11. Sembunyi

4 5 0
                                    

Gevan terbangun di tengah malam dengan jantung yang berdebar-debar, karena ponselnya berbunyi terus. Decakan kesal keluar dari mulut cowok itu.

Siapa yang tak kesal, jika sedang tidur terganggu dengan hal yang tak pasti, contohnya Gevan saat ini.

Gevan muak dengan ponselnya, lebih tepatnya orang yang berulang kali mengirimi pesan dan menelponnya. Orang itu adalah Maudy. Sungguh, Maudy hanya mengirimi pesan-pesan tak penting, dan itu mengganggu Gevan yang tertidur.

Lagi pula, kenapa ditengah malam begini cewek itu melakukan hal-hal yang tak penting begini sih?

Apakah Maudy tak punya kegiatan lain, sampai menelpon-nelpon Gevan?

Pletak! cowok itu membanting ponsel, hingga tak ada suara-suara lagi. Kemudian dirinya mulai mencoba memejamkan matanya diwaktu yang saat ini menunjukan pukul satu malam.

Satu jam, dua jam, sampai tiga jam berlalu, Gevan masih tak bisa tidur. Matanya sudah tidak mengantuk lagi.

"Akh sialan!" umpatnya sambil mengacak-acak rambutnya.

Tidur, tidur, dan tidur. akhirnya dia bisa memejamkan matanya. Walaupun seharusnya sebentar lagi jadwal dirinya untuk bangun. Namun dia tak peduli, sekarang matanya benar-benar ingin terlelap.

"Gevan..." samar-samar terdengar suara yang memanggilnya.

"Gevan, bangun. Ini udah siang." perintah Linda di balik pintu.

"Bentar Ma, baru aja Gevan tidur." sahutnya dengan lemas.

Linda mengerutkan dahinya di balik pintu kamar Gevan, "Emangnya ngapain baru tidur? Sekarang hampir jam tujuh, buruan bangun. Nanti kamu terlambat masuk sekolah."

Mata Gevan langsung melebar setelah mendengar kalimat dari mamanya itu. Tangannya meraba-raba mencari keberadaan ponselnya, guna mengecek waktu.

'Sial! dimana hpnya?' gerutunya di hati.

Otaknya kembali berputar di kejadian tadi malam. Setelah potongan-potongan memori terkumpul, matanya menelusuri ke arah lantai dimana ponselnya sekarang sudah terkapar disana.

"Gev..." sekali lagi Linda mengingatkan Gevan di balik pintu kamar.

"Iya ma, ini Gevan lagi berjalan." jawab Gevan yang buru-buru ingin membersihkan diri.

***

Zyra menyodorkan sebungkus roti dan susu kotak kepada cowok yang sedang melamun.

"Ehm," Zyra berdehem untuk menyadarkan Gevan.

"Nih," sambil menyodorkan makanan itu.

"Makasih Zyra," Gevan mengambil itu, tapi tidak dengan sekotak susu rasa stroberi.

"Ini kenapa nggak di ambil?" heran Zyra.

"Nggak, kayak anak kecil aja minum susu."  tolak Gevan.

"Terserah lo!" ucap Zyra, lalu ikut duduk di samping Gevan.

Mereka berdua menikmati makanannya masing-masing. Jika menanyakan dimana mereka berdua, jawabannya adalah dimana Maudy tidak menemukannya.

Jadi Gevan meminta tolong Zyra untuk menyembunyikan dirinya sementara, agar Maudy tak menemukan. Pasalnya sejak kejadian Maudy mengenalkan dirinya kepada Gevan, cewek itu terus-menerus menghubungi Gevan di tengah malam. Bahkan sekarang mungkin tengah mencarinya.

Kkkrrrwwkk~ Gevan meringis ketika perutnya masih lapar. Sedangkan rotinya sudah habis baru saja.

