesal.
Kenapa kehidupan lempeng di sekolahnya mendadak seperti film horor penuh kesialan ini?
Dengan rasa kesal, Zyra membalikan tubuhnya lalu berjalan menuju kelasnya dan meninggalkan Gevan yang sedang tertawa.
"Zyra tungguin gue dong!" teriak Gevan sambil menyusul ke arah Zyra.
***