17. Zombie

3 3 0
                                    

Pipip pipip pipip alarm di ponselnya berbunyi nyaring.

Samar-samar telinganya mulai mendengar dering alarm ponsel di saku celananya. Matanya kini terbuka perlahan-lahan.

Netranya menyesuaikan cahaya penglihatannya. Setelah kesadarannya mulai kembali, dengan susah Zyra merogoh ponsel guna mematikan alarmnya itu.

'Sshhh... sakitnya...'  batin Zyra yang ingin berdiri tapi sekujur tubuhnya nyeri.

Dengan menahan sakit, susah payah Zyra berdiri sendiri. Setelah itu dirinya menatap nanar ke cermin.

'Wah persis banget zombie.' ucapnya kedirinya sendiri.

"Aw... aw... sak—" rintihan terpotong akibat mulutnya sakit untuk berbicara. Mungkin seharian ini dia akan diam.

Zyra menatap horor kearah tangga didepannya. Sungguh butuh waktu lama untuk sampai ke kamarnya.

'Kuat ya tubuh, sebentar lagi diobatin kok.'

Dengan hati-hati Zyra mulai menaiki tangga satu persatu.

Rintihan kesakitan pun menggema di ruangan itu, tak ada siapa-siapa. Hanya Zyra, sendiri.

Bik Leni pun belum kunjung datang untuk membersihkan rumahnya. Kalau Yuda...yah sepertinya juga sudah pergi dari rumah itu.

Akhirnya satu tangga lagi Zyra sampai, dengan sekuat tenaganya Zyra melangkah menuju ke kamarnya. Dengan menahan nyeri di sekujur tubuh pastinya.

Tangisan kecil tak berhenti dari mulutnya, mustahil untuk tidak menitikkan air matanya. Semua tubuhnya sakit, dia tidak bisa menahannya. Dia membekap mulutnya agar tangisnya tidak menjadi-jadi.

Kaki yang memar dan penuh bekas cambukan. Kondisi punggungnya entah bagimana, tapi saat Zyra membilas dengan air semuanya perih dan nyeri. Zyra sendiri agak enggan melihat punggungnya.

Jijik, pikir Zyra saat melihat tubuhnya saat ini.

Sedikit demi sedikit Zyra membersihkan dan mengobati luka di sekujur tubuhnya. Dengan isakan kecilnya.

***

Zrashhh! hujan turun begitu lebat. Keheningan melanda di ruangan itu. Jam dinding masih menunjukkan pukul enam pagi.

Dalam kegelapan itu, hanya cahaya ponsel yang menyinari wajahnya.

Dirinya masih mengantuk, dan mencoba untuk tidak tertidur didalam kelas. Dirinya mewanti-wanti jika pesan yang sudah dia kirim dari kemarin malam dibalas.

Ctak seseorang menyalakan lampu kelas. Cahaya menerangi kegelapan itu. Netranya menangkap seseorang yang sudah terduduk sambil menatap ponsel.

"Hei bro, lo sendirian dari tadi?" tanyanya.

Merasa di panggil, Gevan menoleh. "Seperti yang lo lihat."

Mahen mengangguk mengerti, lalu melangkah menuju tempat duduknya.

"Tumben lo berangkat pagi," celetuk Gevan.

"Seharusnya gue yang tanya sama lo, tumben lo berangkat pagi buta gini mana sendiri lagi." sahut Mahen celingukan. "Zyra mana?" lanjutnya lagi.

"Gue juga nggak tau!" sewot Gevan sebal.

"Lo kenapa?" Mahen menatap aneh Gevan.

"Jam di hp gue eror, mana tadi mendung." Gevan menjeda sebentar, lalu kembali berucap. "Kirain gue telat, tapi nyatanya..."

Mahen tau betul maksud dari Gevan, walupun orang itu belum sepenuhnya selesai berbicara. "Hahaha kocak." tawa Mahen.

"Garing, anjir." dengus Gevan kearah Mahen.

"Kayak mayat hidup abisnya muka lo. Jangan-jangan lo juga belum sarapan pagi ya?" ledek Mahen.

Gevan memutar bola matanya. "Menurut lo?"

"Gue mau tidur, awas jangan berisik." Lanjut Gevan menangkupkan kepalanya di meja.

"Tapi kalo Zyra dateng, bangunin gue ya." sekali lagi Gevan menimpali.

"Iye dah iye." jawab Mahen dengan malas-malasan.

Hujan semakin lebat, waktu pun tak berhenti berputar. Kondisi sekolah mulai ramai. Gevan tak kunjung bangun, walupun keadaan kelasnya mulai beraktifitas.

"Woi Gev, uy." bisik seseorang. "Bangun woi, kebo banget anak satu ini."

Kepalanya berdengung, Gevan mulai terusik dengan bisikan-bisikan itu. "Hah? Zyra udah dateng?"

"Ck cewek mulu lo, itu tu liat ke depan." tunjuk Yohan kearah guru yang sudah ada di depan.

Dengan perasaan yang malas, Gevan mulai terbangun dari tidurnya. Kepalanya menoleh ke bangku yang disebelahnya. Kosong.

Zyra tidak masuk, dia juga tidak kujung-kunjung membalas pesan dari Gevan. Kenapa?

'Lo kemana sih?' batin Gevan sambil menatap nanar bangku di sebelahnya.

Disisi lain seseorang tengah memakan sup hangat, ditemani hujan yang belum renda-renda.

"Nona tidak berangkat sekolah kan?"

"Nggak bik, lagi pula sudah kesiangan untuk ke sekolah." jawab Zyra seadanya.

"Iya, non Zyra benar juga sih hahaha." Bik Leni tertawa. "Lagi pula kondisi nona tidak mungkin untuk keluar sekolah."

"Nah itu Bibik tau sendiri," timpalnya.

Bik Leni mengangguk. "Maaf sebelumnya, sebenarnya kenapa nona sampai begitu?" tunjuk bibi ke arah kaki Zyra.

Zyra menggaruk tengkuknya. "Ah kemarin aku tak sengaja tersandung batu dan semua kakiku lecet tergores aspal hehehe."

Bohong! Zyra memang pandai berbohong dalam hal seperti ini. Tapi untungnya Bik Leni mempercayainya.

"Ya ampun, nona tidak apa-apa kan?" panik wanita itu.

"Iya, aku baik-baik saja. Tenang lah bibik hahaha."

"Haduh nona, lain kali hati-hati ya." nasihat Bik Leni lalu di angguki Zyra.

"Tapi, yang di wajah nona kenapa?" lanjutnya lagi.

***

Not Alone Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang