7. Khilaf

60 11 17
                                    

“Kekhilafan tak pernah pandang bulu. Terkadang orang baik pun bisa khilaf, apalagi manusia biasa.”

~Serenada cinta (09)




Malam hari, pukul tujuh di rumahku. Tak ada yang berbeda dengan gadis remaja lainnya yang kalau kumpul pasti punya kegiatan rutin, yaitu ngegosip. Ini itulah, mulai dari yang A sampai Z. Menurutku itu tak penting sama sekali, kecuali itu menyangkut Bagas. Lagi pula aku tak mau juga ikut campur urusan orang. Ini lagi satu, si Aisyah juga ikut-ikutan ngegosip. Hm ... dan jangan tanyakan Mila, dia sudah seperti Emak-emak biang gosip yang sedang arisan. Aku hanya menikmati beberapa camilan ringan yang di beli oleh Kak Dicky tadi. Tentunya aku yang nyuruh. Memang Abangku yang satu itu paling terbaik.

"Nada, si Jaka mana?" tanya Aisyah tiba-tiba, teman-temanku memang sudah akrab dengan semua anggota keluargaku.

"Mungkin di kamarnya." Di mana lagi si bocah tengik itu akan bermalas-malasan ketika pulang sekolah jika bukan di kamarnya. Tentunya dengan ponsel kesayangannya yang berada dua puluh empat jam di dekatnya.

"Oke, aku nemuin Jaka dulu ya," ucap Aisyah berlalu.

"Ada urusan apa sama tuh bocah tengik?" tanya Rena dengan curiga.

"Ada, bisnis!" ucap Aisyah sedikit teriak.

Aku tak peduli ada hubungan apa Aisyah dan Jaka. Yang pasti mereka tak mungkin pacaran, soalnya Aisyah enggak mau kenal dengan yang namanya pacaran. Katanya, pacaran itu dosa. Terlebih usia Jaka yang lebih muda darinya.

Tak berapa lama Aisyah datang dengan mata yang terus tertuju pada ponsel yang ada digenggamnya. Sampai-sampai Aisyah hampir menabrak Mila yang ingin keluar dari kamar untuk mengambil air minum.

"Kamu lagi lihat apa sih, Ais?" tanyaku heran melihat tingkahnya.

"Bukan apa-apa, anak kecil nggak boleh nonton," ucap Aisyah lalu duduk di kursi meja riasku.

"Mentang-mentang badan kamu lebih besar dari kita berdua," ucap Rena yang kini bibirnya mengerucut. Sedangkan, Aisyah nyengir tak berdosa. Aku cuma bisa berdecak melihat tingkah sahabat-sahabatku ini.

"Kamu memang masih kecil Rena!" Rena masih duduk dibangku kelas dua SMP, Jaka lebih tua satu tahun dari Rena. Rena semakin mengerucutkan bibirnya.

Mila masuk dengan membawa nampan berisi air minum. Lalu, dia meletakkan nampan itu di atas meja rias dan berdiri di samping Aisyah untuk ikut menonton.

Dengan rasa penasaran yang membuncah aku dan Rena mulai sedikit mengintip.

"Kalian lagi nonton apa sih?" tanya Rena dengan wajah usil.

"Enggak usah tahu." Mila kini ikut-ikutan menjaga rahasia.

"Kayak kita berdua enggak tahu saja apa yang kalian nonton dari tadi," ucapku sinis mengundang perhatian mereka.

"Memangnya aku nonton apa?" tanya Aisyah pada akhirnya.

Aku memberi isyarat menunjuk dengan dagu. Mereka berdua sontak menengok ke belakang. Tak di sangka ada cermin besar yang sedari tadi memantulkan bayangan di balik layar ponsel Aisyah. Mereka tidak sadar jika sedang berada tepat di depan meja riasku.

SerenadaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang