Bab 8

6.8K 529 0
                                    

Aku berdiri mematung di depan sebuah rumah mewah atau juga bisa disebut istana.
Rumah itu sangat mewah dan besar sekali.
Aku sungguh takjub saat melihatnya.

"Kenapa kamu diam saja via,ayo buruan masuk" tegur mama saat melihatku berdiri bengong di depan pintu.

"Ah,iya ma"

Aku segera bergegas mengikuti mama masuk ke dalam rumah.

Saat diruang tamu aku melihat papa dan Didi sudah duduk di sofa.
Akupun ikut duduk di sofa disamping mama.

Di ruang tamu itu,juga berdiri 4 orang.
Dua laki-laki dan dua perempuan,kurasa itu pekerja dirumah ini.

Dari ke empatnya aku hanya tau satu orang yaitu Pak Diman,sopir yang mengantar kami dari rumah sakit tadi.

"Karena semua sudah berkumpul disini saya mau menyampaikan sesuatu" kata papa.

"Silvia telah kehilangan ingatannya jadi saya meminta kalian semua untuk membantunya agar ingatannya kembali pulih" lanjutnya.

Semua orang mulai memandangku dengan iba dan mengangguk serempak.

"Non,saya Mbok Sri apa nona ingat saya?! tanya salah satu pekerja.

Aku hanya bisa menggeleng.
Aku memang tau cerita dan nama tokohnya tapi aku tidak tau bagaimana rupa mereka.

Mbok Sri menatapku dengan sedih.

"Saya Mbok Sri pembantu dirumah ini,saya dulu yang merawat nona dan tuan muda waktu kecil" ucap Mbok Sri.

Selanjutnya Mbok Sri mulai memperkenalkan yang lainnya.
Ada Mbak Umi,Mas Joko dan Pak Diman.
Mbok Sri juga memberitahuku bahwa mereka semua adalah satu keluarga.

Pak Diman adalah suami Mbok Sri,sedangkan Mbak Umi dan Mas Joko adalah menantu dan anak Mbok Sri.
Mereka baru menikah tahun lalu.

Mbok Sri dan keluarganya sudah lama bekerja disini.
Katanya sudah 25 tahunan.
Aku dengan seksama mendengarkan cerita Mbok Sri.

'Siapa tau ada informasi yang berguna untukku' pikirku.

Sekitar satu jam Mbok Sri baru selesai bercerita.
Aku sungguh lelah mendengarnya.

Kemudian aku meminta mbok Sri untuk mengantarkan ku ke kamar,karena aku tidak tau dimana kamarku.

***
Sesampainya dikamar aku langsung menuju kamar mandi untuk membasuh muka.
Saat membasuh muka,kulihat pantulan wajahku di cermin.

Betapa terkejutnya aku,yang kulihat bukanlah wajah Silvia tetapi wajahku sendiri.

"Kok bisa" seruku dengan kaget.

Wajahku dan Silvia itu berbeda, bagaimana bisa mereka semua tidak menyadarinya dan tetap menganggap aku ini Silvia.
Aku benar-benar bingung.

Setelah membasuh muka akupun berbaring di tempat tidur.
Aku tidak lagi memikirkan soal wajahku.

Sama seperti aku yang bisa masuk kedalam novel ini.
Berapa kali dan bagaimana pun aku berpikir aku tetap tidak tau jawabannya.
Jadi aku menyerah untuk memikirkannya.

Lebih baik aku mulai mengingat kembali jalan cerita novel ini.
Kupikir jalan ceritanya sudah berubah.

Diawal cerita saat Via dikunci di gudang,Vanila lah yang membantu Silvia keluar dari gudang.
Itulah awal mula mereka berteman.

"Aneh,bukannya Didi juga ikut mencari ku?!"

"Bahkan aku juga denger suaranya,kenapa di cerita hanya ada Vanila?!" gumamku.

Dalam cerita itu setelah Silvia dan Vanila berteman bully-an Devita kepada Silvia menjadi semakin parah.
Bahkan Devita mulai memukuli Via.

Bukannya terputus,persahabatan Silvia dan Vanila malah semakin erat.
Jika Via di-bully Vanila lah yang datang menolong.
Itu membuat Via sangat percaya dan bergantung pada Vanila.

Sampai kelas 3 Silvia masih terus dibully oleh Devita.
Tapi karena Vanila,ia terus bertahan.

Hingga suatu hari teman satu geng Devita melihat Via bersama segerombolan preman.

Sebenarnya mereka bukan preman,mereka hanyalah tukang parkir dan pengamen jalanan,wajah mereka saja yang kelihatan garang.
Silvia mengenal mereka dari Vanila.
Karena ayah Vanila adalah pemimpin gerombolan itu.
.
.
.
Terimakasih sudah membaca...☺️

Aku hanya suka kaburTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang