Biarkan senyum ini merekah, mengalahkan indahnya bunga mawar. Karena kuyakin sebuah senyum tak akan bertahan lama.
~Serenada cinta (34)
------------------------------------------------------
Di balik tirai awan yang kian menggelayut, kududuk di bawah pohon rindang taman sekolah. Matahari yang mengintip lewat celah-celah guratan awan bak cahaya senter berkelana. Hari ini guru pelajaran pertama tak datang, jadi kuputuskan ke sini sembari menunggu seseorang.
Kumainkan daun-daun kering yang berjatuhan ke tanah beralas rumput segar. Pernahkah kamu tersadar sedang melewatkan lukisan indah karya Sang Pencipta? Betapa pun kucoba untuk menutup mata, pasti akan kulihat jua keindahannya.
Itulah sebabnya, aku tak pernah berhenti bersyukur atas setiap tarikan napas yang berembus hingga saat ini.
Aku terkejut, tiba-tiba saja ada orang yang duduk di sampingku. Siapa lagi kalau bukan Nugi. Satu-satunya orang yang suka membuat jantungku meloncat untuk sepersekian detik. Ada deru napas yang saling memburu. Sepertinya dia habis lari.
"Lagi ngelamunin aku ya?" Masih dengan napas tersengal-sengal.
"Ish, PD banget!" cebikku.
"Terus?"
"Kenapa telat?" Bukannya menjawab, aku malah memberikannya pertanyaan lain.
"Pak Karim rese, katanya tadi dia sibuk ngurus persiapan UN. Tahunya dia masuk ngasih tugas, malah banyak lagi.""Oh." Aku menjawab sekenanya.
"Cuma oh?" Dia menatapku dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Terus?"
"Kamu nggak ada niat gitu bantuin aku ngerjain tugas?"
"Kapan kamu pintarnya kalau nyontek terus?" semburku.
"Ya kapan-kapan," jawabnya enteng.
Aku tersenyum miris sambil geleng-geleng kepala. Setelah itu, hening. Masing-masing menyusuri jalan pikiran. Jujur aku tidak ingin masa-masa seperti ini cepat berlalu, walaupun hanya sunyi yang mendominasi–yang penting aku bersama dia.
"Nad!" panggilnya dengan lembut.
"Apa?"
"Apa yang kamu sukai selain belajar?"
"Roti hijau." Pandanganku masih betah menatap ke depan.
"Ck, bukan itu!" Dia mengacak rambutnya frustrasi yang kusambut dengan kernyitan hebat.
"Terus apa?" tanyaku enteng, kembali menatap lurus.
"Yang lain." Dia menatapku dengan penuh keingintahuan.
"Kamu." Tatapan kami bersirobok bersamaan dengan senyum yang merekah indah. Bunga-bunga mawar taman juga ikut meramaikan dengan menyebar semerbak harum dari kelopaknya. Seolah tak mau kalah, jantung juga memainkan irama gedebak-gedebuk yang terdengar syahdu.
Aku mengalihkan pandangan berusaha menetralkan suasana. Khususnya menenangkan jantung ini. Sekarang ada rasa canggung yang melingkupi.
"Umh ... kamu nggak masuk ke kelas?" tanyaku dengan perasaan canggung.
"Kamu sendiri?"
"Nggak ada guru!" Aku memainkan ujung rokku.
Nugi menepuk jidatnya, tersadar akan sesuatu. "Mampus, tugas dari Pak Karim bakal dikumpul nanti!"
Aku terkekeh geli melihat ekspresi Nugi yang terlihat lucu.
"Nad, aku duluan ya!" Dia berlari kecil. Pandanganku mengikuti ke mana arah dia pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serenada
Teen Fiction[Revisi] [15+] Seseorang yang kuanggap baik, belum tentu baik untukku. Seseorang yang aku anggap buruk, padahal dia baik untukku .... Haruskah hati serapuh ini? Jika memang dia tidak menyukaiku, kenapa waktu itu dia melemparkan bunga? Atau hanya...