Langit yang semula biru menjadi berwarna jingga, danau yang semula ramai sekarang hanya menyisakan beberapa orang yang satu persatu meninggalkannya.
Dua orang yang tengah duduk di bawah pohon, belum beranjak. Gevan masih betah mendengarkan celotehan cewek itu. Jarang melihat dia melihat ekspresi beragam dari wajahnya. Kadang sedih, kadang senang, kadang cemas, kadang ketakutan. Mulutnya tidak berhenti bergerak, kata yang sering dikeluarkan hanyalah 'takut sendiri', 'tidak mau di buang' ataupun 'sempurna' .
Rambut pendeknya bertebaran seiringnya angin berhembus. Gevan dengan berani menyibakkan rambut ke telinga Zyra, setelah cewek itu berhenti berbicara.
Tangan nya mulai membelai pipinya. "Lo nggak sendirian, dengan lo bercerita ke gue, secara ga langsung lo udah percaya sama gue."
Zyra menegang di kala Gevan berkata seperti itu dengan halus, sehalus ia membelai pipinya dengan jari-jari nya.
Zyra juga berpikir, apakah dia percaya kepada Gevan hingga bisa menceritakan setengah perasaan yang selama ia pendam. Namun kenapa? dan sekarang perasaannya malah sedikit lebih lega, dan...nyaman.
"Gev gimana cara jadi sempurna ya? ayah nggak bakalan buang gue kan? dia sayang gue kan? dia—" ucapnya terhenti ketika jari telunjuk cowok itu menempel di bibirnya.
"Sssshh," desisnya kemudian menatap dengan sayu. Bulir bening membasahi pipi Zyra, dengan cepat Gevan mengusap air matanya. Entah mengapa Zyra terbawa suasana, dia menjadi cengeng.
Zyra bukanlah cewek dingin dan keras kepala selalu dia jugalah cewek biasa yang bisa merasa sakit, sering kali dia menangis di pojokan kamarnya sendiri sambil membekap mulutnya. Namun kali ini dia malah menitikkan air matanya di depan cowok yang hitungan baru saja dia kenal.
Gevan bisa merasakan emosinya, namun dia sadar itu hanya sebagian emosi Zyra. Ada kalanya cewek itu menyembunyikan sesuatu yang lain darinya, namun Gevan tidak egois dan tidak mungkin memaksa Zyra untuk mencurahkan segalanya ke dirinya.
"Jangan takut, lo nggak sendirian, disini ada gue. sekalipun ayah lo membuang lo—nggak... dia nggak akan buang lo, dia pasti sayang lo. Dia juga hanya punya lo kan? elo putri kebanggaannya."
Kedua tangan Gevan menangkup wajah Zyra. "Dengar, lo nggak sendirian Zyra, ada gue, tentu saja keluarga gue selalu terbuka untuk lo, sekalipun ayah lo bener-bener buang lo. Gue bakalan sama lo, apapun yang terjadi gue bakalan di samping lo, suka maupun lo nggak suka."
Hati Zyra menghangat, berapa susahnya orang mendapatkan meluluhkan sifat keras kepalanya, namun sepertinya hanyalah Gevan mampu membuat cewek itu menangis-nangis selain Yuda—ayahnya. Tentu dengan kasus yang berbeda.
Bibir Zyra semakin turun kebawah, sialan, air matanya tidak mau berhenti. Kenapa dia dengan bodohnya menangis sih? dia tidak mau menjadi lemah di depan siapapun. Dia hendak menundukkan kepalanya namun di tahan oleh kedua tangan Gevan yang bertengger di kedua pipinya. Sedikit merasa bersalah jika Gevan merasa senang bisa melihat wajah Zyra sekarang. Pasalnya, cewek itu menjadi manis ketika menangis, namun di bersamaan Gevan juga tidak tahan jika Zyra terus menangis, dia tidak mau cewek itu menangis.
Raut muka yang selalu dingin dan sering menatap tajam maupun melotot telah di gantikan dengan raut wajah yang di banjiri air mata.
Jantung Gevan berdegup kencang, seketika terlintas pikiran di benaknya. sesuatu yang tidak pernah dia sangka sebelumnya. Jarinya dengan lembut turun dari pipi menuju bibir dan mengusap lembut. Hatinya benar-benar ingin meledak, dia menurunkan wajahnya disaat Zyra menutup matanya yang masih menangis.
Satu kesempatan, yang mungkin setelah ini dia bakalan di tendang oleh Zyra, atau lebih parah?
Bibir itu, berasa asin. Agak aneh memang, rasa asin itu berasal dari air mata yang terus keluar dari mata indah Zyra. Bibir Gevan melumat dengan lembut.
Mata Zyra terbuka lebar, air matanya tidak mengalir lagi. Deru nafasnya tersengal-sengal, saat Gevan menciumnya. Jantungnya juga seperti berhenti begitu saja. Dia ingin mendorong Gevan namun tangannya tidak bisa bergerak, dan tidak hanya tangannya, tubuh nya menegang kaku!
Satu tangan Gevan turun dan menuju ke pinggang Zyra. Tubuh Zyra merinding lantaran jari-jari itu membelai pingang rampingnya. Sempat Gevan terbuai oleh suasana hampir lupa apa yang seharusnya dia lakukan. Sebelum tangan Gevan semakin liar, tangan Zyra sudah mendorong dada Gevan hingga cowok itu terjungkal dari bangku taman.
Bibir mereka otomatis terlepas, rintihan kesakitan dari Gevan yang sekarang tidak membelai pingang Zyra melainkan membelai bokongnya yang berasa nyut-nyutan. "Aduh...."
Zyra berdiri dan menendang Gevan dengan renyah. Kemudian tangannya mengambil sesuatu dari rambutnya.
Crak! Jepit rambut berbentuk tengkorak itu mengenai dada Gevan. Sudah pasti Zyra kesal, sudah terpampang jelas dari mukanya.
Tak ada raut sedih lagi. "NGGAK USAH MACEM-MACEM SAMA GUE! SATU LAGI, LUPAIN SEMUANYA YANG TERJADI, ITU CUMA KECELAKAAN YANG NGGAK DI SENGAJA."
Gevan terdiam dan masih duduk di tanah, dia memandang cewek yang itu. "Kalau nggak di sengaja gimana?" gumam Gevan lirih namun masih di dengar Zyra.
"Hentikan omong kosong lo. Gue mau pulang sendiri, nggak usah dekat-dekat gue lagi setelah ini." setelah bilang begitu Zyra benar-benar meninggalkan Gevan yang masih bengong terduduk di tanah. Dan menyentuh bibirnya nya. Apakah dia benar-benar mencium Zyra tadi?
***