Dengan riang bocah laki-laki itu terus bernyanyi tiada henti. Saking semangatnya dia sampai-sampai tidak bisa tidur pada malam harinya.
Hari ini adalah hari pertama dia ke kebun bintang!
"Mama, Papa makasih banyak," ucap bocah laki-laki itu. "Hmm kapan-kapan kita kesana lagi ya?"
Kedua orang yang didepan tertawa bersama. "Astaga Van, sampai juga belum." ucap wanita yang disebut mama.
"Iya-iya maksud Gevan kalau udah sampai sana dan udah pulang hehehe,"
"Seneng banget jagoan papa," pria itu berucap.
Di dalam mobil keluarga kecil itu saling tertawa, bercanda bersama. Gevan mengutarakan isi hatinya. Bahwa hari ini hari yang paling senang di sedunia.
"Papa Mama Gevan seneng banget, ini hari tersenang di dunia, terimak—"
PIPPPP! di depan terdapat truk besar yang tidak terkendali melaju kearah mereka.
Cckittt Brakkk mobil yang ditunggangi keluarga kecil itu terguling-guling. Suara sirine diarea itu bersahut-sahutan. Teriakan histeris pun terdengar.
"Mama, Papa...bangun hiks...ayo bangun..." ucap Gevan yang sadar.
"Uhuk.." wanita didepannya terbatuk hingga berdarah.
"Van ja-jangan takut, ikuti kata Mama ya?" ucapnya yang masih terduduk lemas bersimbah darah.
"B-bisa kamu lepas sabuk pengaman se-sendiri?" pinta sang mama yang langsung di angguki Gevan.
Setelah merasa bebas Gevan langsung menghampiri Mama dan Papanya. "Ayo kita keluar dari sini, hiks ayo..."
Mama Gevan menoleh kearah samping, suaminya sudah dalam keadaan tak sadarkan diri, dia juga melihat keadaan dirinya yang tak memungkinkan untuk keluar.
"G-gevan mau ja—nji sama mama?"ucapnya sambil menitikkan air mata.
"Hit—ungan ke tiga kel—uar ya?"
Gevan menggeleng, "TIDAK, AYO KELUAR BERSAMA-SAMA HIKS HIKS, GEVAN PASTI BISA BANTU KELUAR KALIAN HIKS.."
"Jag—oan Mama dan Papa kuat, kami me—nyayangi dan mencintai mu. Kel—uar dulu—ya katanya mau liat jerapah?" mohonnya sambil tersengal-sengal.
"KITA LIAT BERSAMA-SAMA, AKU MOHON MAMA..." tangisan kecil Gevan tak kunjung henti.
"Anak ma—ma pasti selalu menepati janji. Satu—dua—tig..."
Tak ada lanjutannya, "MAMA BANGUN MAMA, PAPA TOLONG MAMA HIKS KU MOHON BANGUN."
Sungguh miris, tak ada jawaban dari keduanya, Gevan kecil menangis histeris sambil bersusah payah membuka pintu mobil.
Beruntung mobil tidak terbalik, hingga Gevan keluar terlebih dahulu.
'Mama, Papa tunggu Gevan. Aku akan menyelamatkan kalian berdua.' hatinya berucap.
DUARRR!!! namun belum sampai Gevan menyelamatkan kedua orang yang dicintainya, tiba-tiba mobil meledak begitu saja.
Gevan digendong seseorang sebelum mobilnya benar-benar meledak dan terbakar.
"TIDAKKK MAMAAAAA PAPAAAA, TOLONG MEREKA ADA DI DALAM, TOLONG MEREKA!! KUMOHON SIAPAPUN TOLONG MAMA PAPA KU!!"
*
Mengingat semua itu membuat Gevan tersenyum hambar, andai saja waktu itu dia tidak meminta untuk pergi ke kebun binatang.
Sedangkan Zyra mematung saat mendengarkan cerita-cerita yang di keluarkan oleh Gevan.
Mata Zyra fokus dengan gerak-gerik Gevan yang sedang bercerita. Kenapa ceritanya begitu pedih.
"Gevan..." panggilnya sambil bergetar. "Lo nggak pa-pa?" lanjutnya sambil menatap ke arah wajah Gevan.
Cowok itu tersenyum sekilas, lalu menggeleng pelan. "Awalnya gue nggak terima dan gue marah sama tuhan, termasuk diri gue sendiri. Gue merasa sendiri, gue takut, gue bingung. Orang yang paling gue sayangi diambil begitu saja. Mungkin Tuhan lebih sayang mereka, sehingga mengambilnya kembali."
"Tapi saat itu ada seseorang bilang. Dia bilang kalau gue nggak pernah sendiri, semuanya belum berakhir. Disini adalah dunia sementara, kelak kemudian gue bakalan bertemu sama orang tua gue yang udah tenang disisi tuhan. Dan orang yang bilang itu adalah mama Linda dan Papa Fariz. Kedua orang itu yang mengadopsi gue sampai sekarang."
Zyra terus mendengar semuanya sampai selesai. Hatinya saat ini sesak sekali saat mendengar itu. Air matanya mengalir begitu saja. Namun buru-buru di seka.
"Curang...kenapa masih bisa tersenyum?" gumam Zyra pelan.
"Eh, kenapa?" ulang Gevan yang tak mendengar.
Zyra langsung membelakangi Gevan. "Curang! Kenapa lo cerita ke gue? Terus bagaimana dengan gigi ompong itu? Itu semua nggak. ada hubungannya!"
Grep! tanpa aba-aba Gevan memeluk Zyra dari belakang. "Mana ada! gue belum selesai cerita tau. Gigi itu ompong karena kecelakaan itu." ucap Gevan terkekeh.
"Hey...kenapa lo masih bisa tersenyum dan tertawa begitu," ujar Zyra, walupun dia tidak melihat muka Gevan tapi dia yakin kalau cowok itu tengah tersenyum.
"Entahlah, mungkin karena ada lo?" lirih Gevan.
"Tolong biarkan ini terjadi sebentar lagi." lanjut Gevan saat Zyra memberontak dipeluk.
Perlahan Zyra pun diam, dia tidak bisa bergerak sedikitpun karena Gevan memeluknya. Dia juga tidak bisa marah untuk ini. Kenapa? Apa karena cerita Gevan?
Atau...karena dia nyaman saat di peluk?
Cklek pintu kamar terbuka.
Klep namun tertutup kembali."Ups maaf, menganggu." suara itu berasal dari luar pintu.
Saat itu juga Zyra mendorong Gevan sekuat tenaga sehingga tersungkur. Benar-benar Zyra malu saat tengah di pergoki oleh Tante Linda.
"G-gue pulang. Maaf." ucap Zyra buru-buru.
"Gue anterin!"
Zyra jelas menolaknya. "Tidak terimakasih, dekat rumah gue."
"Oke, kalau begitu gue lihatin dari atas balkon." ucap Gevan dengan nyengir.
"Ya, terserah. Cepat sembuh, Yohan sama lainnya kangen sama lo." ucap Zyra sebelum pergi dari hadapan Gevan.
"Makasih, bulat." lirih Gevan sesudah Zyra menghilang dihadapannya.
Dan benar saja, saat Zyra sudah keluar dari rumah itu, Dirinya melihat Gevan yang melambaikan tangan di balkon kamarnya.
Zyra hanya tersenyum tipis, lalu melanjutkan langkahnya menembus angin malam yang berhembus kencang.
***