Bulan demi bulan terlewati, Ini hari terakhir dia belajar sebelum mengikuti ujian kelulusan. Hujan turun begitu deras, dan itu menambahkan kesan tenang dan syahdu nya suara alam. Sore itu Zyra menyiapkan berapa alat tulisnya, dan sepertinya ada yang kurang. Dia segera harus menyiapkan itu kembali.
Curah hujan di bulan ini tinggi, kabut tebal ikut serta, mohon di himbau agar masyarakat berhati-hati saat berkendara ataupun sedang. berpergian. Begitu suara yang ada di barang eletronik yang sedang di nyalakan. Namun beberapa saat kemudian, Zyra mematikan televisi itu.
"Ayah, Zyra mau keluar dulu ya, ke toko seberang." Pamitnya sambil membuka payung kuning cerah itu. Laki-laki dengan tergopoh-gopoh mengejarnya dari ujung ruangan. "Tunggu, di luar masih hujan deras, kabur juga menutupi sebagian jalan-"
"Zyra akan lihat jalan dengan benar kok, tenang aja." Cengiran terpampang dari gadis itu. "Zyra akan pulang, janji! cuma mau beli alat tulis, dadah."
Air terus menerus mengguyur payung yang di pegang olehnya, pupil matanya kian menajam saat kabur putih tebal menghalangi jalan. Hawa dingin menusuk lengan dan kakinya, namun Zyra tak kunjung menyerah dia tetap berjalan sampai menuju ke toko yang ia tuju.
***
"Aduh gimana ini..." hela nafas panjang serta nada paniknya. Wanita itu berdiri di depan pintu memerhatikan hujan deras mengguyur kota itu.
"Nana belum pulang?" suara hangat itu membuat wanita menoleh.
Dengan wajah panik Linda memeluk anak laki-laki. "Van, mama kahwatir dia pergi nggak bilang-bilang mama."
"Tenang, Gevan yang akan cari Nana," balasnya sambil mengusap punggung ibunya. "Mama, masuk dulu aja nanti masuk angin jika disini terus,"
"Diluar hujan deras sama kabutnya juga tebal, mama nggak izinin kamu pergi juga,"
"Lalu Nana gimana Ma? tenang aja Gevan bakalan baik-baik aja oke? Gevan pergi dulu." ucapnya sambil melambaikan tangan, menerjang hujan deras itu.
Linda hanya bisa terdiam sambil memegangi dadanya, merasakan jantung berdegup kencang... perasaannya tidak enak. Dia hanya bisa mendoakan keduanya bisa pulang selamat. Saat ia hendak pergi ke kamar, ketokan pintu terdengar lagi. Buru-buru dia membukan pintu, "Gevan, udah ketem-" nadanya terhenti. "Nana, dimana Abang mu?"
Dengan kebingungan Nana kebingungan dan dengan polosnya menjawab, "Huh? Nana barusan dari tempat nenek tiar, tadi di tawarin kue lapis hmm enak!"
Linda langsung memeluk bocah itu. "Ya ampun, kamu ini. Kalau keluar rumah itu bilang-bilang, mama kahwatir sama kamu Anna...."
"Maaf... pikiran Nana langsung kosong habis cium bau makanan di rumah nenek tiar,"
"Ya sudah ayo mandi, tubuh kamu basah kuyup, nanti mama telpon abang biar pulang."
***
Situasi Zyra sekarang sudah sampai di toko, dia membeli apa yang dia butuhkan kemudian segera pulang. Hujan semakin lebat, kabut pun tak kunjung hilang. Dengan mengambil resiko Zyra tetap berjalan menuju rumahnya. Dia harus belajar untuk ujian kenaikan kelas nya besok, dia tidak boleh membuang waktunya!
Kakinya terus berlari, kabut tidak menghalangi jalannya. Dia lebih minus ketika melihat angka-angka berlipat-lipat di dalam rumus matematika. Hingga dia menyadari di dalam kabut itu terdapat laki-laki yang sedang berdiri di tengah jalan.
"Apa? Nana udah di rumah? Iya deh Gevan pulang-" kata-katanya terputus saat dia mendengar suara lain memanggilnya. Ponselnya ia turun kan, pandangannya menoleh ke arah suara itu berasal.
"Gevan!!!" teriak Zyra ke arahnya sambil melambaikan tangannya, di sebrang jalan.
Senyum Gevan mengambang, bertemu pujaan hatinya di tempat yang tak terduga. Jantungnya berdegup kencang, telinganya saat ini hanya penuh dengan suara cewek itu. Dia mendadak tuli, suara Zyra mengalahkan suara air hujan yang terus menerus. Dia hanya terdiam mematung sambil tersenyum lebar menunggunya disana.