"Makan," kata Zyra sambil menyodorkan susu stroberi dan sebungkus roti milikinya. Dia agak kasihan dengan muka Gevan yang pucat dan jelek itu.

"Nggak usah, ntar lo laper kalo gue makan punya lo."

Zyra menggeleng lalu menjawab, "Nanti gue juga kenyang." sambil memamerkan susu kotak yang sekarang sedang di minum.

"Makan dan minum, nggak usah nolak." lanjut Zyra yang tau betul kalau Gevan tengah kelaparan.

Dengan berat hati, Gevan menerima itu. Gevan tampak ragu untuk meminum sekotak susu di tangannya, masalahnya bukan tanpa alasan. Dia sudah mengatakan kalau meminum susu seperti anak kecil.

"Nggak kayak anak kecil kan?" sindir Zyra, setelah Gevan meminum itu.

Gevan menahan malu, dia menjawab pertanyaan itu se-cool mungkin "Ng-nggak terlalu buruk."

Zyra menoleh ke arah Gevan, "Itu emang nggak buruk!"

"Hm, sekali lagi makasih lo—" ucapan Gevan terpotong.

"Jangan geer, gue cuma mau nggak mau hutang budi karena lo udah bantu gue tadi." potong Zyra dengan cepat.

"Kita impas!" lanjutnya dengan ketus.

Gevan tertawa kecil, dia kira Zyra mulai tertarik atau peduli tapi nyatanya Zyra tetap lah Zyra. Cewek ketus, yang pernah Gevan kenal.

"Apa ketawa?" ucap tak suka Zyra.

"Lo emang lo." balas Gevan tak jelas.

"Maksud lo apa? nggak jelas amat."

Gevan menggeleng, "Nggak, lupain aja. Jangan dipikir terlalu keras." katanya sambil terkekeh.

Mendengarnya, Zyra mendengus kesal. "Gaje."

"Lo kenapa tadi bisa telat, tumben?" tanya Gevan setelah keheningan.

"Telat bangun tidur." jawab Zyra seadanya. "Kalo lo?" lanjutnya tanya balik.

"Sama."

Zyra ber-oh ria, "Oh."

"Itu si Maudy nggak akan kesini kan?" cemas Gevan, kan tidak lucu sudah repot-repot sembunyi akhirnya Maudy menempel pada dirinya.

"Nggak tau, tapi jarang orang kesini. Sekalipun itu Maudy." jawab Zyra dengan tenang.

Gevan mengerutkan keningnya, dirinya celingukan melihat sekitarnya. Sepi, dan sedikit seram mungkin?

"Kenapa dengan tempat ini?"

"Kata orang angker, karena dulu ada yang bundir disini." jawab Zyra dengan raut datar.

Raut Gevan menciut, bulu kuduknya berdiri. Dirinya menggeser posisi duduknya lebih dekatan dengan Zyra.

"Ish lo jangan deket-deket kenapa sih," risih Zyra.

"Lo nggak takut apa?" bisik Gevan.

"Takut kenapa? Ada setan? Gue lebih takut kalo tugas yang gue kerjain ada yang salah walaupun itu satu nomor."

Gevan melongo, cewek di sampingnya memang pemberani. Dia memang pantas di sebut, cantik dan pemberani.

Zyra memang tak takut dengan tempat itu. Dirinya tak pernah di tampaki hantu atau semacamnya dan dia tak percaya. Lagi pula gudang angker itu hanya rumor. Jadi apa yang perlu ia takuti?

Dia lebih takut dengan ayahnya yang jika mengetahui dirinya tidak mendapatkan sesuatu yang sempurna.

"Tenanglah, gue yakin pasti nggak ada orang kesini. Hanya kita berdua disini."

Apa katanya? Berdua? Telinga Gevan memanas mendengar itu. Hatinya berdebar-debar tak karuan. Hey apa-apaan ini, tolong Gevan akan terbang rasanya!

***

Not Alone Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang