Bab 15

847 75 2
                                    

"Ting tong..."

"Aku akan melihatnya,kamu lanjut makan saja"

Aku mengangguk tanpa protes.
Tak berapa lama Damar kembali dan segera duduk di sampingku.

"Siapa??" tanyaku penasaran.

"Orangku,aku menyuruh mereka untuk bersih-bersih"

Kemudian Damar menyodorkan setumpuk kertas.

"Apa ini??"

"Informasi orang yang telah melakukan penyerangan"

"Menurutku kalian sebaiknya cepat pindah,disini sudah tidak aman"

Setelah membaca sekilas,aku mengerti apa yang diucapkan Damar ada benarnya.

Apartemen ini telah bekerja sama dengan organisasi The King,itulah sebabnya mereka bisa dengan mudah masuk kesini.

"Bagaimana dengan toko kami,jika kami pindah siapa yang akan mengurusnya,,??"

"Jual saja,aku yakin cepat atau lambat mereka juga akan mengacaukan tokomu"

"Dan itu akan menjadi kerugian besar untuk keluargamu"

Pendapat Damar persis seperti yang kupikirkan.
Sayangnya aku tidak yakin ibu dan bibi akan dengan mudah menjualnya,karena toko itu hasil jerih payah mereka.

"Besok aku akan mendiskusikan ini dengan keluargaku"

"Iya" jawab Damar dengan singkat.

"Ngomong-ngomong kau pernah tinggal disini,sampai punya bawahan segala??"

Damar menatapku dengan pandangan meremehkan.

"Paman adalah pemilik perusahaan terbesar disini, menurutmu bagaimana??"

"Benarkah,aku tidak tau jika paman kaya??"

Damar hanya menghela nafas setelah melihat responku yang biasa saja,bahkan terkesan tidak peduli.

"Kamu bisa makan begitu santai ya??"

Aku refleks menoleh kebelakang setelah mendengar suara itu.

"Paman,kau mengagetkanku" teriakku dengan cemberut.

"Maaf-maaf" ucap paman sambil menepuk kepalaku.

"Apa masih ada makanan sisa,paman lapar sekali??"

Aku segera menyodorkan piring yang berisi bakwan kepada paman.

"Ngomong-ngomong,paman sangat takjub kamu masih memiliki nafsu makan"

"Diruang depan masih ada tumpukan mayat,dan darahnya juga berceceran dimana-mana bahkan bau anyirnya sampai tercium dari sini"

"Aku calon dokter,apa paman lupa?!" jawabku santai.

Aku sudah belajar kedokteran,bahkan pernah magang dirumah sakit.

Aku juga sering berlatih tanding sampai berdarah dengan bunga kecil dan buah kecil.
Jadi aku sudah cukup kebal melihat adegan berdarah dan aromanya.

"Kau memang aneh" celetuk paman.

"Daripada paman mengomentari ku,bukankah paman harus meminta maaf dan menjelaskan sesuatu??"

"Paman jangan pura-pura lupa,bukankah paman sudah berjanji akan menjaga ayah??"

"Aahh...benar,maafkan paman"

"Kalau paman benar-benar menyesal beri aku kompensasi"

"Ayahmu yang terluka kenapa kamu yang meminta kompensasi" protes paman.

"Aku anaknya"

Setelah mendengar jawabanku paman hanya bisa pasrah.

"Baiklah,kamu ingin kompensasi apa dari paman"

"Paman,belilah toko kami"

Paman dan Damar terlihat terkejut mendengar ucapanku.

"Bukannya kamu ingin mendiskusikan dulu dengan keluargamu?" tanya Damar.

"Jika itu orang lain,ini kan paman Hans"

"Nanti setelah paman dan bibi menikah,toko itu akan kembali pada bibi"

"Hey..hey...bukankah itu licik namanya" protes paman.

"Licik darimana,aku hanya membantu paman untuk jadi pahlawan keluarga kami"

"Saat ini kami dalam bahaya dan harus segera pindah,jadi kami butuh banyak biaya"

Saat aku tengah membujuk paman,tiba-tiba ayah datang.

"Aileen kenapa kamu masih disini??"

"Aku lapar yah,ayah mau??" ucapku sambil menunjukkan brownies yang masih sisa setengah.

"Tidak,kamu makan saja"

"Kamu harus makan yang banyak,lihat pipi kamu semakin tirus" ucap ayah sambil mencubit pipiku.

"Aaa...ayah sakit.."

Setelah mendengar teriakanku ayah segera melepas cubitannya.

"Ngomong-ngomong,kamu sedang membicarakan apa??" tanya ayah kemudian.

Paman yang seolah mendapat kesempatan segera mengadu pada ayah dan mengatakan jika aku ingin menjual toko ibu pada paman.
.
.
.
Terimakasih sudah membaca...😊

Aku hanya suka kaburTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang