Bab 23

961 58 1
                                    

"Menikahlah denganku" seru Damar.

"Kenapa aku harus menikah dengan mu?!"

"Karena ini barang peninggalan turun temurun dari leluhurku"

"Tidak bisakah itu ditukar dengan barang lainnya?!" kataku sedikit cemas.

"Ini simbol keluargaku,menurutmu bagaimana?!"

Mendengar ucapan Damar,aku menjadi sedikit sedih.
Kemudian aku memberinya sebotol kecil air esensi jiwa,itu lebih dari cukup untuk mengobati lukanya.

"Aku bisa meminjamkannya jika kau penasaran" seru Damar.

Aku yang hendak pergi segera menghentikan langkahku dan berbalik menatap Damar dengan berbinar.

Melihatku yang tak sabaran,Damar segera memberiku sebuah cincin yang terlihat cukup sederhana.

"Itu seharusnya sepasang,tapi aku tidak membawanya yang lainnya sekarang" ucap Damar.

Aku mengangguk dan mulai mengamati cincin itu.
Cincin itu walau terlihat sederhana tetapi cukup elegan karena ukirannya yang cantik.

Setelah melihat cincin itu aku jadi teringat dengan cincin pernikahan yang pernah dibuat nenek dulu.

"Master,ada subruang didalam cincin itu" seru bunga kecil.

Aku terkejut dan menjadi penasaran dengan isinya.
Tetapi sangat tidak sopan jika mencuri barang milik leluhur orang lain.

Daripada terus berpikir yang tidak-tidak,aku segera mengembalikan cincin itu.

"Sudah?!" tanya damar.

Aku mengangguk dan mengucapkan terimakasih kepada Damar.
Kemudian aku segera pamit pergi.

Aku sudah tidak tahan dengan tatapan dari orang-orang Damar.
Mereka memang tidak mengucapkan satu patah katapun,tapi tatapan intens mereka membuatku risih.

"Tawaranku akan selalu tersedia untukmu" teriak Damar saat aku beranjak pergi.

***
"Kamu darimana saja,apa kamu tidak tahu sekarang sudah larut malam?!" tanya Lita.

Dari wajahnya memang terlihat sangat khawatir tapi aku sangat tahu ia hanya berpura-pura.

"Nona,jangan pedulikan dia" teriak salah satu pembantu.

"Dia tak pantas dikhawatirkan oleh nona" tambahnya.

Mendengar itu aku refleks menatap kearahnya.
Kalau aku tidak salah ingat,ia pembantu yang diajak oleh Lita kemarin.

"Benar nona,dia pasti habis berkumpul dengan para anak berandalan" sahut pembantu yang lainnya.

"Lihat saja pakaiannya,sudah sama seperti geng berandalan yang ada dipinggir jalan" seru pembantu yang lainnya lagi.

Keluarga ini cukup kaya,jadi sudah wajar akan ada banyak pembantu di rumah ini.
Untuk sementara aku hanya diam mendengar Lita dan para pembantunya berceloteh.

Sudah lima belas menit aku mendengar mereka berceloteh tetapi mereka belum juga berhenti bicara.

Ditambah akting Lita yang memuakkan,membuatku semakin lelah dan mulai sedikit kesal.

"Silakan cari tempat lain jika kalian masih ingin mengobrol,jangan menghalangi pintu" teriakku.

Mungkin karena kaget mendengar teriakkan ku,mereka terdiam sejenak dan tanpa sadar sedikit menyingkir dari pintu.

Tanpa menunggu lagi aku bergegas masuk,karena aku ingin cepat-cepat beristirahat.

Tak lama setelah aku pergi,mereka segera tersadar dan mulai mencelaku lagi.

'Kenapa mereka tidak sadar jika suara mereka sudah seperti segerombolan tikus di malam hari,mengganggu sekali' batinku.

Aku jadi sedikit menyesal tidak mendengarkan saran bunga kecil  untuk keluar diam-diam.

Aku tidak berpikir dia akan menungguku sampai larut malam,kukira dia akan mengunciku agar aku tidak dapat masuk ke rumah.

"Pikiran orang licik memang beda" gumamku.

Tiba-tiba aku memiliki ide.
Karena mereka menuduhku berteman dengan berandalan,aku jadi ingin mengundang para temanku ini kerumah.

Aku segera menyuruh bunga kecil untuk menghubungi anak-anak jalanan yang cukup berkelakuan baik untuk datang kerumah.
Akan lebih bagus lagi jika banyak yang datang.

"Aku tidak sabar melihat reaksi mereka"
.
.
.
Terimakasih sudah membaca..😊

Aku hanya suka kaburTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang