6. Sahabat

68 12 5
                                    

“Tidak perlu menjadi orang gila untuk menjadi gila. Cukup berkumpul dengan sahabat, maka suasana tergila akan tercipta.”


~Serenada cinta(06)

Aku sekarang berada di kantin sekolah setelah selesai berkutat dengan buku-buku tebal yang ada di perpustakaan. Semua orang butuh energi, termasuk aku.

Bibir terus tersenyum sembari memasukkan makanan ke mulut. Tak bisa kulupakan perlakuan Bagas tadi waktu di perpustakaan. Ah ... Lagi-lagi dia duluan yang memporak-porandakan hati. Lalu, kapan aku bisa buat kamu tertarik? Ahah, mungkin dengan cara memenangkan olimpiade dia akan tertarik kepadaku. Bisa jadi.

"Aku harus lebih giat belajar," aku mengangguk dengan penuh keyakinan. Kenapa jadi seambisius ini? Mungkinkah semua ini karena Bagas?

"Kamu kenapa sih, Nad?" tanya Aisyah yang sedari tadi memperhatikanku.

"Aku lagi jatuh cinta!" Aku benar-benar tak tahan untuk tidak jujur kepada sahabat-sahabatku perihal apa yang sedang melanda hati. Sudah berhari-hari mencoba menyakinkan diriku bahwa aku hanya kagum pada Bagas, tetapi, hati tak bisa dibohongi. Aku menyukai Bagas.

"Sama siapa? Kok enggak bilang-bilang? Jangan-jangan bunga mawar yang waktu itu dari dia? Pantesan kamu senyam-senyum terus." Pertanyaan beruntun dari Mila menyambutku dengan heboh. Aisyah hanya melongo tak percaya, karena sejak masuk SMA yang kulakukan hanya serius belajar. Tak pernah dekat dengan lelaki mana pun. Terakhir kali pacaran waktu SMP, itu pun karena aku asal terima, soalnya masih polos.

"Sabar, Mil," ucapku pelan, takut ada orang yang dengar.

"Ya udah, cerita!" Mila menuntutku agar segera bercerita. Sungguh tidak sabaran.

"Tapi, jangan berisik!" Aku masih berbicara dengan nada pelan.

"Iya." Mila berucap sambil berbisik. Tidak begitu juga kali.

Aku hanya memutar bola mataku, malas.

"Sini sini!" Aku menyuruh kedua sahabatku untuk mendekatkan kupingnya.

"Dia yang ngasih aku bunga waktu itu. Dia ganteng, juga pintar. Namanya ...." Aku menjeda perkataanku, kuyakin mereka sangat penasaran, "rahasia."

"Ih, Nada. Kasih tahu dong!" Mila memaksaku, tetapi, untuk sementara ini biarlah mereka berdua penasaran.

"Jangan-jangan kamu suka sama Nugi?" tebak Aisyah spontan dan tak masuk akal. Sontak saja kupukul lengan Aisyah dengan pelan. Apa-apaan ini? Kenapa Aisyah bisa bilang begitu? Benar-benar di luar nalar.

"Kok kamu bisa bilang begitu, Ais?" Mila sama halnya denganku, kaget.

"Aku sering lihat Nada berduaan sama Nugi. Waktu aku dan Mila ke toilet, kamu langsung ke kelas, 'kan? Nah, aku sempat lihat kamu sama Nugi ngobrol," ucap Aisyah yakin.

"Tapi kok aku enggak lihat ya?" tanya Mila dengan polos.

"Waktu itu kamu lagi ngobrol sama Fanda di luar kelas, Mil." Aisyah menjelaskan posisi Mila pada saat itu dengan gemas. Sedangkan, Mila hanya mangut-mangut.

"Waktu itu dia gangguin aku," ucapku kesal mengingat hal itu.

"Masa sih, enggak cuma itu saja. Sepulang sekolah kamu pernah disamperin sama dia," tukas Aisyah. Mila hanya mendengarkan dengan serius. Ekspresi wajah Mila yang serius, membuat geli menahan tawa.

SerenadaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang