21. Tidak Menyesal

3 3 0
                                    

Mata Zyra memandang kosong. Pikirannya kini tengah melayang-layang. Lantas, apa yang sedang di pikirkan cewek itu?

Ingatannya kembali diawal saat dirinya masih bisa tenang di sekolah. Ya, sangat tenang. Artinya Zyra tidak pernah sekalipun terusik di sekolah karena tidak ada yang mengganggunya.

Dirinya saat ini berada di halte bus. Menunggu bus lewat untuk membawanya pulang ke rumah.

Sepi, tak ada siapapun selain dirinya.

"Huft.." helannya.

Entah mengapa, dirinya mulai merasa bosan. Bosan dengan keadaan ini. Hari ini... menurutnya tak biasa.

Szzrrettt tasnya sengaja di buka, karena dia ingin mengambil earphone yang ada di dalam tasnya. Disaat mencari-cari benda itu, matanya fokus kearah buku asing yang bukan miliknya.

Ya, buku asing itu adalah milik cowok yang sudah merubah ketenangannya di sekolah. Entah mengapa, ingatan Zyra flashback dimana dirinya pertama kali melihat Gevan.

Baru saja ingin membuka ingatan-ingatan itu, Zyra segera menepiskan.

"Wah sudah gila," gumamnya sambil menepuk-nepuk kepalanya.

"Hilang, hilang, hilang, pleaseeee—"

Zyra yang sedang sibuk menghilangkan pikiran gila nya itu, terhenti akibat ada yang meneriaki namanya.

Piipp piipppppp klason mobil itu rasanya akan membuat telinga Zyra pecah!

"Heyyyy culunnnnn!" teriak seseorang sambil mengeluarkan suara berisik dari mobilnya.

Ah, lebih tepatnya bukan meneriaki namanya, tapi julukan yang tak semestinya untuk Zyra. Yup, menurut Zyra dirinya tidak seculun itu. Tapi... entahlah pandangan orang seperti apa. Buktinya Maudy meneriaki dirinya ‘culun ’ .

"Lo kenapa sih!?" ujar Maudy dengan raut wajah yang sangat kesal.

"Kenapa nggak tungguin gue? Gue udah bilang kan, kalau gue mau pulang bareng lo!"

Gila, gila, gila! Dunia sudah gila!

Jadi ucapan tadi di toilet benar-benar terjadi?

Apakah Zyra benar-benar akan pergi bersama dengan Maudy? Sekarang?

"Hhh oke, gue nggak akan marah kali ini." katanya dengan terpaksa.

'Mau lo marah atau nggak, gue nggak akan peduli dasar nenek sihir!' dumel Zyra di dalam hati.

"Woi gue ngomong sendiri!?" bentak Maudy dikarenakan tidak mendapatkan jawaban dari Zyra.

"YA?" kesal Zyra.

"Lo ngapain disitu sih?" tanya Maudy.

Zyra menunjuk ke arah dirinya. "Gue?" ucapnya. "Lo nggak lihat ini halte bus, gue lagi nunggu bus!"

"Lama! cepet naik," perintah Maudy. "Nggak usah banyak alasan, cepet!" lanjutnya dengan memaksa.

Dengan amat dongkol, Zyra melangkah dan memasuki mobil milik Maudy. Sebenarnya dia juga tidak mau menaiki mobil ini kalau saja Maudy tak memaksa terus.

"Kita beli sesuatu dulu," timpal Maudy.

Zyra mengangguk saja agar nenek sihir itu bisa diam.

Di perjalanan pun keduanya diam, diam layaknya seorang yang benar-benar tak akur sama sekali. Bahkan Zyra duduk di jok belakang. Biarlah Maudy menjadi sopir sendiri.

***

"Berhenti," ucap Zyra.

Mendengar itu Maudy mengangguk mengerti. Lalu setelahnya mereka berdua turun dari mobil.

Maudy membuntuti Zyra berjalan. Dia asing dengan tempat yang sekarang dia pijak.

"Ngapain lo ngikutin gue?" Zyra berhenti sejenak.

"Menurut lo?" balas Maudy sambil mengangkat satu alisnya.

"Ini rumah gue," tunjuk Zyra kehadapan rumahnya. "Rumah Gevan di sebelah." lanjutnya sambil menunjuk.

"Kenapa lo nggak bilang sih!!!" bentak kesal Maudy.

Zyra tak memperdulikan Maudy yang sedang mengentak-hentakan kakinya dengan kesal. Dia malah langsung masuk kedalam rumah.

"Aku pulang..." lirih Zyra.

Kata-kata itu sudah menjadi hal yang sering Zyra katakan saat dirinya pulang dari sekolah atau darimana pun. Walupun dia sudah tau kalau tidak ada yang menjawab.

Bruk tubuhnya dihempaskan ke arah kasur yang empuk. Rasanya lelahnya sedikit berkurang.

Dirinya meraih ponsel yang sudah bergetar-getar.

Gevano 📉
| Hey, lo ngasih tau alamat rumah gue ke nenek sihir?
| 😱😱😱

Iya |

|Kenapa???😭

Dia yg paksa gue |

| Dia mendekat ke gue!
| No!!!! help me

Itu pesan terakhir dari Gevan. Zyra menduga hal yang akan terjadi dengan Gevan. Dalam hati Zyra ingin tertawa, namun tak jadi saat dirinya melihat gambar yang di kirim beberapa hari yang lalu.

Dia melihat dirinya yang sedang memegangi permen kapas. Ya, makanan favorit barunya. Sungguh ironis sekali, dia baru bisa merasakan permen itu baru-baru ini.

Disentuhnya lengan yang memar, masih sakit. Tapi tak apa dia rela kok di pukuli hanya karena dia saat itu pergi bersenang-senang, cuma sakit sedikit kok. Dia tidak menyesal bisa pergi bersama Gevan ke pasar malam.

Sekali-kali dia juga boleh merasakan kesenangan kan? Walaupun sebentar?

Zyra turun dari ranjangnya, dengan berjalan lambat. Zyra membuka balkon kamarnya.

Yussh! Angin berhembus kencang. Rambut panjangnya berombang-ambing. Rasa kesal mendadak muncul di hati Zyra. Tanpa ragu Zyra segera mengambil sebuah gunting.

Entah apa yang di lakukan cewek itu di siang hari itu.

***

Not Alone Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang