Perlahan Zyra membuka matanya, sekarang dirinya tengah terduduk bukan terbaring. Sepertinya dia tertidur di ruangan favoritnya. Ruangan yang dihiasi banyak buku, yaitu perpustakaan kecilnya.
Matanya mengamati area disekitarnya. Hanya jam dinding yang berbunyi, dan itu membuat suasana begitu tenang.
Tunggu? Jam dinding?
Seketika mata Zyra membelalak ketika melihat jam dinding. Dirinya bangun terlalu siang! Dengan cepat Zyra beranjak lalu berlari guna bersiap-siap untuk pergi ke sekolah.
Sungguh Zyra menyesal karena tidur nyenyak. Seharusnya dia sudah berada di halte bus. Gawatnya hampir waktunya bus lewat.
"Selamat pagi bibi," sapa Zyra yang terburu-buru kepada ART-nya.
"Pagi juga nona," senyum ramah Bik Leni. "Kesiangan ya non? Tumben baru turun." lanjutnya.
Zyra tersenyum kaku. "Iya bik... sstttt..." kata Zyra sambil mengisyaratkan untuk menjaga rahasia.
"Ah... iya non." kekeh Bik Leni.
"Zyra pergi ke sekolah dulu ya Bik, dadah." pamit Zyra, yang sebelum berlari ke luar rumah masih sempat-sempatnya mencomot buah apel yang tergeletak di meja makan.
"Iya, hati-hati Nona Zyra." balas Bik Leni.
Dengan napas yang terengah-engah, Zyra berlari sekuat tenaga, bisa gawat kalau dia tidak sampai ke sekolah.
"Tidakkk, tunggu! Kumohon kembali!" teriak Zyra putus asa, ketika bus itu sudah pergi.
Rasanya sia-sia Zyra berlari, karena akhirnya dia tertinggal juga. Dirinya menghentakkan kakinya denga kesal, lalu memakan apel yang di genggamannya. Dia harus bagaimana?
"Woi Ra, buruan naik!" Zyra mendongak mendengar suara yang dikenalinya. Ternyata itu adalah cowok yang ingin Zyra cabik-cabik setiap detiknya.
"Jangan bengong. Ayo cepat naik, lo mau terlambat?" perintah Gevan yang menyadarkan Zyra.
***
"Tunggu Pak!" serentak Gevan dan Zyra, saat melihat gerbang sekolah hendak ditutup. Beruntung penjaga gerbang baik hati dan memperbolehkan kedua orang yang terlambat itu masuk ke dalam sekolah.
Setelahnya, Gevan dan Zyra berlari terburu-buru. Keduanya sudah tampak acak-acakan seperti zombie.
Bel sekolah berbunyi, pas sekali keduanya sampai di depan kelas. Denga hati-hati Zyra membuka pintu, seluruh orang di dalam kelas memperhatikan mereka berdua, termasuk gurunya.
"Kalian...kenapa terlambat?" interogasi Pak Jono selalu wali kelasnya.
Gevan dan Zyra menelan ludahnya dengan kasar. "Kami—"
"Maaf Pak, kami terlambat masuk. A-anu tadi motor saya bannya bocor jadi memakan waktu yang lama untuk sampai kesini." potong Gevan dengan cepat.
Mendengar itu Pak Jono mengangguk, dan dia percaya akan bualan yang Gevan buat. "Ya sudah, kalian duduk di tempat masing-masing. Lain kali jangan sampai terlambat."
Zyra menatap Gevan saat sudah berada di bangkunya. 'Segampang itu kah?' tanya Zyra melalui isyarat matanya.
Gevan mengedipkan sebelah matanya. Kemudian menaruh jari telunjuknya ke mulutnya.
"Dasar tukang bohong." ucap Zyra tanpa bersuara. Gevan melotot, lalu dia menuliskan sesuatu di kertas.
Kertas itu bertuliskan ‘DEMI KEBAIKAN’
Zyra membaca itu, menaikan sebelah alisnya. Lalu merebut pena dan kertas, lalu menuliskan sesuatu.
‘Dua kali gue mendengar itu’
Gevan tersenyum lalu mengangkat kedua bahunya dan akhirnya keduanya memutuskan obrolan itu.
Yah, Zyra juga tak dirugikan kali ini dan mendapat keuntungan. Jadi dia, tak mau memikirkan kejadian tadi dan berdebat dengan Gevan.
Selanjutnya, kedua orang itu fokus menghadap ke depan.
Tapi baru, selang berapa jam kini Gevan terkapar lemas. Perutnya kini keroncongan, minta di isi makanan.
"Ughhh," rintih Gevan kelaparan, pasalnya dirinya belum makan dari kemarin malam hingga pagi ini.
Zyra melirik kearah samping dimana Gevan tengkurap lemas. Tapi dirinya tak peduli, lalu kembali fokus ke depan.
Kepala Gevan mendongak dari mejanya, netranya menatap lekat wajah Zyra dari bawah. Cewek disampingnya, benar-benar fokus mendengarkan ceramah Pak Jono dan tak terusik sedikitpun.
Hingga akhirnya pelajaran pun selesai, Gevan melesat pergi ke kantin sendiri. Saat perjalanan ke kantin, kakinya terhenti melihat sesuatu di sana.
Dengan rasa kesal dan malas Gevan memutar balik jalannya, dia tak jadi ke kantin. Dirinya berpapasan dengan Zyra yang hendak ke kantin.
"Apa?" tanya Zyra dengan malas saat Gevan menghadangnya.
"Bantu gue, please." mohonnya, sambil menengok kearah bangku kantin yang di duduki tiga—Maudy, Dira, dan Emy.
Firasat Gevan mengatakan kalau Maudy menunggunya, sungguh Gevan sangat malas meladani cewek sepertinya.
"Nggak, gue nggak mau berurusan sama dia lagi." tolak Zyra sambil menunjuk Maudy dari arah yang agak jauh.
"Gue nggak minta lo, war sama tu cewek." jelas Gevan sambil memohon.
"Tolong ya? please...please... lo tadi juga udah gue bantuin." lanjut Gevan dengan muka yang dibuat-buat agar seimut mungkin.
Zyra melihat itu ingin mencakar-cakar wajah Gevan saat ini. "Berhenti buat muka aneh,"
"Tolong apa?" dengan berat hati, Zyra bertanya.
Aduh, ada apa sih dengan mulutnya, kenapa dia mau-mau saja sih membantu orang gila satu ini.
***