56|| PENANTIAN

818 61 10
                                    

Hai? Gimana kabar kalian hari ini? Aku harap kalian baik-baik aja ya...

Btw absen dulu dong guys, kalian dari kota mana aja😁

WARNING 🚨
SEBELUM LANJUT BACA PART INI, PASTIKAN KALIAN BACA PART SEBELUMNYA! KARENA ADA SEDIKIT PERUBAHAN DI PART SEBELUMNYA. DIBACA YA, SUPAYA KALIAN NGGAK BINGUNG BACA PART INI!!!

Happy reading Brow ❤️

56|| PENANTIAN

Clarysa sudah menunggu sekitar satu setengah jam di cafe biasa yang sering ia kunjungi bersama Gerald. Tak ada tanda bahwa laki-laki itu akan datang, padahal Clarysa sudah mengirim pesan bahkan menelepon laki-laki itu hingga lebih dari sepuluh kali, namun tak ada balasan sama sekali dari Gerald, bahkan pesan yang Clarysa kirim hanya mendapat centang satu.

Clarysa benar-benar kecewa pada laki-laki itu, otaknya sudah bekerja cepat dan menyuruhnya untuk pulang, namun hatinya bertolak belakang dan memintanya untuk tetap menunggu sampai laki-laki itu datang. Clarysa tampak menoleh ke arah kaca transparan tepat di sebelahnya, dari tempatnya ia bisa melihat bahwa di luar sudah turun hujan yang diiringi dengan kilat dan petir sejak dua jam yang lalu.

Kini Handphone Clarysa mati akibat terlalu lama ia pakai untuk menelepon bahkan mengirimi pesan pada Gerald. Gadis itu tak tau harus berbuat apa lagi.

"Lo beneran nggak datang Ge? Lo lupa atau udah nyerah? Apa gue nggak berarti apa-apa lagi buat Lo?" Monolog gadis itu sambil menatap  jalanan yang tampak diguyur hujan melalui kaca di sebelahnya.

Sekitar lima menit lagi, jam akan  menunjukkan pukul sepuluh malam, bodoh sekali rasanya kalau Clarysa tetap menunggu. Gadis itu menoleh kearah sekitar, cafe mulai sepi bakan sebentar lagi akan tutup. Clarysa tak ingin kecewa dengan harapan yang ia ciptakan sendiri, gadis itupun bangkit dari duduknya dan berniat meninggalkan kafe itu.

Clarysa memutuskan untuk pulang, ia berjalan sedikit ke tepi jalan untuk menghambat taksi yang lewat. Setelah mendapat taksi dan masuk kedalam taksi itu, ia pun mengarahkan driver taksi itu ke alamatnya.

Beriringan dengan taksi itu yang mulai berjalan, Clarysa pun mengelap wajahnya yang basah akibat terguyur air hujan saat menghambat taksi itu. Gadis itu menatap jalanan basah di depan dengan tatapan kosong, ia menghela nafasnya, bersamaan dengan helaan nafas itu air matanya pun menetes membasahi pipinya. Ia menyeka air mata itu, namun air matanya terus jatuh.

Driver taksi itu menatap Clarysa dari spion tengah, dan memperhatikan gadis itu. Tanpa mau ikut campur dan banyak bertanya, driver itu hanya memberikan kotak tisu kearah Clarysa dan kembali berfokus pada jalanan di hadapannya.

Setelah meraih kotak tisu itu, Clarysa pun kembali menyeka air matanya, namun bukannya berhenti air mata itu malah semakin deras membasahi pipinya.

Sesampainya di rumah, Clarysa langsung masuk kamar dan mengunci pintu kamarnya, ia mengabaikan semua pertanyaan yang ditanyakan oleh Bundanya. Gadis itu duduk di bawah ranjangnya, ia memeluk lututnya dan meneteskan air matanya disana.

Suara ketukan pintu masih terdengar dari luar. Clarysa masih saja mengabaikan semua itu. "Cha, kamu kenapa nangis gitu nak? Kenapa pulangnya juga malam banget? Bunda telponin kenapa nggak di angkat?"

"Cha? Kamu denger bunda kan? Kenapa diam aja sih Cha? Tolong bukain pintunya!" Teriak bundanya dari sebarang pintu.

"Clarysa mau sendiri dulu Bun," balas Clarysa dengan suara bergetar.

"Kamu ada masalah apa sih nak? Cerita sama bunda, bunda nggak tega liat kamu nangis gitu," ujar bundanya masih setia berdiri di depan pintu kamar putrinya.

GERALD (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang