36. Aku, Kamu, Jadi Kita

39 8 0
                                    

Perlakuan kecil kadang bisa membuat kita selangkah lebih dekat.

~Serenada cinta (36)

-----------------------------------------------------

Aku berjalan dengan gontai, rasanya tubuh sudah kehabisan energi. Kutelentangkan tubuh yang masih berseragam lengkap dengan sepatu. Tas yang masih melekat kulepas dengan posisi tak berubah.

"Tadi itu beneran 'kan?" Aku memegang kedua pipi. Menerawang jauh mengingat kejadian yang baru berlalu beberapa menit.

"Aku, kamu, jadi kita!" Aku menutup wajah dengan bantal. Rasa bahagia yang membuncah bisa-bisa membuatku menggila.

Aku bangkit dari tidur, membuka sepatu dan kaus kaki. Kusingkap kain horden untuk sekadar membiarkan matahari sore masuk lewat kaca jendela yang sedikit berdebu. Kutatap lurus-lurus pemandangan yang tersaji di hadapan. Taman bunga berukuran kecil yang dihiasi beberapa kelopak cantik berbeda jenis. Mulai dari mawar hingga melati dirawat dengan baik di sana, Ibu sangat pandai merawatnya.

Aku mengulum senyum tatkala mata menangkap sesuatu yang indah ada di sana. "Pasti Nugi suka."

🌟🌟🌟

Aku melongokkan kepala mencari seseorang. Ke mana dia pergi disaat seperti ini? Sudah hampir  jam pelajaran pertama dimulai, tetapi dia masih tak kunjung muncul. Kulirik sesuatu yang kusembunyi di balik tubuhku. Untung tidak rusak!

Bolos lagikah atau malah absen? Katanya mau berubah.

Kutekuk wajah penuh kejenuhan. Seorang siswa melintas di depanku yang baru saja keluar dari kelasnya. "Mal, lihat Nugi nggak?"

"Oh ... Nugi. Kayaknya tadi ke perpus disuruh Bu Susan buat ambil buku."

"Oh ... makasih ya, Mal." Tadi itu temannya Nugi, namanya Amal. Cowok hitam manis yang sering Mila comblangin dengan Aisyah. Yah, kelakuannya lumayanlah dibandingkan Nugi yang jelas urakan. Tetapi, Nugi tetap nomor satu di hati.

Aku melangkahkan kaki menuju perpustakaan. Kulihat dia yang baru saja keluar dari ruangan membawa setumpuk buku di tangan.

"Hai," sapaku tanpa melupakan senyuman.

"Hai, Sayang." Dia membetulkan posisi buku yang ada digenggaman.

"Biar kubantu." Kuraih buku yang ada di tangannya dan melupakan sebuah kejutan.

Kelopaknya melambai tepat di depan mata Nugi kala tangan bermaksud merampas buku.

"Itu apa?" Nugi menunjuk sesuatu yang ada di tangan.

Kuambil beberapa buku dari tumpukan yang ada di tangan Nugi. "Tadinya mau dijadiin kejutan."

"Beneran, itu buat aku?"

Aku mengangguk dengan wajah pasrah. "Nih."

Kusodorkan bunga itu.

"Gimana caranya aku terima bunga itu, Yang!" Aku cengengesan baru menyadari kalau tangan Nugi penuh dengan buku.

"Eh, Zal. Bawa buku ini ke kelas ya." Nugi memberikan buku itu ke Faizal dan mengambil buku yang ada di tanganku juga. Faizal hanya terlihat pasrah tak ingin membantah.

"Makasih ya," kata Nugi yang terlihat sok akrab. Faizal hanya mengangguk tak bertenaga. Aku hanya geleng-geleng kepala melihat tingkahnya. Dasar.

Nugi mengambil mawar itu. Menghirupnya dalam-dalam dan terlihat menikmati. "Aku suka banget, tapi aneh yah. Masa cewek yang ngasih bunga."

"Enggak peduli!" sahutku enteng, "sekali-kali 'kan nggak apa-apa."

"Iya, nanti aku kasih kamu bunga mawar yang banyak pas hari pengumuman SNMPTN keluar. Semoga kamu lulus ya!" Nugi mengusap rambutku lembut. Aku hanya tersenyum mendapat perlakuan manis itu.

"Amiiin." Aku menatap ke sekitar. "Eh, udah mau bel. Masuk yuk!"

"Siap!" Nugi hormat bak pemimpin upacara. Aku terkekeh geli melihat tingkahnya.
"Jangan bolos lagi. Oke!" Kuacungkan kedua ibu jari.

"Iya, Sayang. Tapi, nanti kujemput buat ke kantin bareng yah!"

"Siap!" Kutirukan kelakuan Nugi yang hormat dengan jenaka. Tawa kami meledak, tawa yang begitu ringan hingga mengundang beberapa tatapan iri orang yang melihat.

🌟🌟🌟

K

uketuk-ketukkan jari jemari ke meja kayu hingga mengalun irama yang teratur sembari bersenandung kecil. Ada desahan dari samping kanan dan kiriku. Kulirik mereka secara bergantian sembari geleng-geleng kepala.

"Nad, kamu masih mau nungguin Nugi?" tanya Aisyah yang membenamkan wajahnya ke dalam lipatan tangan.

"Iyap." Aku menjawab penuh antusias. Tak memedulikan gerutu mereka yang sudah beberapa kali terdengar.

"Gila tuh si Nugi! Lama banget ngejemput tuan putri. Dandan dulu kali ya." Kini giliran Mila yang berseru gusar.

Aku terkekeh mendengarnya. "Daritadi 'kan kusuruh duluan. Biar aku yang nunggu Nugi."

"Nggak apa-apa sendirian." Aisyah mendongak.

"Ya udah kita duluan. Cacing di perut udah dangdutan nih!" Mila memegangi perutnya.

"Udah sana! Duluan aja." Kukibaskan tangan menyuruh mereka pergi.

Mereka beranjak pergi. Meninggalkanku yang masih betah menunggu. Terdengar langkah santai dari luar menuju ambang pintu. Aku mengerucutkan bibirku, kenapa bisa lama sekali?

"Maaf, Yang!" Dia berdiri di depanku.

"Kok lama?" Aku cemberut dengan bersedekap dada.

"Aku dihukum Pak Karim tadi. Gara-gara nggak bisa jawab soal-soal kimia yang baru dia ajarin!" Dia mendesah.

"Makanya Sayang. Kalau guru menjelaskan diperhatiin."

"Apa? Tadi kamu bilang apa?" Nugi tersenyum menggoda.

"Ya-yang mana?" jawabku terbata.

"Yang tadi. Aku mau denger." Nugi terkekeh.

"Ish, kapan ke kantinnya kalau kayak gini terus. Laper tahu!" Kuberanjak dari duduk pura-pura ngambek. Padahal, aku sedang menyembunyikan semburat merah muda di wajah.

"He-he-he, ya udah. Kantin yuk!" Nugi menggenggam tanganku dan menarikku untuk berjalan beriringan.

"Sebenarnya tadi aku sengaja telat sih!"

"Apa?!"

Nugi terkekeh geli. "Aku nungguin sahabat-sahabat kamu pergi duluan. Supaya bisa berduan sama kamu."

"Nugiii!"

[Keep Smile😊]

SerenadaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang