24. Rasa Trauma

2 0 0
                                    

Entah sejak kapan Zyra sering tersenyum tanpa sadar. Hari yang cerah datang begitu saja. Sepertinya hujan sedang pensiun dari pekerjaannya. Atau mungkinkah ada hubungannya kali ini?

Gevan
|Apa hari ini luang?

Anda
Ya, knp?|

Gevan
|Yes!
|Siap-siap 10 menit lagi gue kesitu.

Anda
Tunggu, apa mkst lo?|

Gevan
|Gue beri tau kalau ketemu
|Oke?

Anda

Gw blm jwb "iya" |

Gevan
|Gue anggap itu jawabannya
|Sampai jumpa nanti kakak~

Setelah itu, tak ada pesan lagi dari Gevan. Dengan kesal Zyra membanting ponselnya di kasur. Dia mulai berpikir, sebenarnya apa yang akan Gevan lakukan?

"Hah dasar! gue udah gila," ucapnya di hati.

"Kenapa gue mau-mau aja sih" lanjutnya setelah selesai bersiap-siap sesuai yang di minta oleh Gevan.

Setelah selesai, Zyra keluar dari kamar. Hanya ada Bi Leni di dapur yang sedang melakukan pekerjaannya.

"Halo bibi..." sapa Zyra lemas.

Bi Leni pun menoleh ke arah Zyra yang cemberut. "Eh nona, kenapa sedih begitu?"

"Apa sebaiknya Zyra harus pergi ya?"

"Hah? Nona mau pergi kemana?" kagetnya, sambil memperhatikan Zyra.

"Oh, itu sih juga nggak tau hehe..." katanya sambil nyengir.

Bi Leni menggelengkan kepalanya sambil tertawa sebentar. "Memangnya Nona mau pergi dengan siapa?"

"Gevan." jawabnya.

Bi Leni menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Lalu tersenyum-senyum sendiri.

"Maaf sebelumnya, nona yakin mau bepergian seperti itu?" heran Bi Leni sambil menatap Zyra.

Zyra yang merasa di perhatikan ikut bingung. "Kenapa? Ada yang aneh?"

Menghela nafas dengan penuh kecewa. Bi Leni mendekati Zyra yang kebingungan. "Kalau boleh, ayo biar bibi yang mendandani Nona Zyra."

"Eh, emangnya salah mengenakan ini?" tanya Zyra sambil mengangkat alisnya.

Jelas sangat salah, lihatlah saat ini Zyra tengah mengenakan pakaian yang argh sangat kuno.

Bi Leni pun mengangguk, lalu berucap. "Sangat tidak cocok nona, ayo biar bibi bantu."

Zyra melongo dan kecewa, padahal menurutnya ini adalah pakaian yang sangat pas dan cocok sekali dengannya.

***

"Jangan liatin terus bisa nggak sih?" ucap Zyra tak nyaman saat di tatap oleh Gevan.

"Ehum, ya maaf."

Dress berwarna biru di bawah lutut itu lebih baik dari pada yang di pakai Zyra tadi. Coba bayangkan Zyra hanya memakai celana panjang dan kaos polos. Itu yang membuat Bi Leni kaget sejadi-jadinya saat Zyra mengatakan akan keluar bersama Gevan dengan pakaian begitu.

"Gue ganti dulu, deh bentar." gumam Zyra merasa tidak cocok saat dia mengenakan pakaian tersebut.

"JANGAN!" teriak Gevan. Tapi setelah itu dia gugup dan menetralkan sifatnya dengan berdehem. "Ehm i-itu udah bagus kok."

"Ini kuno banget!" dumel Zyra kesal. Padahal pakaiannya tidak kuno sama sekali.

"Nggak usah khawatir," puji Gevan tanpa sadar. "Lo cantik pakai itu-jadi jangan ganti, ayo pergi!"

Tangan Gevan langsung mengandeng Zyra. Dia fokus berjalan tanpa melihat orang di belakangnya yang setengah berteriak. Ah kenapa wajahnya terasa sangat panas? Apa ini karena matahari bersinar terlalu terang?

"Bentar! Lo mau bawa gue kemana sih?"

Kaki Gevan berhenti, benar dia belum mengatakan apapun kepada Zyra. Sebenarnya Gevan ingin mengajaknya ke suatu tempat dan berjalan-jalan, namun sebelum itu dia mau meminta bantuan.

"Na-naik bus?" heran Zyra.

"Iya." jawabnya dengan serius.

Zyra mencoba meredam amarahnya. "Jadi cuma mau naik bus doang?"

Didalam hati Zyra menggerutu. 'Cuma itu? Merepotkan!'

"Gue naik bus ada tujuannya kok," cicit Gevan sambil menatap sepatunya.

"Ugh yaudah ayo."

Mereka berdua berjalan bersama layaknya pasangan serasi. Tapi itu pandangan orang-orang. Tidak ada hubungan apapun keduanya.

Keduanya saling diam, sampai di halte bus. Sekali-sekali Gevan melirik-lebih tepatnya mencuri pandang ke arah Zyra.

"Apa?"

Lagi-lagi Gevan gelagapan, kejadian seperti ini terulang. Dia sangat gugup saat ditanya seperti itu, padahal dia tidak melakukan hal buruk.

"E-engga kok." sial dirinya menjadi gagap.

Zyra mengangguk mengerti, dirinya juga tidak tau mau berbicara dan bagimana. Dia bukan orang yang pandai mencairkan suasana.

"Apa naik bus menyenangkan?" pertanyaan konyol itu terlepas dari mulut Gevan. Tetapi Zyra tidak menertawakan itu.

"Biasa saja." singkatnya. "Kena-" pertanyaan itu di kubur kembali, saat Zyra melihat wajah cemas Gevan. Dia tau sekali, apa yang ditakuti Gevan.

"Kenapa mau naik bus, lo sendiri padahal selalu menjauhi itu?" lirih Zyra.

Dia ingat sekali cerita tragis yang di alami Gevan. Akibat kecelakaan yang di alami sewaktu Gevan kecil, membuat dirinya trauma akan menaiki mobil ataupun bus. Yah kendaraan semacamnya.

"Karena gue harus menghilangkan rasa trauma itu." jawabnya dengan tersenyum.

"Jadi mohon bantuannya!" lanjutnya sambil memohon.

"Lo yakin?" tanya Zyra ragu-ragu.

"Yakin!"

Entah dorongan darimana, Zyra mampu melakukan hal yang sama sekali tidak pernah dipikirkan olehnya. Saat bus berhenti di hadapan mereka berdua Zyra berucap. "Semuanya akan baik-baik saja."

Setelah mengucapkan itu, jari-jari kecilnya menggenggam erat tangan Gevan yang kedinginan. Lalu memasuki bus tersebut.

***

Not Alone Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang