How are you guys? Udah siap buat baca part ini?
Jangan panggil aku author, Thor, Utor atau Mimin dong 🥺 tega banget kalian kalau panggil aku gitu. Mending kalian panggil aku Brow, sebaliknya aku juga bakal panggil kalian Brow juga.
Sedikit info, di part ini kita akan bunuh karakter utama secara perlahan, jadi udah siap buat baca?
Btw jangan lupa Follow wattpad aku karna beberapa part akan aku private 😘
Happy reading Brow ❤️
41|| KHAWATIR
"Satu hal yang harus Lo ingat, kalau gue nggak bisa dapatin Gerald, hal yang sama juga harus terjadi sama Lo! Karena nggak ada satu orangpun yang boleh miliki Gerald selain gue!"
Ucapan Alin siang tadi masih terus memenuhi hati dan pikiran Clarysa. Ia masih tak menyangka dengan perubahan sikap Alin yang tampak berubah secara drastis. Alin yang selama ini ia kenal adalah gadis manis yang memiliki hati lembut dan penuh kasih serta memiliki sifat keibuan, tapi tadi siang saat berada di taman belakang sekolah, gadis itu menunjukkan wujud aslinya.
Setelah melamun dengan tatapan kosong, tiba-tiba ponsel Clarysa berdering dan hal itu berhasil menguyur lamunannya. Gadis itu meraih ponselnya dan melirik nama yang tertera di layar ponselnya itu, namun saat mendapati nama Gerald di sana, Clarysa pun mengurungkan niat untuk mengangkat telepon itu.
Entah kenapa, rasanya Clarysa malas saja mengangkat sambungan telepon dari laki-laki itu, mungkin ia masih kesal karena laki-laki itu berbohong padanya tentang kejadian di rooftop waktu itu. Jadi, daripada menimbulkan perdebatan dan membuat hubungan keduanya menjadi renggang, Clarysa lebih memilih untuk tidak berkomunikasi dengan laki-laki itu untuk saat ini, karena ia tak ingin lepas kendali dan mengucapkan kalimat 'pisah' karena tidak bisa menahan diri dengan rasa cemburu yang tengah menjalar dalam dirinya.
Malam ini Clarysa tinggal di rumah seorang diri. Ayah dan ibunya sedang pergi ke luar kota, lebih tepatnya ke bandung. Nenek Clarysa sedang dirawat di rumah sakit, jadi kedua orangtuanya membesuk neneknya di sana.
Tadinya Ayah Clarysa tak terlalu yakin meninggalkan Clarysa sendiri dirumah karena khawatir pada putri sematawayangnya itu. Ayahnya meminta Clarysa untuk menelepon Alin agar datang kerumah itu agar menemaninya tidur di rumah itu, berhubung hubungannya dan Alin sedang tidak baik, Clarysa pun memberikan alasan agar ayahnya tidak meminta Alin untuk menemaninya tidur di rumah itu. Namun ayahnya tetap bersikeras agar Alin menemani putrinya, Clarysa pun mencoba meyakinkan ayahnya bahwa ia bisa menjaga diri, akhirnya Ayahnya pun memberikan izin untuk Clarysa tinggal sendiri di rumah.
Suasana rumah itu sangat sepi dan hening, karena hanya ia seorang di sana. Tak ada pergerakan sama sekali di dalam rumah itu, hingga akhirnya suara dering ponselnya kembali berbunyi dan memecahkan keheningan. Clarysa menebak telepon masuk itu dari Gerald, jadi ia memutuskan untuk tidak mengangkatnya. Namun, dering ponsel itu selalu menimbulkan suara, mau tak mau Clarysa harus memeriksa dan mengangkat sambungan telepon itu. Setelah ia memeriksa ponselnya, ternyata bukan Gerald yang meneleponnya melainkan Ayahnya.
"Halo Pa, kenapa?" Tanya Clarysa buka suara saat sambungan telepon terhubung.
"Halo sayang, kamu udah makan malam?" Tanya ayahnya dari seberang sana.
Clarysa tampak tersenyum saat mendapati perhatian dari ayahnya itu. "Udah kok, Pa!"
"Kamu baik-baik aja kan? Bunda dari tadi khawatir takut kamu kenapa-kenapa," ujar ayahnya menyampaikan rasa khawatirnya.
"Kamu baik-baik aja kan sayang?" Kini Bundanya yang ambil alih ponsel itu.
Mendengar suara khawatir Bundanya, Clarysa pun terkekeh sambil tersenyum bahagia, setidaknya masih ada perhatian kecil yang membuat hatinya lebih tenang. "Clarysa baik-baik aja kok, Bun!"
KAMU SEDANG MEMBACA
GERALD (On Going)
Teen Fiction"Gerald itu ibaratkan air, dan gue ikannya. Ikan gak bakal bisa hidup tanpa air, sama halnya kaya gue. Gue gak bisa hidup tanpa Gerald!" Inilah kisah Gerald Dhiafakhri. Siswa teladan yang memiliki segudang prestasi di SMA Gundala. Gerald lebih serin...