POV Vanila

5.1K 392 1
                                    

Setelah ditampar Silvia aku segera pergi dan pulang ke rumah.
Aku sangat marah dan malu, apalagi di depan Diandra dan orang tuanya.

"Awas aja kamu,akan ku buat kamu lebih menderita lagi" seruku.

Sesampainya dirumah kulihat ayah sedang tertidur di kursi ruang tamu.
Ayahku adalah orang tua tunggal,ibuku pergi waktu aku masih berumur 7 tahun.

Aku tidak terlalu ingat kejadian waktu itu,yang ku ingat hanya ibuku pergi dijemput seorang laki-laki paruh baya.
Semenjak itu ibu tak pernah kembali.

Sejak kepergian ibu,ayah sendirian yang mengurusku.
Ayah bekerja serabutan, seringkali bekerja hingga malam.

Hampir setiap hari aku akan sendirian di rumah.
Hanya kadang-kadang saja jika ayah bekerja hingga larut malam,aku akan dititipkan ke tetangga depan rumah.

Kata ayah dia dulunya adalah seorang perantau jadi ayah sama sekali tidak mempunyai kerabat disini.
Untungnya tetangga kami sangat baik,jadi ayah bisa tenang menitipkan aku disana.

Meskipun begitu aku sangat menyayangi ayah.
Ayah memang jarang ada dirumah tapi ayah selalu memanjakan ku.
Apapun yang kuinginkan pasti akan ayah turuti.
Ayah juga selalu berusaha memberikanku yang terbaik.

"Ayah bangunlah,nanti ayah pegal-pegal jika tidur disini"
ucapku sambil menepuk-nepuk kaki ayah.

Setelah beberapa saat ayah mulai membuka matanya.

"Maaf ya Vanila,ayah tidak dengar waktu kamu pulang"

"Vanila sudah makan?"

"Tidak apa yah,Vanila sudah makan kok" jawabku.

"Vanila,kenapa dengan pipi mu?"

Aku mulai menangis dan mulai menceritakan pada ayahku kalau aku dibenci oleh teman sekolahku.

"Padahal aku tidak salah apa-apa yah"

Mendengar ceritaku ayah menjadi sangat marah dan ingin segera menuju sekolahku untuk protes ke pihak sekolah.

"Ayah tenang dulu jangan emosi, marah-marah tidak baik untuk kesehatan ayah"

"Vanila baik-baik saja kok,ayah tidak perlu membalasnya"

"Kan kata ayah orang jahat pasti akan dapat balasannya" ucapku sambil tersenyum.

Mendengar perkataanku ayah mulai tenang.

"Anak ayah memang berhati malaikat ya" kata ayahku sambil mengelus rambutku.

Aku tertawa bahagia mendengar ayah menyebutku seperti malaikat,karena menurutku malaikat itu cantik.

"Maaf ya,ayah belum bisa jadi ayah yang baik untuk Vanila"

"Ayah tidak bisa menjaga Vanila dengan baik"

Aku menggelengkan kepala mendengar ucapan ayah.

"Ayah jangan bicara seperti itu,bagi Vanila ayah adalah ayah yang terbaik" kataku.

Ayah mulai tersenyum dan kembali mengelus rambutku.

"Ayah sangat bersyukur,Vanila telah menjadi anak ayah"

"Ayah berjanji akan selalu membahagiakan Vanila"

Aku mengangguk-anggukan kepala sebagai jawaban.

"Sudah jam segini,ayah kembali bekerja dulu"

"Vanila istirahat dirumah saja,ini uang untuk membeli obat"

Ayah pamit sambil menyodorkan uang 3 lembar uang lima puluh ribuan.
Dengan senang hati ku terima uang pemberian ayah.

Setelah ayah pergi,aku mengunci pintu dan masuk ke kamarku.
Lalu aku mengambil ponselku dan ber-selfie.
.
.
.
Terimakasih sudah membaca...☺️

Aku hanya suka kaburTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang