Epilog

43 6 4
                                    

Hujan kembali untuk sekadar mengguyur luka yang datang kembali lewat aroma tanah basah yang begitu khas. Membuatku kembali sesak akan udara segar yang seharusnya melegakan. Helaan yang begitu berat, mengapa aku merasakan sedih sekaligus bahagia dalam satu waktu yang bersamaan?

Kutatap rinai yang semakin derasnya menghantam tanah. Hari pertama di kota tempatku akan melanjutkan pendidikan sore ini diguyur hujan. Aku menjulurkan tangan berusaha menadah rinai itu. Aku tersenyum, lagi-lagi serpihan kenangan berkumpul menjadi satu.

"Seru banget kayaknya main hujan." Suara Bang Dicky membuyarkan lamunanku.

"Hai, Bang." Aku tersenyum, berjalan ke arahnya dan duduk di sampingnya.

Masing-masing netra kami memerhatikan tetesan hujan yang terus berjatuhan. Aku ingin semua bebanku larut dalam tetesan setiap air hujan yang jatuh ke bumi.

Kuharap Nugi juga menyaksikan hal yang sama atau setidaknya menatap langis yang sama. Aku ingin melangkah, memperjuangkan hal yang baru. Meski berat rasanya aku harus terbiasa. Hidup tak pernah berhenti kecuali napas telah berhenti berembus. Begitu pun dengan langkah. Aku harus tetap maju.

"Besok sudah siap untuk jadi maba?"

"Siap."

Kupasang wajah dengan penuh percaya diri. Semua akan kulalui. Aku yakin.

[End😊]





Serenada Season 2 Soon~

SerenadaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang