Hati Zyra berdegup kencang, napasnya kian memberat saat melihat melihat dua digit angka yang terpampang jelas di kertas hadapannya. Keringat dingin langsung membanjiri tubuhnya.
'Nggak mungkin, hanya segini? Yang benar saja!' tangannya meremas kertas hasil ulangannya tadi.
Dirinya benar-benar panik, kenapa nilainya tak sempurna? Padahal dirinya sudah yakin, kalau tadi sudah mengerjakan dengan benar. Sebelum diserahkan, dia juga mengecek jawabannya kembali. Jadi seharian belajar agar mendapatkan nilai sempurna sia-sia?
"Lo dapet berapa?" tanya orang disamping Zyra. Sekejap dia langsung membuyarkan lamunannya, kemudian menyodorkan kertas ulangannya.
Tangan Gevan menutup mulutnya. "Wow nilai lo sempurna dari pada punya gue."
"Nggak, itu sangat buruk." gumamnya yang masih bisa di dengar Gevan.
"Astaga, apanya yang buruk Zyra?" kata Gevan tak habis pikir. "Itu punya lo cuman salah dua nomor, lah dari pada punya gue, nih liat." lanjutnya sambil menyodorkan selembar kertas.
Zyra meringis ngeri saat melihat nilai Gevan, dia membayangkan kalau dia mendapatkan nilai yang semengerikan itu. Bisa-bisa dirinya tak berbentuk lagi.
Zyra mendengus kesal, lalu meratapi kertas dihadapannya. "Mau dibandingkan dengan apapun, nilai gue tetep nggak sempurna."
Dengan pasrah Zyra meletakkan kertas itu lalu memotretnya dan langsung dikirim ke seseorang. "Haha mampus gue!" gumam ke dirinya sendiri.
Gevan mengerutkan keningnya. "Lo baik-baik aja kan?"
"Nggak." jawab Zyra lirih sekali.
"Kirim ke siapa itu?" tanya Gevan penasaran.
"Ayah."
Mendengar jawaban itu Gevan mengangguk. Pasti ayah Zyra akan bangga dengan nilai yang didapatkan pikir Gevan. Apa lagi dengan rajin Zyra mengirimi langsung hasil ulangannya. Tak seperti dirinya, boro-boro kirim langsung. Paling nanti disembunyikan agar tidak kena semprot Linda—mama Gevan. Mengingat nilainya tidak terbilang bagus.
Sedangkan Zyra kini pucat pasi, dia pasrah nantinya. "Jangan sedih, nilai lo udah bagus kok. Ayah lo pasti juga seneng liat nilai lo yang hampir sempurna." hibur Gevan yang mendapatkan pelototan dari Zyra.
"Gue salah?" tanya Gevan dengan polos.
'Iya.' jawab Zyra didalam hati. "Lupain aja," lanjutnya sambil duduk ke kursinya.
Tak lama bel sekolah berbunyi, istirahat telah tiba. Guru pun sudah keluar dari kelas. Semua orang tampak bahagia mendengar bel kelas, kecuali Zyra yang tengkurap lemas di meja.
"Ayo ke kantin, lo laper kan? pucet banget tu muka ntar kayak zombie lagi." ajak Gevan sambil bercanda.
Tak ada jawaban dari Zyra. Cewek itu masih setia menenggelamkan mukanya di meja.
"Woi Gev, kuy ke kantin." teriak Mahen, diikuti dengan Yohan dan Brayn.
"Duluan aja." balas Gevan.
"Ye, lo mah setia bener nungguin doi." sindir Yohan.
"Kita duluan." imbuh Brayn kemudian pergi, dan kini menyisakan dua orang di kelas.
Gevan celingukan, bingung mau berbuat apa agar Zyra mau berbicara dengannya. Bisanya cewek itu akan menanggapi dengan mulut pedas nya jika Gevan menjahilinya.
Tunggu. Menjahilinya?
Bibir Gevan tersungging ke atas, dia tau apa yang harus di lakukan.
"Hey, jodoh!" bisik Gevan.
Zyra yang kaget akan bisikan di telinganya, seketika langsung mengangkat kepalanya yang tergeletak di meja.
Nah benar kan, cukup buat dirinya kesal, maka Zyra—eh dia tak marah? Cewek itu malah kembali menelungkupan kepalanya di meja.
Gevan mendesah kesal. "Ck bangun kek, lo mau disini sendirian. Ntar nggak ada temannya loh~"
"Emang nggak ada temen, pergi aja kalo mau ke kantin." jawabannya tanpa bergerak sedikitpun.
"Ah elah, lo mah ngomongnya gitu. Lo anggep gue apa emangnya?"
"Parasit." cuek Zyra.
Gevan, tersenyum. Zyra benar-benar tak berubah. Dia tetap menjadi cewek yang amat cuek dan semakin menarik! eh?
Tanpa aba-aba Gevan menarik Zyra keluar dari kelasnya. Cewek itu memberontak, tetapi tetap mengikutinya.
"Jadi cewek jangan mageran, nanti kalau udah jadi istri gimana mau masakin suami?"
"Apaan sih? Lepasin gue!" berontak Zyra yang terus memukul-mukul tangan Gevan.
Kaki Gevan terhenti. "Kalo gue lepas, nanti yang ada lo kembali ke kelas." ucapnya sambil tersenyum tengil.
Mata Zyra terbelalak, sungguh cowok gila nan pemaksa! Saat ini juga Zyra tengah mengumpati didalam hati.
***
Zyra menelan salivanya ketika makanan tersaji di depannya. Dia tidak munafik, dia memang lapar sekarang. Jadi tanpa basa-basi Zyra mencomot lalu memakan makanan di depannya.
"Enak kan makan." ejek Gevan kepada Zyra.
Zyra tak menggubris ejekan didepannya itu. Oke kali ini, Zyra tak akan marah. Biar kan saja cowok di depannya mengejek sesuka hati. Kini Zyra akan fokus dengan makanannya.
"Ra hadap sini coba," perintah Gevan di disampingnya.
"Ha?" bingungnya, yang kepedasan.
Gevan tertawa geli saat melihat muka Zyra, mukanya memerah karena kepedasan. Pipinya juga menggembung, ketika mengunyah makanan.
Tangannya hendak mengusap noda yang belepotan di mulut Zyra. Tapi dengan sigap, cewek itu memundurkan mukanya lalu mengelapnya sendiri.
"Huh! Dasar nggak romantis!" kesal Gevan sambil memanyunkan bibirnya.
Zyra memutar bola matanya dengan malas. "Najis, jauh-jauh sana." balasnya dengan sinis.
"Kalau jauhan, nanti menua sendiri dong." ucap Gevan yang membuat Zyra bingung.
"Hah?" cengo Zyra setelah mendengar kata-kata itu.
"Ish nggak peka, ya kita harus deketan biar bisa menua bersama!"
Sekali lagi Zyra menatap Gevan dengan tatapan aneh. "Nggak jelas, lo payah menggombal." ejek Zyra, padahal dirinya juga tidak jago.
Selanjutnya Gevan tertawa terbahak-bahak, cewek disebelahnya ini memang tidak romantis sama sekali. Dia hanya memperdulikan dirinya sendiri.
"Heh ketawa-ketiwi mulu, seneng lo cuman berduaan." sambar Yohan.
Yohan, Mahen, dan Brayn duduk diantar Gevan dan Zyra. Sepertinya hawa semakin panas.
Zyra berhenti mengunyah makanan, lalu menatap ketiga orang yang tiba-tiba duduk di antaranya.
"Santai Ra, kita cuma duduk kok. Lo lanjutin makannya gih, kita nggak akan ganggu lo, suer deh." Brayn menimpali dengan kedua tangannya yang membentuk huruf V.
***