Sedari tadi semua orang gelisah, belum ada tanda-tanda lelaki itu akan datang. Aku menggigit kuku saat ponselnya pun tidak di angkat-angkat. Ke mana lelaki itu? Acara sudah akan dimulai sepuluh menit lagi. Para tamu pun sudah datang.
“Diangkat enggak, Nad?” tanya Mila.
Aku menggeleng, ke mana para lelaki itu pergi. Padahal sudah diwanti-wanti agar tidak terlambat.
Aku kembali menelpon Bang Dicky,setelah mencoba beberapa kali akhirnya ia mengangkat ponselnya. “Bang, kalian ke mana aja sih?”
“Jangan marah-marah, Nad. Make up kamu nanti rusak!” sembur Mila. Padahal ia yang sedari tadi tidak sabaran dan terus mencak-mencak.
“Nugi baru selesai didandanin orang salon. Semua udah siap, tenang aja adekku Sayang,” ucap Bang Dicky yang ada di ujung sana. Aku memutar bola mata malas, untuk apa pakai dandan segala?
“Ya udah, cepet ke sini.” Aku menutup ponsel sepihak. Degup jantung semakin tak terkontrol, aku belum menyangka akan melepas masa lajang. Rasa bahagia, sekaligus khawatir muncul bersamaan.
Suara MC di luar sana menggema menyambut mempelai pria, aku mendongak masih belum bisa menetralkan irama jantung. Aku menyesap bibir bawah, berusaha berpikir positif. Ibu masuk ke kamarku, ia tersenyum haru.
“Anak Ibu ternyata sudah besar.” Ia mengusap lembut daguku. Lalu mengajakku untuk keluar, aku menggenggam tangannya kuat-kuat untuk menghilangkan rasa gugup. Di ujung sana sudah ada Nugi yang berhadapan dengan Papi. Aku semakin gugup, benar-benar masih tidak menyangka. Setelah enam bulan lebih merencanakan semua ini, kami benar-benar akan dipersatukan. Ibu mengantarku hingga duduk di samping Nugi, aku tidak berani menatapnya. Aku tertunduk malu-malu, sebenarnya ingin tertawa melihat ekspresi Nugi yang tegang kulihat dari ekor mata. Aku yakin, lelaki itu tak kalah gugupnya denganku.
“Mari kita mulai saja,” ucap petugas dari KUA itu. Papi mengangguk, MC yang ada di sana pun sudah paham apa yang ia harus lakukan karena pun serangkaian acara pembacaan ayat suci Alquran dan lainnya sudah selesai.
“Baiklah, untuk acara selanjutnya pembacaan ijab kabul yang akan dilakukan oleh wali mempelai wanita, kepadanya kami persilakan.”
Degup jantung semakin tak beraturan, aku menghela napas berat. Hawa disekitar menjadi lebih panas. Nugi dan Papi mulai bersalaman.
"Saya nikahkan engkau Ananda Nugi Irawan bin Irawan Herlan dengan Serenada Cinta binti Senodityo dengan mas kawin uang tunai sebesar tiga ratus lima puluh juta serta seperangkat alat sholat dibayar tunai!" ucap Papi jelas dan lantang. Kulihat Nugi yang bercucuran peluh, wajahnya menyimak saksama dengan sedikit pucat.
“Sa–saya terima nikahnya Serenada binti Cinta.” Suaranya bergetar, apa yang ia katakan pun salah. Aku menjadi semakin gelisah, percobaan pertama gagal. Kamu pasti bisa Nugi! Ayo fokus.
“Kita ulangi.” Papi berdehem. “"Saya nikahkan engkau Ananda Nugi Irawan bin Irawan Herlan dengan Serenada Cinta binti Senodityo dengan mas kawin uang tunai sebesar tiga ratus lima puluh juta serta seperangkat alat sholat dibayar tunai!"
Nugi mengambil satu tarikan napas. Semoga kali ini benar. "Saya terima nikahnya Serenada Cinta Binti Senodityo dengan mas kawin yang tunai tiga ratus lima puluh juta serta seperangkat alat sholat dibayar tunai."
“Bagaimana sah?”
“Sah!” Kata itu serentak disuarakan di ruangan ini. Suara semangat Bang Dicky dan Kak Ilham terdengar begitu kentara. “Alhamdulillah.”
Aku menitikkan air mata haru, orang yang ada di sampingku itu menatap jenaka. Ia sepertinya masih terbawa suasana tegang. Aku mengambil tangannya, lalu menyaliminya masih dengan tatapan tidak percaya. Benarkah sekarang dia menjadi suamiku?
Tanpa aba-aba, lelaki itu mencium keningku. Aku membelalakkan mata, semu merah langsung muncul di permukaan wajah. Astaga! Malu sekali dilihat banyak orang. Aku menyembunyikan wajah, suara sorak-sorai di sekitarku tambah membuat malu.
***
Saat orang-orang sedang menikmati hidangan, sebuah suara yang menggelegar lewat sound system mengalihkan fokus orang-orang ke arahnya. Di sana, di atas panggung orang-orang yang bernyanyi untuk menghibur tamu undangan sudah ada Bang Dicky, Kak Ilham, dan Jaka. Apa yang ingin mereka lakukan?
“Oke, perhatian? Ya kami dari FourJi Laki ingin menampilkan sebuah persembahan khusus, buat itu yang di sana lagi jadi ratu sehari.” Bang Dicky menunjukku. Aku memelotot, was-was dengan apa yang ia perbuat selanjutnya. Nugi yang ada di sampingku tersenyum jail, lalu berlari kecil-kecil menuju panggung yang ada di seberang sana. Aku terdiam, mencium bau tidak beres.
Musik mengalun kencang. Mereka mulai menari dengan gerakan ganjil yang terlihat lucu. Aku menutup mulut menahan tawa, lagu berjudul Love Scenario milik boyband Korea mengalun, mereka yang menyanyikannya sambil nge-dance ala-ala. Sedikit memalukan melihat mereka seperti itu. Aku tertawa saat Bang Dicky jatuh tersenggol. Semua tamu pun sama, hari ini di tutup dengan penuh tawa.
***
Setelah lelah seharian berdiri bersalaman dengan beberapa ratus orang, akhirnya kami tepar juga. Nugi terbaring di sampingku. Aku merasa aneh sekamar dengan orang asing, kupeluk guling dengan erat. Nugi tiba-tiba saja memelukku dan sontak aku terduduk.
“kenapa?” Ia terkejut melihat tingkahku.
Suasana menjadi sangat aneh. Aku tidak sanggup menatap matanya, salah tingkah.
“Anu, umh ... Lupa hapus make up!” ujarku sembari menggaruk tengkuk yang tak gatal. Kemudian berjalan ke arah meja hias.
Ia terkekeh. “Enggak apa-apa kalau enggak dihapus.”
Aku berdecak. “Kamu mau aku jerawatan?”
Setelah selesai menggunakan make-up remover, aku kembali berjalan dan merebahkan diri di samping Nugi.
“Kita tidur aja ya?” cicitku. Sedikit malu mengatakannya.
Ia hanya mengangguk, aku langsung membelakanginya dan pura-pura tidur. Kupejamkan mata dan sesekali bersenandung di dalam hati. Namun, mata belum juga ingin terlelap. Aku menggerutu kesal. Kenapa denganku?
Aku berdecak kembali mengambil posisi duduk. “Badan kamu kegedean kayaknya, Nug. Aku jadi kepanasan.”
Nugi memasang tampang tidak terima lalu mencubit kedua pipiku. “Ayo sadar diri, liat pipi siapa yang lebih besar.”
Aku menepis tangannya. “Jadi kamu bilang aku gendut.” Aku berkacak pinggang.
“Eh, bukan gitu Sayang. Maksudnya kamu tambah imut.” Ia membela diri. Aku mengembuskan napas, merasa masih segar padahal raga sudah lelah menjalani segala tetek bengek acara dari pagi hingga sore.
Aku menatap sekeliling, barang kali ada yang bisa dikerjakan. Pandanganku berhenti pada laptop yang tergeletak di meja kerja. Sebuah ide muncul di otakku, aku berlari kecil menuju laptop itu. “Gimana kalau kita nonton film horor?”
“Ayo siapa takut!” Nugi merangkulku. Film pun mulai ditonton.
Belum seberapa jauh film terputar, ada jumpscare yang membuatku berteriak memeluk Nugi. Astaga, wajah hancur itu langsung terngiang-ngiang di ingatan.
“Enggak usah takut 'kan ada aku.” Nugi mengusap-usap puncak kepalaku.
“Modus!” Aku semakin menempelkan tubuh mencari tempat ternyaman.
Ia terkekeh. “Masa modus sama istri sendiri.” Aku lupa, padahal baru beberapa jam kejadian itu. Ia masih mengelus-elus rambutku saat suara gedebuk dari balik pintu terdengar. Sontak kami melihat ke sana. Dengan tergesa menghampiri pintu dan melihat ada apa.
Aku membelalakkan mata saat Nugi membuka pintu. Ibu, Papi!
KAMU SEDANG MEMBACA
Serenada
Teen Fiction[Revisi] [15+] Seseorang yang kuanggap baik, belum tentu baik untukku. Seseorang yang aku anggap buruk, padahal dia baik untukku .... Haruskah hati serapuh ini? Jika memang dia tidak menyukaiku, kenapa waktu itu dia melemparkan bunga? Atau hanya...