22. Hey Bulat

5 3 0
                                    

Menatap cermin bukan hobinya, justru itu hal yang paling dia benci. Dia benci! benci dengan tubuhnya yang ringkih.

Dengan cepat-cepat Zyra memakai hoodienya. Selepas itu, tak lupa dia membawa barang yang akan dia kembalikan ke asalnya.

Gevan. Tujuan kali ini dia akan kerumah Gevan. Bukan apa-apa, dia hanya ingin mengembalikan buku itu, karena besok ada pekerjaan rumah yang harus dikumpulkan.

Sampai didepan rumahnya, Zyra mengetok pintu dikediaman tetangganya.

Ceklek pintu terbuka lebar, menampilkan wanita yang cantik.

"Eh Zyra, masuk-masuk." kaget Linda melihat Zyra yang datang malam-malam.

"Iya tante, maaf ganggu waktu malemnya." sopan Zyra.

"Ah kamu, kayak sama siapa aja." Linda tertawa kecil.

"Em Gevan udah sembuh tante?" tanpa basa-basi Zyra bertanya.

"Ini Zyra mau kem—" belum menyelesaikan kalimatnya Linda sudah memotong terlebih dahulu.

"Udah udah sehat kok, ke kemar aja Zyra. Gevan disana kok, paling lagi main game." sambil mendorong kecil Zyra.

Zyra hanya tersenyum, sebenarnya di dalam hati dia mau menolak. Tapi— ah sudah lah, lagi pula dia sekarang sudah tepat didepan pintu kamar milik Gevan.

Tok..tok... dengan ragu Zyra mengetuk pintu dengan pelan.

"Masuk aja ma, sekalian ini Nana dibawa keluar." teriak dari arah ruangan itu.

Begitu Zyra masuk, Gevan terkejut bukan main. Bahkan ponselnya sampai terlempar.

"Heh, sapa lo!" tegur Gevan sambil was-was.

"I-ini gue," jawab Zyra lalu mendongakkan kepalanya.

Gevan mengenali suara indah itu. "Zyra?"

"Iya, gue." sambil berjalan masuk. "Permisi.." lanjutnya.

Mulut Gevan masih tak bisa berkata apa-apa, ada seseorang cewek yang masuk ke kamarnya!?

Oh my god! rasanya dia ingin menjerit.

Tapi bukankah Maudy tadi sempat menjenguknya? tapi-tapi bukan begitu, ini adalah situasinya berbeda. Gawatnya situasi yang memalukan.

Yang paling memalukan adalah, dirinya sekarang tengah memakai piyama couple dengan Nana. Parahnya piyama itu bermotif anak-anak!

"Lo dingin? masih sakit ya?" ucap Zyra, saat melihat Gevan yang buru-buru memakai selimut.

"N-nggak kok hahahaha, udah sehat wal'afiat " balas Gevan dengan canggung.

"Lo ngagetin tau," timpal Gevan. "Pakaiannya item semua, gue kira maling." lanjut Gevan sambil memandangi Zyra.

Lantas Zyra melotot, enak saja dirinya dikatakan maling!

Lalu Zyra mencoba mengkode lewat mata. Dia juga harus membalas perkataan Gevan.

Gevan yang tau dirinya diperhatikan langsung mengelak, tidak sebenarnya yang di perhatikan piayama bermotif anak-anak itu.

"Iya gue tau, lo mau ketawa kan. Yaudah ketawa aja. Ini semua juga kemauan ini bocah." hela Gevan dengan lemas sambil menunjuk Nana yang sudah tertidur pulas di sampingnya.

Sudah lah, lagi pula mau ditutup-tutupi  Zyra sudah tau.

"Santai, gue nggak akan rasis sama pakaian." sindir Zyra.

Kemudian Gevan tertawa, "Dalem banget ih,"

"Buka aja itu tudung hoodienya." pinta Gevan. "Kaya stalker tau." lanjutnya jahil.

Dengan dongkol Zyra membuka tudung hoodienya, lalu menyodorkan sebuah buku.

"Nih bukunya, makasih."

Hening tak ada jawaban. Zyra mengayunkan bukunya guna menyadarkan cowok itu. Namun naas, masih saja tak ada jawaban.

"Apa? kenapa?" tegur Zyra.

Tangan Gevan menunjuk ke arah rambut Zyra. "Itu—kenapa?"

"Hah?" tak mengerti apa yang di maksud Gevan, Zyra malah bertanya balik. "Kenapa apanya?"

"Bulat," suara itu terdengar oleh Zyra.

"Hey bulat," lanjutnya sambil cekikikan.

"Siapa?" bingung Zyra.

"Lo," jawab Gevan. "Lucu, bulat banget muka lo hihihi,"

sontak Zyra memegang pipinya, "Masa sih?"

"Bwahahaahahaha iya, bulat banget." Gevan tertawa lepas sampai membangunkan Nana.

"Hnghh...."

Gevan panik saat Nana bergerak-gerak layaknya orang yang terkena virus zombie.

"Ssttt... sttt.. tidur lagi ya." Gevan memenangkan Nana.

Setelah itu, Gevan kembali menatap Zyra. "Kenapa di potong?"

"Risih," jawab Zyra seadanya.

Siang tadi Zyra memotong rambutnya sendiri. Bahkan dia tidak tanggung-tanggung memotongnya. Dari rambut yang panjangnya sampai pinggang, kini hanya tersisa beberapa cm saja.

Wolf cut, dia memotong dengan model itu. Pendek dan berkesan seperti cowok.

Tapi Gevan menyangkal, Zyra sangat menggemaskan. Kalau saja di bolehkan, saat ini dia ingin sekali memainkan rambut Zyra.

"Aneh ya?" tanya Zyra.

Gevan menggeleng keras, lalu berdiri dan turun dari ranjangnya. Entah apa yang akan di lakukan cowok itu, Zyra hanya melihat pergerakannya.

"Cari apa?"

"Sesuatu, ini cocok banget buat lo. Tunggu dimana ya?" sahur Gevan sambil terus mencari-cari sesuatu.

"Nggak usah, mending lo baring aj—"

"Nah ketemu!" seru Gevan, lalu mendekat ke arah Zyra.

"Ta-da," Gevan menunjukkan sebuah jepit rambut berbentuk tengkorak yang sama sekali tak seram.

Tak dipasangkan benda itu kerambut Zyra. "Pakai terus, biar tambah lucu hehe."

Zyra menghela nafas kasar, ini orang ada-ada saja!

"Ini mau di terima nggak?" Tanya Zyra. "Besok di kumpulin PR nya." lanjut Zyra.

Gevan menerima buku itu. "Arghh besok betulan di kumpulkan?"

"Kan lo yang bilang begitu, kalo ini PR harus dikumpulin."

Tampak Gevan mengingat-ingat itu. "Iya juga ya,"

Zyra menggelengkan kepalanya, lalu kaki nya bergerak sendiri menjelajahi ruangan disana. Tanpa sadar dia berjalan-jalan dan melihat beberapa foto yang terpajang rapi.

'Woah Gevan kecil, jelas nakal sih dari wajahnya juga kelihatan.' batin Zyra dengan julid.

"Kayak anak nakal ya hahaha," tiba-tiba Gevan bicara seperti itu di belakang Zyra.

"Eh?" kaget Zyra, karena cowok itu tiba-tiba di belakangnya.

"Mau tau nggak kenapa gigi gue itu ompong dua-duanya di depan?" senyum Gevan sambil memandangi foto dirinya saat kecil.

***

Not Alone Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang