28. Dia Berulah

30 9 5
                                    

Rasa sayang tak selalu tampak dalam balutan kata romantis. Terkadang makian bernada khawatir sudah dapat menggambarkan kepedulian.

~Serenada cinta (28)

----------------------------------------------------

"

Nadaaa!" Teriakan membahana itu menginterupsi pendengaran hingga membuat telingaku sedikit berdegung. Aku berdecak sebal karena air mineral yang akan kuminum menumpahi rokku. Aku menoleh sambil menatap kesal orang yang membuatku hampir tersedak air jikalau aku sudah menyesapnya. Aku memutar bola mata malas, siapa lagi kalau bukan Mila yang membuat kehebohan saat awal jam istirahat.

"Duh, apa sih Mila? Rokku jadi basah gara-gara kamu teriak-teriak." Aku mengibas-ngibaskan tanganku berharap rok panjang yang kukenakan segera kering.

"Ini tuh genting, Nad!" Mila duduk menyamping di atas meja.
"Ada apaan sih, Mil. Kayaknya heboh banget." Aisyah memutar bola matanya.

"Ini soal pacarnya si Nada!" Mila berdecak.

Aku tidak berniat untuk menyimak lebih jauh. Paling-paling dia menjahili temannya sendiri atau enggak dia bolos lagi. Tidak sekelas dengannya membuatku sulit mengontrol sikap Nugi. Apa susahnya sih menghindari masalah barang sehari saja. Aku mendengus malas.

"Tahu nggak, Nad. Masa si Nugi ama teman-temannya lomba ngerokok di belakang sekolah." Mila bercerita dengan antusias. Aku masih bergeming tak ingin mengurusi hal itu.

"Kamu dapat info dari mana?" Aisyah mulai serius.

Mila berdecak. "Dari teman sekelasnya. Nad, harusnya kamu sebagai pacar bisa buat dia berubah dong. Kalau ngerokok biasa sih nggak apa-apa, tapi ini! Dia dapat tantangan buat ngabisin sebungkus rokok dalam waktu yang sebentar. Kamu nggak khawatir?"

Aku berdiri dan berjalan menjauh. Meninggalkan mereka yang terperangah heran. Aku tidak tahu apa yang akan kulakukan. Pikiranku digelayuti rasa ingin membuktikan dan juga kesal. Aku berjalan dengan menghentak-hentakkan kaki dengan gusar. Aku menatap lurus ke depan. Selurus langkahku menyusuri koridor sekolah. Baru ketika ada kelokan menuju area belakang sekolah langkahku berubah haluan.

Aku berhenti tak jauh dari kerumunan orang-orang yang terlihat bengis. Kulempar tatapan nyalang seolah jika mereka sedikit bertingkah maka aku akan menerkamnya. Hanya seorang yang kutatap dengan tajam, tetapi semua orang yang ada di sana menghentikan aktivitasnya. Nugi masih mengisap rokoknya. Menikmati setiap isapan dengan santai. Aku berjalan mendekat, entah apa yang ada dipikiranku sekarang. Yang pasti aku ingin memaki-maki dia hingga puas.

"Nugi!" Suaraku meninggi. Tetapi, dia hanya menoleh sebentar lalu kembali mengisap rokoknya dan menyembulkan jelaga yang menggelitik penciuman. Hidungku menangkap bau tak enak itu. Membuatku pengap dan meninggalkan rasa perih di tenggorokan. Aku semakin geram dengan tingkahnya. Dia sama sekali tak mengindahkan peringatanku. Benar-benar membuat kesal.

Tanpa pikir panjang aku menarik dan meremas rokok yang menyempil diantara bibir tipisnya. Dia sontak menoleh dengan tatapan tidak percaya. Aku merasakan panas yang merambat ditelapak tangan, untung cuma sebentar.

"Nada!" Dia berdiri dari duduk dan menggenggam tanganku. Ada raut cemas di wajahnya. Aku belum mau buka suara, jangan sampai kata kasar menyembur keluar tak terkontrol. Aku masih betah menatapnya, dia juga kini menatapku dengan intens. Pandangan kami bersirobok dan mengunci untuk beberapa saat. Detak jantung yang terbilang tak normal mencairkan suasana hati yang sempat panas. Aku mengalihkan pandangan ke samping, menetralkan degup jantung yang membuatku merasa aneh.

SerenadaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang